Pacu Jalur Jadi Sorotan Dunia, Inilah 4 Festival Perahu Dayung Terkenal Milik Indonesia
- Wonderful Indonesia
Lifestyle –Indonesia, dengan kekayaan budaya dan tradisi maritimnya, kembali mencuri perhatian dunia melalui Pacu Jalur, festival perahu dayung dari Kuantan Singingi, Riau. Tradisi ini mendadak viral setelah video seorang anak laki-laki yang menari penuh semangat di ujung perahu menyebar luas di media sosial, bahkan menginspirasi tren “aura farming” yang diikuti para pesohor internasional.
Fenomena ini tidak hanya memperlihatkan keunikan budaya Indonesia, tetapi juga membuka peluang untuk mengenalkan festival perahu dayung serupa di berbagai daerah Nusantara. Dari Sungai Martapura di Kalimantan hingga Sungai Musi di Palembang, tradisi lomba dayung menjadi simbol gotong royong, keberanian, dan kekompakan masyarakat Indonesia. Berikut adalah 4 festival perahu dayung paling meriah di Indonesia yang patut diketahui dunia.
1. Pacu Jalur: Warisan Budaya Riau yang Mendunia
Pacu Jalur
- Wonderful Indonesia
Pacu Jalur, yang berasal dari Kuantan Singingi, Riau, diyakini telah ada sejak abad ke-17. Tradisi ini lebih dari sekadar perlombaan perahu dayung; ia merupakan perwujudan gotong royong dan semangat komunal masyarakat Melayu. Setiap tahun, biasanya pada bulan Agustus, ratusan perahu tradisional sepanjang 25–30 meter berlomba di Sungai Kuantan, dihiasi dengan ukiran warna-warni dan diiringi sorak sorai penonton.
Setiap perahu dikayuh oleh 50–60 pendayung yang bergerak serentak, menampilkan kekuatan dan harmoni. Video viral seorang anak yang menari di ujung perahu telah menarik perhatian global, memperlihatkan dinamika budaya yang hidup dan autentik.
Festival ini biasanya berlangsung selama tiga hari, menawarkan pengalaman budaya yang kaya dengan tarian, musik tradisional, dan pasar rakyat, menjadikannya daya tarik wisata yang tak boleh dilewatkan.
2. Lomba Dayung Jukung: Semarak Kemerdekaan di Banjarmasin
Setiap tanggal 17 Agustus, Sungai Martapura di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, menjadi saksi Lomba Dayung Jukung, tradisi yang telah berlangsung sejak 1924. Banjarmasin, yang dijuluki “Kota Seribu Sungai,” menghidupkan suasana kemerdekaan melalui kompetisi ini, yang melibatkan masyarakat dari berbagai kalangan.
Jukung, perahu tradisional suku Banjar, dulunya digunakan untuk transportasi, perdagangan, dan mencari ikan. Dalam lomba ini, setiap tim mendayung jukung sepanjang 6–8 meter, menampilkan kecepatan dan kekompakan. Selain merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia, lomba ini bertujuan melestarikan warisan maritim suku Banjar.
Pengunjung dapat menikmati suasana meriah dengan dekorasi bendera merah-putih dan kuliner khas Banjar seperti soto banjar di sekitar lokasi acara. Lomba ini tidak memerlukan tiket masuk, menjadikannya atraksi ramah wisatawan.
3. Festival Perahu Naga: Warisan Tionghoa di Sungai Cisadane
Festival Perahu Naga, atau dikenal sebagai Festival Peh Cun, adalah salah satu tradisi perahu dayung tertua di Indonesia yang diadakan di Sungai Cisadane, Tangerang. Mengadopsi budaya Tionghoa, festival ini biasanya digelar setiap bulan Juni untuk memperingati penyair Qu Yuan.
Setiap perahu, yang dihias dengan kepala naga dan ekor berwarna cerah, dikayuh oleh tim beranggotakan 13 orang, dengan seorang penabuh genderang di ujung perahu untuk menjaga irama. Dentuman simbal dan letupan petasan menambah kemeriahan, menciptakan suasana yang memukau bagi penonton.
Festival ini tidak hanya menonjolkan kompetisi dayung, tetapi juga menampilkan budaya Tionghoa melalui tarian barongsai dan kuliner khas seperti bakpao. Acara ini gratis untuk disaksikan, dan lokasinya yang strategis di Tangerang membuatnya mudah diakses dari Jakarta, menarik wisatawan lokal maupun internasional.
4. Lomba Bidar: Simbol Kekompakan di Sungai Musi
Di Palembang, Sumatera Selatan, Lomba Bidar menjadi sorotan setiap perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus. Berlangsung di Sungai Musi, lomba ini mempertandingkan perahu bidar sepanjang 25–30 meter yang dikayuh oleh lebih dari 20 pendayung.
Perahu bidar, dengan desain ramping dan kokoh, melambangkan kegigihan masyarakat Palembang, sementara gerakan mendayung serempak mencerminkan kekompakan dalam meraih tujuan bersama. Selain kecepatan, lomba ini juga dinilai dari estetika perahu, yang sering dihias dengan motif tradisional.
Acara ini menarik ribuan penonton yang memadati tepian Sungai Musi, dengan pasar kaget dan kuliner khas Palembang seperti pempek dan tekwan turut memeriahkan suasana. Tidak ada biaya masuk untuk menonton, dan lokasi yang berada di pusat kota memudahkan akses bagi wisatawan.