Kenapa Ibu Lebih Sering Bertengkar Sama Anak Perempuannya Dibanding Anak Laki-laki? Ini Jawabannya!
- iStock
Di sisi lain, ibu sering kali merasa tersinggung, seolah-olah ditolak sebagai sosok yang dulu sangat dihormati oleh anaknya. Inilah dinamika emosional yang rumit.
Selain faktor emosional, ada juga tekanan sosial yang membentuk pola hubungan ini. Dalam banyak budaya termasuk di Indonesia, anak perempuan sering dibesarkan dengan lebih banyak aturan dan ekspektasi seperti harus sopan, anggun, patuh, pintar, dan bisa mengurus rumah.
Ibu, yang hidup dengan nilai-nilai tersebut sejak muda, merasa memiliki tanggung jawab untuk ‘mentransfer nilai’ itu kepada anak perempuannya. Masalahnya, dunia sudah berubah. Gaya hidup anak-anak zaman sekarang jauh lebih ekspresif dan bebas. Ketika ibu berusaha menjaga nilai lama, anak merasa dikekang dan tidak dipercaya.
Menurut Damour, ini disebut sebagai gendered pressure, tekanan yang diwariskan dari satu generasi perempuan ke generasi berikutnya, tanpa disadari. Sebab bentuknya bukan larangan kasar, tapi berupa komentar halus seperti:
- “Kamu nggak malu pakai baju kayak gitu?”
- “Mama dulu waktu seumur kamu, nggak pernah keluar malam.”
- “Jangan ketawa keras-keras, nggak sopan kelihatannya.”
Kalimat seperti ini terdengar seperti perhatian, tapi bisa terasa seperti kritik keras bagi anak. Dari situlah awal pertengkaran sering muncul.
Sebaliknya, relasi ibu dan anak laki-laki cenderung lebih rileks. Banyak ibu secara sadar maupun tidak, membebaskan anak laki-laki mereka lebih banyak. Ketika anak laki-laki bersikap pasif atau tidak terlalu komunikatif, ibu cenderung memaklumi. ‘Namanya juga cowok, nggak suka cerita,’ begitu biasanya.