Pantang Panggil Nama Pendaki di Gunung Rinjani, Apa yang Terjadi Kalau Dilanggar?

Pemandangan Gunung Rinjani Lombok
Sumber :
  • Pixabay

LifestyleGunung Rinjani, gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia yang terletak di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, bukan hanya destinasi pendakian yang menawarkan panorama alam memukau, tetapi juga kaya akan nilai budaya dan spiritual. Bagi masyarakat Sasak, suku asli Lombok, Gunung Rinjani dianggap sebagai tempat suci yang dihuni oleh makhluk gaib dan roh leluhur. 

10 Hotel dengan Konsep Ekstrem, Nginap di Sini Butuh Adrenalin!

Salah satu pantangan yang kerap digaungkan kepada pendaki adalah larangan memanggil nama seseorang secara langsung, terutama di malam hari atau di kawasan tertentu seperti Danau Segara Anak. Pantangan ini bukan sekadar mitos, melainkan bagian dari kearifan lokal yang bertujuan menjaga keselamatan pendaki. Artikel wisata ini akan mengulas asal-usul pantangan tersebut, potensi konsekuensi jika dilanggar, serta panduan untuk menghormati aturan budaya saat mendaki Rinjani.

Asal-Usul Pantangan Memanggil Nama di Gunung Rinjani

Pantangan memanggil nama pendaki di Gunung Rinjani berakar dari kepercayaan masyarakat Sasak bahwa gunung ini adalah tempat tinggal makhluk gaib, termasuk jin dan roh penjaga. Menurut tradisi lisan, menyebut nama seseorang di malam hari dapat menarik perhatian entitas gaib yang kemudian bisa "mencuri" jiwa atau menyebabkan orang tersebut tersesat. 

Larangan Lip-Syncing di Turkmenistan, Ternyata Ini Tujuannya

Kepercayaan ini diperkuat oleh cerita-cerita turun-temurun tentang pendaki yang hilang atau mengalami kejadian aneh setelah nama mereka dipanggil di tempat-tempat tertentu, seperti di sekitar Danau Segara Anak atau puncak Rinjani.

Selain aspek mistis, larangan ini juga memiliki makna praktis. Di lingkungan gunung yang sepi dan berangin, suara panggilan dapat memicu kebingungan, terutama jika ada pendaki lain dengan nama yang mirip. Hal ini dapat menyebabkan seseorang tersasar atau kelompok terpecah. Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTGR) pun sering mengingatkan pendaki untuk mematuhi aturan adat ini sebagai bagian dari protokol keselamatan.

Konsekuensi Jika Pantangan Dilanggar

Negara Serba Putih, Mobil Warna Hitam Harus Dicat Ulang!

Meski belum ada bukti ilmiah yang menghubungkan pelanggaran pantangan ini dengan kejadian tertentu, banyak laporan anekdotal dari pendaki yang mengalami pengalaman tak biasa. Beberapa pendaki mengaku mendengar suara aneh, merasa diikuti, atau bahkan kehilangan orientasi setelah nama mereka dipanggil di malam hari. Dalam kasus yang lebih serius, ada cerita tentang pendaki yang tersesat selama berjam-jam atau mengalami gangguan kesehatan mendadak, yang oleh masyarakat lokal dikaitkan dengan kemarahan roh penjaga gunung.

Sebagai contoh, pada tahun 2017, seorang pendaki bernama Siti Mariam dilaporkan hilang di Rinjani. Meski akhirnya ditemukan selamat, kejadian ini memicu diskusi tentang pentingnya mematuhi pantangan lokal, termasuk larangan memanggil nama. Selain itu, pelanggaran aturan adat juga dapat menimbulkan ketidakharmonisan dengan masyarakat setempat, yang menganggap Rinjani sebagai situs sakral. Pendaki yang tidak menghormati adat istiadat berisiko mendapat teguran dari pemandu lokal atau bahkan masuk daftar hitam Taman Nasional Gunung Rinjani.

Tips Menghormati Pantangan dan Mendaki dengan Aman

Untuk menghormati pantangan ini, pendaki disarankan menggunakan panggilan alternatif, seperti nama panggilan, kode, atau isyarat non-verbal, terutama di malam hari. Berikut beberapa panduan praktis untuk mendaki Gunung Rinjani dengan aman dan menghormati budaya lokal:

  1. Ikuti Arahan Pemandu Lokal: Pemandu resmi biasanya memahami adat istiadat dan akan memberi tahu pendaki tentang pantangan yang perlu diikuti. Pastikan Anda mendaki bersama pemandu yang terdaftar di BTGR.
  2. Hindari Berbicara Keras di Malam Hari: Selain untuk menghormati pantangan, menjaga ketenangan juga membantu mengurangi risiko menarik perhatian hewan liar atau memicu kepanikan di antara pendaki lain.
  3. Patuhi Aturan Taman Nasional: BTGR memiliki sejumlah aturan, termasuk larangan membuang sampah sembarangan dan mendaki secara ilegal. Pelanggaran aturan ini dapat mengakibatkan pendaki masuk daftar hitam, seperti yang dialami 52 pendaki pada Mei 2025 karena meninggalkan sampah.
  4. Persiapkan Fisik dan Mental: Mendaki Rinjani membutuhkan stamina yang baik. Kondisi medan yang menantang, seperti jalur Letter E yang terkenal sulit, dapat menguras energi dan memengaruhi konsentrasi.
  5. Bawa Peralatan yang Memadai: Pastikan membawa peralatan pendakian yang sesuai, termasuk senter, peta, dan alat komunikasi darurat, untuk mengantisipasi situasi tak terduga.

Pentingnya Menghormati Kearifan Lokal

Menghormati pantangan memanggil nama di Gunung Rinjani bukan hanya tentang menghindari risiko mistis, tetapi juga menunjukkan rasa hormat terhadap budaya dan tradisi masyarakat Sasak. Rinjani bukan sekadar destinasi wisata, tetapi juga simbol spiritual bagi penduduk lokal. Dengan mematuhi aturan adat, pendaki turut menjaga harmoni antara manusia, alam, dan nilai-nilai budaya yang telah diwariskan selama berabad-abad.

Pendakian Gunung Rinjani menawarkan pengalaman yang tak terlupakan, mulai dari keindahan Danau Segara Anak hingga panorama sunrise di puncak. Namun, keindahan ini hanya dapat dinikmati sepenuhnya jika pendaki memahami dan menghormati aturan yang berlaku. Dengan mempersiapkan diri secara fisik, mental, dan budaya, perjalanan Anda ke Rinjani akan menjadi petualangan yang aman dan bermakna.