Bukannya Gak Punya Sandal, Inilah Penyebab Suku Baduy Dalam Selalu Berjalan Tanpa Alas Kaki

Baduy
Sumber :
  • Wonderful Indonesia

LifestyleSuku Baduy Dalam, yang bermukim di Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Banten, dikenal sebagai komunitas adat yang mempertahankan tradisi leluhur dengan ketat. Salah satu keunikan yang menarik perhatian wisatawan adalah kebiasaan mereka berjalan tanpa alas kaki, bahkan saat menempuh perjalanan puluhan kilometer melintasi medan pegunungan yang terjal. 

Penyebab Batu Keramat di Sungai Ciujung Baduy Gak Boleh Disentuh Sembarangan

Kebiasaan ini sering disalahartikan sebagai keterbatasan ekonomi, padahal di baliknya tersimpan nilai budaya, filosofi mendalam, dan kearifan lokal yang erat kaitannya dengan hubungan harmonis antara manusia dan alam. 

Artikel ini mengupas penyebab Suku Baduy Dalam memilih berjalan tanpa alas kaki, disertai dengan elemen mistis, misteri, dan mitos yang menjadikan kawasan ini destinasi wisata horor yang memikat. Dengan tradisi seperti Seba dan kepercayaan Sunda Wiwitan, Baduy Dalam menawarkan pengalaman wisata budaya yang autentik sekaligus penuh aura gaib.

Latar Belakang Suku Baduy Dalam

Hutan Kanekes Baduy Konon Punya Penjaga Alam dari Pelancong Nakal, Begini Faktanya!

Suku Baduy, atau dikenal sebagai Urang Kanekes, terbagi menjadi dua kelompok: Baduy Dalam dan Baduy Luar. Baduy Dalam tinggal di wilayah terisolasi di tiga kampung utama, yaitu Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik, yang terletak di kaki Pegunungan Kendeng. Mereka menjalani kehidupan tanpa teknologi modern, seperti listrik, kendaraan bermotor, atau peralatan elektronik, sebagai bentuk kepatuhan terhadap adat leluhur.

Baduy Dalam menganut ajaran Sunda Wiwitan, yang berfokus pada penghormatan terhadap arwah leluhur dan kekuatan alam. Kepercayaan ini memengaruhi setiap aspek kehidupan mereka, termasuk larangan menggunakan alas kaki. Arca Domas, situs keramat yang diyakini sebagai pusat penciptaan bumi, menjadi salah satu simbol misteri dan mistis dalam budaya mereka.

Alasan Berjalan Tanpa Alas Kaki

Santet Baduy Paling Membahayakan, Mitos atau Fakta?

Berjalan tanpa alas kaki bagi Suku Baduy Dalam bukan sekadar tradisi, melainkan wujud penghormatan terhadap bumi. Mereka percaya bahwa kontak langsung dengan tanah memperkuat ikatan spiritual dengan alam, yang dianggap sebagai sumber kehidupan. Kebiasaan ini juga mencerminkan kesederhanaan dan penghindaran dari materialisme.

Menurut adat Baduy Dalam, alas kaki dianggap memisahkan manusia dari energi alami bumi. Larangan ini merupakan bagian dari sejumlah pantangan lain, seperti tidak menggunakan kendaraan bermotor atau bahan kimia, yang bertujuan menjaga kelestarian lingkungan. Pelanggaran terhadap pantangan ini diyakini dapat mengundang kemurkaan leluhur, menambah unsur mistis dalam tradisi mereka.

Manfaat Fisik dan Psikologis

Studi ilmiah, seperti yang dikutip dari Very Well Health, menyebutkan bahwa berjalan tanpa alas kaki dapat memperbaiki postur, meningkatkan keseimbangan, dan mengurangi stres. Suku Baduy Dalam, yang terbiasa berjalan di medan alami, memiliki telapak kaki yang kuat dan tebal, memungkinkan mereka menempuh jarak jauh tanpa cedera. Kebiasaan ini juga diyakini memiliki efek menenangkan, selaras dengan filosofi hidup harmonis mereka.

Tradisi Seba: Bukti Ketangguhan Fisik

Tradisi Seba, ritual tahunan Suku Baduy untuk menyampaikan hasil bumi kepada pemerintah daerah, menjadi momen yang menonjolkan ketangguhan fisik mereka. Masyarakat Baduy Dalam berjalan kaki sejauh 120 kilometer dari Desa Kanekes ke Serang dalam tiga hari, tanpa alas kaki. Ritual ini tidak hanya menunjukkan stamina luar biasa, tetapi juga memperkuat identitas budaya mereka.

Selama perjalanan Seba, masyarakat Baduy Dalam diyakini menggunakan mantra-mantra kuno untuk menjaga stamina dan melindungi diri dari bahaya. Cerita tentang telapak kaki yang tidak terluka meski menginjak duri atau paku menambah aura misteri. Beberapa warga lokal percaya bahwa kekuatan ini berasal dari ramuan tradisional, seperti daun Keras Tulang, yang dipercaya memperkuat tulang dan otot.

Daya Tarik Wisata Horor dan Mistis

Wisata ke Baduy Dalam menawarkan pengalaman unik bagi pecinta wisata horor dan budaya. Pengunjung dapat menyaksikan kehidupan tradisional, seperti pembuatan kerajinan anyaman, rumah adat tanpa paku, dan ritual adat yang sarat makna. Namun, aturan ketat, seperti larangan memotret atau menggunakan sabun, menambah kesan mistis bagi wisatawan.

Baduy Dalam dikelilingi oleh cerita mistis, seperti keberadaan kuburan yang tidak terlihat atau fenomena gaib di hutan adat. Mitos tentang leluhur yang mengawasi melalui hutan primer (leuweung kolot) membuat kawasan ini menarik bagi penggemar wisata horor. Pengalaman ini diperkuat oleh suasana hutan yang asri dan minim penerangan, menciptakan nuansa misterius.

Wisatawan diwajibkan menghormati adat setempat, seperti tidak membuang sampah sembarangan atau melanggar pantangan. Pelanggaran aturan, seperti memotret di area terlarang, konon dapat memicu kejadian mistis, seperti teguran dari tokoh adat atau gangguan gaib. Panduan dari pemandu lokal sangat penting untuk memastikan kunjungan berjalan aman dan hormat.

Kearifan Lokal dan Pelestarian Budaya

Suku Baduy Dalam dikenal dengan semangat gotong royong, terutama saat berpindah ke lahan yang lebih subur. Kebiasaan ini mencerminkan kearifan lokal dalam menjaga keseimbangan alam. Rumah adat mereka, yang seragam tanpa memandang status sosial, menunjukkan nilai kesetaraan yang kuat.

Meski terisolasi, Baduy Dalam menghadapi tantangan dari modernisasi dan kunjungan wisatawan. Pemerintah dan komunitas lokal berupaya menjaga kelestarian budaya mereka melalui pengaturan kunjungan wisata dan edukasi kepada pengunjung tentang pentingnya menghormati adat.

Tradisi berjalan tanpa alas kaki dan kehidupan sederhana Baduy Dalam memberikan pelajaran berharga tentang keberlanjutan dan hubungan manusia dengan alam. Dalam konteks wisata horor, nilai-nilai ini menambah daya tarik kawasan sebagai destinasi yang tidak hanya menawarkan keindahan alam, tetapi juga pengalaman spiritual dan budaya yang mendalam.