Perayaan Kematian Unik di Meksiko, Ternyata Ada Juga di Indonesia
- Dayofthedead.holiday
Lifestyle – Ketika mendengar kata kematian, sebagian besar dari kita akan membayangkan suasana duka, kesedihan, dan tangisan. Namun, di beberapa belahan dunia, kematian justru dirayakan dengan penuh sukacita dan warna, sebagai sebuah pesta kehidupan untuk mengenang mereka yang telah tiada.
Pandangan unik ini menempatkan kematian bukan sebagai akhir, melainkan sebagai bagian dari siklus kehidupan yang terus berlanjut. Tradisi semacam ini, yang memadukan penghormatan terhadap leluhur dengan kegembiraan, menjadi daya tarik budaya yang mendalam.
Meksiko adalah salah satu negara yang paling terkenal dengan tradisi ini, tetapi perayaan serupa dengan filosofi yang tak kalah unik juga dapat ditemukan di Indonesia.
Meksiko dan Pesta Kematian: Daya Tarik Global Día de los Muertos
Di Meksiko, tradisi merayakan kematian dikenal dengan nama Día de los Muertos atau Hari Orang Mati. Perayaan yang jatuh pada 1 dan 2 November ini telah diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan. Berbeda dengan pandangan Barat yang sering kali menganggap kematian sebagai hal yang suram, masyarakat Meksiko melihatnya sebagai momen reuni yang meriah antara dunia orang hidup dan arwah leluhur.
Akar tradisi ini berasal dari perpaduan antara kepercayaan suku Aztec dan budaya pra-Columbus lainnya dengan ajaran agama Katolik yang dibawa oleh bangsa Spanyol. Suku Aztec percaya bahwa arwah yang telah meninggal akan kembali ke dunia untuk mengunjungi kerabat mereka sekali dalam setahun. Ketika agama Katolik masuk, tradisi ini berakulturasi dengan Hari Semua Orang Kudus (All Saints' Day) dan Hari Arwah (All Souls' Day), menciptakan perayaan modern yang kita kenal sekarang.
Día de los Muertos bukanlah perayaan duka, melainkan sebuah festival yang merayakan kehidupan. Keluarga dan teman-teman berkumpul untuk mengenang dan menyambut kembali arwah orang-orang terkasih yang telah pergi. Salah satu elemen terpenting dalam perayaan ini adalah ofrenda atau altar persembahan.
Altar ini didirikan di rumah-rumah atau di makam dan dihiasi dengan berbagai benda yang bermakna. Foto-foto mendiang, lilin, dan bunga marigold (cempasúchil) yang diyakini dapat menuntun arwah kembali ke rumah adalah beberapa dekorasi wajib.
Selain itu, altar juga dipenuhi dengan makanan dan minuman favorit almarhum, seperti pan de muerto (roti khusus berbentuk tengkorak atau tulang), cokelat, dan tequila. Di pemakaman, suasana berubah menjadi pesta yang penuh warna dengan musik, tarian, dan piknik keluarga di sekitar makam.
Tengkorak hias atau calaveras, yang sering kali terbuat dari gula atau tanah liat, menjadi simbol yang mengingatkan pada kefanaan hidup dengan cara yang ceria dan penuh seni. Melalui semua ritual ini, masyarakat Meksiko menegaskan bahwa selama mereka yang telah meninggal masih dikenang, mereka akan terus hidup dalam ingatan.
Menelusuri Tradisi Kematian Penuh Makna di Indonesia
Tradisi Ngaben
- Indonesia Kaya
Filosofi serupa, di mana kematian dirayakan dan dihormati dengan cara yang unik, juga dapat ditemukan di berbagai penjuru Indonesia. Dua tradisi yang paling terkenal adalah Rambu Solo di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, dan Ngaben di Bali. Keduanya menunjukkan bahwa kematian bukanlah akhir yang suram, melainkan sebuah proses transisi yang memerlukan ritual khusus.
Rambu Solo adalah upacara pemakaman adat yang sangat kompleks dan spektakuler. Masyarakat Toraja meyakini bahwa seseorang yang meninggal belum benar-benar pergi sampai upacara Rambu Solo dilaksanakan. Selama menunggu upacara, jenazah diperlakukan layaknya orang sakit dan masih tinggal di rumah.
Upacara ini bisa berlangsung selama berhari-hari dan sering kali melibatkan pengorbanan puluhan kerbau dan babi sebagai simbol persembahan dan bekal bagi arwah menuju Puya (surga). Rambu Solo bukan hanya ritual pemakaman, tetapi juga ajang pesta yang menunjukkan status sosial dan kekeluargaan yang erat.
Sementara itu, di Bali, umat Hindu mengenal upacara Ngaben, yaitu ritual kremasi jenazah. Ngaben bertujuan untuk mengembalikan roh orang yang meninggal ke asalnya dan melepaskannya dari ikatan duniawi. Prosesi Ngaben sangat meriah, diiringi oleh gamelan, tarian, dan arak-arakan. Jenazah diletakkan dalam sebuah wadah khusus yang indah, sering kali berbentuk lembu atau naga, sebelum akhirnya dibakar.
Filosofi di balik Ngaben adalah bahwa dengan membakar jasad, jiwa akan lebih mudah mencapai surga dan bereinkarnasi. Upacara ini adalah bentuk keikhlasan keluarga dalam melepaskan jiwa yang telah pergi.
Makna Universal di Balik Perayaan Kematian
Baik Día de los Muertos, Rambu Solo, maupun Ngaben, ketiganya memiliki satu benang merah yang kuat: kematian bukanlah akhir dari segalanya. Tradisi-tradisi ini mengajarkan bahwa melalui perayaan dan ritual, ikatan antara orang yang hidup dan yang telah meninggal tetap terjaga.
Mereka adalah manifestasi dari kearifan lokal yang memandang kematian sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan, suatu peristiwa yang layak dirayakan, bukan hanya ditangisi.
Pemahaman akan filosofi ini menawarkan sudut pandang baru dalam melihat perjalanan hidup manusia. Ia mengingatkan kita bahwa dengan mengingat dan menghormati mereka yang telah tiada, kita tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga memperkuat makna kehidupan itu sendiri.