Masih Banyak yang Keliru, Bagaimana Pola Asuh untuk Membesarkan Anak Berprestasi?

Ilustrasi anak berprestasi
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Dalam dunia parenting modern, keinginan orang tua untuk membesarkan anak yang berprestasi sering kali dibarengi dengan penerapan pola asuh yang justru kontraproduktif. Alih-alih mendorong anak mencapai potensi terbaiknya, sebagian orang tua tanpa sadar menekan, membatasi, atau membentuk anak sesuai ekspektasi pribadi, bukan berdasarkan minat dan bakat sang anak. 

Kenali Tanda-Tanda Anak Bosan atau Cemas Selama Libur Panjang

Padahal, prestasi sejati tidak hanya ditentukan oleh nilai akademik, melainkan juga melibatkan perkembangan emosi, sosial, dan karakter anak secara utuh.

Penting untuk memahami bahwa pola asuh adalah fondasi utama dalam pembentukan kepribadian dan pencapaian anak. Sebuah studi dari American Psychological Association menyatakan bahwa hubungan yang sehat antara orang tua dan anak, ditambah dengan komunikasi terbuka serta dukungan emosional, berkontribusi besar terhadap pencapaian akademik dan non-akademik anak. Sayangnya, masih banyak kesalahpahaman dalam praktik parenting yang menyebabkan anak merasa tertekan, tidak percaya diri, bahkan mengalami masalah psikologis di kemudian hari.

Kesalahan Umum dalam Pola Asuh Anak

Terapkan 5 Hal Ini, Anak Dijamin Berprestasi di Sekolahnya!

Meskipun niat orang tua umumnya baik, kesalahan dalam pola asuh tetap sering terjadi. Berikut beberapa bentuk kekeliruan yang banyak ditemukan di masyarakat:

1. Terlalu Menekan Anak dengan Target Tinggi

Banyak orang tua menetapkan standar tinggi tanpa mempertimbangkan kemampuan atau kesiapan anak. Tekanan berlebihan ini dapat menimbulkan stres, kecemasan, dan kehilangan motivasi intrinsik dalam belajar. Alih-alih merasa tertantang, anak justru merasa terbebani.

2. Membandingkan Anak dengan Orang Lain

7 Tips Membersihkan Bunga Es di Kulkas, Awas Jangan Sampai Menumpuk dan Bikin Listrik Boros!

Membandingkan anak dengan teman sebaya, saudara kandung, atau figur sukses lainnya kerap dimaksudkan untuk memotivasi. Namun, hal ini sering kali berdampak negatif terhadap harga diri anak. Mereka merasa tidak cukup baik dan mulai kehilangan rasa percaya pada dirinya sendiri.

3. Kurang Memberi Ruang Eksplorasi

Beberapa orang tua cenderung mengarahkan anak secara kaku pada bidang yang mereka anggap menjanjikan, seperti sains atau matematika. Padahal, minat anak bisa saja berbeda. Tanpa ruang untuk eksplorasi, anak sulit mengembangkan potensi dan kreativitasnya secara optimal.

4. Kurangnya Komunikasi Dua Arah

Komunikasi dalam pola asuh yang sehat bersifat dua arah, bukan hanya perintah sepihak dari orang tua. Jika anak merasa tidak didengar atau dihargai pendapatnya, mereka akan cenderung tertutup dan tidak menjadikan orang tua sebagai tempat berbagi masalah.

5. Mengabaikan Kondisi Emosional Anak

Aspek emosional sering kali diabaikan demi mengejar prestasi akademik. Padahal, kecerdasan emosional (emotional intelligence) berperan penting dalam keberhasilan anak di masa depan. Anak yang tidak mendapatkan dukungan emosional berisiko mengalami gangguan psikologis, seperti depresi atau kecemasan.

Pola Asuh yang Mendukung Anak Berprestasi

Pola asuh yang efektif dalam menunjang prestasi anak adalah yang mampu menyeimbangkan tuntutan dan dukungan. Berikut beberapa prinsip dasar yang disarankan oleh para ahli parenting:

1. Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis melibatkan komunikasi terbuka, penghargaan terhadap pendapat anak, dan pemberian batasan yang jelas. Gaya ini terbukti efektif dalam membentuk anak yang mandiri, bertanggung jawab, dan berprestasi karena mereka merasa didukung namun tetap diarahkan.

2. Mendukung Minat dan Bakat Anak

Setiap anak memiliki keunikan. Orang tua perlu mengenali minat dan bakat anak sejak dini melalui observasi dan keterlibatan aktif dalam aktivitas anak. Ketika anak diberikan kesempatan untuk menekuni hal yang disukai, mereka akan termotivasi dan menunjukkan performa yang optimal.

3. Komunikasi Terbuka dan Positif

Membangun kepercayaan melalui komunikasi yang jujur dan empatik menjadi kunci penting dalam pola asuh yang sehat. Anak yang merasa dihargai akan lebih terbuka menerima saran dan bimbingan dari orang tua.

4. Evaluasi yang Membangun, Bukan Menghakimi

Pujian yang tulus dan kritik yang membangun dapat meningkatkan motivasi anak untuk terus berkembang. Hindari komentar yang merendahkan atau bernada mengejek, karena hal ini dapat menghancurkan semangat belajar anak.

5. Disiplin Tanpa Kekerasan

Kedisiplinan penting, tetapi harus diterapkan tanpa kekerasan fisik maupun verbal. Metode time-out, konsekuensi logis, atau sistem penghargaan jauh lebih efektif dalam membentuk karakter dan tanggung jawab anak.

Prestasi anak tidak hanya berkaitan dengan nilai rapor, tetapi juga melibatkan kemampuan berpikir kritis, pengendalian diri, empati, dan kerja sama. Orang tua disarankan agar orang tua fokus pada proses belajar anak, bukan sekadar hasil akhirnya.