Benarkah Genetik Bisa Menentukan Intoleransi Makanan? Temuan Ini Mungkin Mengubah Cara Kamu Makan Selamanya
- Pixaby
Lifestyle –Pernahkah kamu merasa kembung, mual, atau kelelahan setelah mengonsumsi makanan tertentu, padahal orang lain yang makan hal yang sama tampak baik-baik saja? Kondisi ini dikenal sebagai intoleransi makanan, dan meskipun sering disalahartikan sebagai alergi, intoleransi sebenarnya bekerja dengan mekanisme berbeda dan bisa jauh lebih kompleks. Yang mengejutkan, penelitian terbaru menunjukkan bahwa faktor genetik mungkin memegang peran kunci dalam menentukan siapa yang berisiko mengalami intoleransi makanan.
Selama ini, kita terbiasa menganggap intoleransi makanan sebagai masalah pencernaan semata. Misalnya, seseorang yang tidak bisa mencerna laktosa dianggap hanya kekurangan enzim laktase. Namun, mengapa kekurangan itu terjadi hanya pada sebagian orang dan tidak pada yang lain? Di sinilah genetik mulai mengambil peran. Ilmu pengetahuan kini menemukan bahwa variasi gen tertentu dapat memengaruhi cara tubuh memproses zat-zat dalam makanan. Ini berarti bahwa intoleransi bukan sekadar masalah kebiasaan makan, melainkan bisa berasal dari struktur biologis yang kamu warisi sejak lahir.
Salah satu contoh paling umum adalah intoleransi laktosa. Banyak studi menunjukkan bahwa orang yang memiliki varian gen MCM6 tertentu akan mengalami penurunan produksi enzim laktase seiring bertambahnya usia. Tanpa enzim ini, tubuh kesulitan memecah laktosa yang terkandung dalam produk susu. Hasilnya? Perut kembung, diare, atau bahkan mual setelah minum susu. Yang menarik, prevalensi intoleransi laktosa berbeda-beda tergantung etnis dan populasi, yang kembali mengarah pada perbedaan genetik sebagai penyebab utama.
Selain laktosa, gluten juga menjadi salah satu zat yang sering dikaitkan dengan intoleransi. Meskipun penyakit celiac (reaksi autoimun terhadap gluten) memiliki dasar genetik yang lebih jelas, intoleransi gluten non-celiac juga sedang diteliti hubungannya dengan genetik. Banyak orang merasa lebih baik setelah menghindari gluten, walau tidak terdiagnosis celiac. Ini menunjukkan bahwa ada kemungkinan respons tubuh terhadap gluten bisa dipengaruhi oleh interaksi kompleks antara gen dan lingkungan, termasuk mikrobioma usus.