Desa Penglipuran Bali Ini Disebut Terbersih di Dunia, Gimana Kondisinya Sekarang?

Desa Penglipuran
Sumber :
  • Wonderful Indonesia

LifestyleBali tidak hanya dikenal sebagai surga wisata pantai dan budaya, tetapi juga sebagai rumah bagi salah satu desa wisata paling ikonik dan inspiratif di dunia: Desa Penglipuran. Terletak di Kabupaten Bangli, desa ini telah mendapat pengakuan internasional sebagai salah satu desa terbersih di dunia, sejajar dengan Giethoorn di Belanda dan Mawlynnong di India. Predikat tersebut tidak hanya mencerminkan kebersihan fisik lingkungan, tetapi juga mencerminkan kuatnya nilai-nilai budaya, tata kelola masyarakat, dan kearifan lokal yang dilestarikan hingga saat ini.

Gak Nyangka! Tempat Ini Lebih Indah dan Sepi dari Raja Ampat

Namun, dengan meningkatnya popularitas, kondisi Desa Penglipuran kini menghadapi tantangan baru: bagaimana menjaga keaslian dan keberlanjutan di tengah lonjakan wisatawan?

Predikat Desa Terbersih dan Reputasi Global

Eksplorasi Pulau Tak Berpenghuni di Kei, Sehari Menjadi Robinson Crusoe Bisa ke Mana Aja?

Desa Penglipuran telah mencuri perhatian dunia berkat konsep desa wisata berkelanjutan yang dijalankannya secara konsisten. Penghargaan dari Green Destinations Foundation dan masuknya desa ini dalam daftar 54 desa terbaik dunia versi UN Tourism tahun 2023 menjadi bukti komitmen masyarakat setempat dalam menjaga lingkungan, budaya, serta keterlibatan aktif dalam pariwisata.

Arsitektur tradisional Bali yang masih dipertahankan, jalan-jalan bersih tanpa sampah, serta sistem pengelolaan sampah yang berbasis komunitas menjadi daya tarik utama desa ini. Setiap rumah memiliki arsitektur seragam dengan pekarangan tertata rapi. Selain itu, masyarakat menerapkan nilai-nilai adat dan budaya dalam kehidupan sehari-hari, termasuk pelestarian kawasan suci dan penghormatan terhadap alam.

Pantai Tanpa Jejak, Inilah 5 Hidden Gems di Kepulauan Kei yang Belum Banyak Diketahui

Lonjakan Kunjungan Wisatawan: Antara Anugerah dan Tantangan

Dengan meningkatnya eksposur melalui media sosial dan pengakuan internasional, Desa Penglipuran mengalami lonjakan kunjungan wisatawan yang sangat signifikan. Sepanjang tahun 2024, jumlah wisatawan yang berkunjung menembus angka satu juta orang. Khusus pada masa libur Idul Fitri 2025, tercatat 35.742 wisatawan domestik mengunjungi desa ini, dengan puncaknya mencapai 7.000 orang dalam sehari. Pada libur Tahun Baru 2025, jumlah kunjungan mencapai 2.700 wisatawan hanya dalam satu hari.

Fenomena ini tentu menguntungkan dari sisi ekonomi, namun juga memunculkan tantangan serius terkait overtourism. Kemacetan lalu lintas sepanjang satu kilometer, keterbatasan lahan parkir, serta potensi gangguan terhadap kenyamanan warga menjadi persoalan yang tidak bisa diabaikan. Untuk itu, diperlukan strategi pengelolaan yang cermat agar lonjakan kunjungan tidak justru mengancam daya tarik utama desa ini.

Inovasi dan Pengelolaan Berkelanjutan

Menanggapi lonjakan kunjungan, pemerintah desa dan pengelola pariwisata setempat telah mengambil berbagai langkah strategis. Salah satu upaya utama adalah pengembangan kawasan hutan bambu seluas 45 hektare yang terletak di sekitar desa. Kawasan ini tidak hanya menjadi ruang hijau pelengkap, tetapi juga dirancang sebagai area wisata tambahan dengan fasilitas kafe bambu, warung kecil, dan jalur trekking yang ramah lingkungan.

Selain itu, desa ini juga mulai memperkuat atraksi budaya dengan melibatkan generasi muda. Pertunjukan seni tradisional seperti tari bebarongan yang ditampilkan oleh pemuda lokal menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan yang ingin menyaksikan kekayaan budaya Bali secara langsung.

Dukungan dari Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Bali juga menggarisbawahi pentingnya kajian mendalam terhadap kapasitas daya dukung destinasi. Penggunaan teknologi digital untuk pemesanan tiket, pembatasan jumlah pengunjung per hari, serta pengaturan waktu kunjungan menjadi solusi jangka menengah yang tengah dikaji bersama stakeholder terkait.

Komitmen terhadap Desa Wisata Regeneratif

Lebih dari sekadar menjaga kebersihan fisik, Desa Penglipuran berupaya menjadi percontohan dalam pengembangan desa wisata regeneratif—yakni pariwisata yang tidak hanya berkelanjutan, tetapi juga memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat. Hal ini tercermin dari prinsip partisipasi aktif warga dalam seluruh aspek pengelolaan wisata, mulai dari pelayanan tamu hingga konservasi budaya dan alam.

Dengan tetap mempertahankan identitas lokal dan menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan, Desa Penglipuran menjadi contoh nyata bahwa pariwisata tidak harus merusak, melainkan bisa menjadi kekuatan untuk membangun dan memulihkan. Pengelolaan yang terencana dan kolaboratif menjadi kunci utama agar desa ini tetap menjadi destinasi unggulan, baik di tingkat nasional maupun internasional.