5 Fakta Masjid Agung Banten: Misteri Pembangunan Tanpa Paku dan Kekuatan Budaya
- Kementerian Keuangan
Lifestyle – Masjid Agung Banten, sebuah mahakarya arsitektur yang berdiri kokoh di Serang, Banten, lebih dari sekadar tempat ibadah. Ia adalah saksi bisu perjalanan sejarah, cerminan akulturasi budaya, dan warisan keagamaan yang tak ternilai harganya. Bagi para penjelajah sejarah dan pecinta arsitektur, masjid ini selalu menawarkan kisah yang menarik untuk digali.
Salah satu misteri yang paling sering diperbincangkan adalah pertanyaan, "Benarkah masjid ini dibangun tanpa menggunakan paku?" Untuk menjawab rasa penasaran tersebut dan menyingkap keunikan lainnya, mari kita selami 5 fakta menarik seputar Masjid Agung Banten yang mungkin belum banyak diketahui.
1. Simbol Akulturasi Budaya yang Megah
Masjid Agung Banten adalah contoh sempurna dari perpaduan budaya yang harmonis. Arsitektur bangunannya tidak hanya mengadopsi gaya tradisional Jawa dan lokal, tetapi juga sentuhan Tiongkok, Arab, dan Eropa. Pengaruh Tiongkok sangat terlihat pada desain menara masjid yang menyerupai mercusuar atau pagoda, yang konon dirancang oleh arsitek Tiongkok bernama Tje Cih Liem atau Cek Eng.
Bentuk atap limasan bersusun tiga yang merupakan ciri khas arsitektur Jawa, berpadu dengan menara yang unik, menciptakan tampilan yang memukau dan berbeda dari masjid-masjid pada umumnya. Perpaduan ini tidak hanya memperindah bangunan, tetapi juga mencerminkan keterbukaan dan toleransi Kesultanan Banten pada masa lampau dalam menerima berbagai pengaruh budaya.
2. Benarkah Dibangun Tanpa Paku? Sebuah Kisah Taktik Arsitektural
Mitos tentang pembangunan Masjid Agung Banten tanpa paku adalah salah satu daya tarik utamanya. Sebenarnya, mitos ini tidak sepenuhnya benar, tetapi memiliki dasar yang menarik. Pembangunan masjid ini memang menggunakan teknik sambungan kayu tradisional yang disebut "pasak" atau "purus," di mana balok-balok kayu disatukan dengan cara saling mengunci, tanpa bantuan paku besi.