Meluruskan Mitos Childfree yang Beredar, Bukan Orang yang Anti-Anak!

Ilustrasi kebebasan perempuan
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Pilihan untuk tidak memiliki anak, yang dikenal sebagai gaya hidup childfree, semakin mendapat perhatian di masyarakat modern. Namun, di balik popularitasnya, muncul berbagai mitos yang kerap kali menimbulkan salah paham. Banyak yang menganggap bahwa individu atau pasangan yang memilih hidup childfree adalah mereka yang tidak menyukai anak-anak atau bahkan memiliki pandangan negatif terhadap kehadiran anak. 

Larangan Tak Tertulis di Jalur Pendakian Merapi, Inilah Mitos yang Masih Dipatuhi

Padahal, kenyataannya jauh lebih kompleks dan beragam. Artikel ini bertujuan untuk meluruskan mitos seputar childfree, memberikan pemahaman yang mendalam tentang alasan di balik pilihan ini, serta menghapus stigma yang tidak berdasar. Dengan pendekatan yang informatif, mari kita eksplorasi fakta-fakta yang sering terabaikan.

Apa Itu Childfree dan Bedanya dengan Childless?

Sebelum menyelami mitos, penting untuk memahami definisi childfree. Istilah ini merujuk pada individu atau pasangan yang secara sadar memilih untuk tidak memiliki anak, baik karena alasan pribadi, finansial, lingkungan, maupun filosofis. Berbeda dengan childless, yang menggambarkan seseorang yang ingin memiliki anak tetapi belum atau tidak bisa memilikinya karena berbagai faktor, childfree adalah keputusan aktif dan sukarela. Pemahaman ini menjadi dasar untuk menghindari generalisasi yang keliru.

Alasan Generasi Muda Memilih Childfree, Pilihan atau Tekanan?

Sayangnya, di Indonesia, istilah childfree sering kali disalahartikan. Banyak yang menganggap bahwa pilihan ini identik dengan ketidaksukaan terhadap anak-anak. Padahal, banyak individu childfree yang justru menyukai anak-anak, senang berinteraksi dengan mereka, atau bahkan berkontribusi dalam kehidupan anak-anak melalui peran sebagai pengajar, paman, tante, atau relawan.

Mitos 1: Childfree Berarti Anti-Anak

Salah satu mitos terbesar adalah anggapan bahwa orang childfree tidak menyukai anak-anak. Faktanya, keputusan untuk tidak memiliki anak tidak selalu berkaitan dengan sikap terhadap anak itu sendiri. Banyak pasangan childfree memilih gaya hidup ini karena mereka ingin fokus pada karier, hobi, atau hubungan mereka tanpa tanggung jawab mengasuh anak. 

Survei Terbaru: Tren Pasangan Muda di Perkotaan Lebih Memilih Childfree

Sebuah studi dari Universitas Michigan (2021) menunjukkan bahwa 60% individu childfree di Amerika Serikat menyatakan bahwa mereka menikmati kehadiran anak-anak dalam lingkungan mereka, tetapi tidak ingin memiliki anak sendiri karena alasan pribadi.

Di Indonesia, di mana budaya kekeluargaan sangat kuat, pilihan childfree sering kali dianggap menentang norma sosial. Namun, ini tidak berarti mereka menolak nilai keluarga atau kehadiran anak. Sebaliknya, mereka mungkin ingin mendefinisikan “keluarga” dengan cara yang berbeda, seperti mempererat hubungan dengan pasangan, orang tua, atau komunitas.

Mitos 2: Childfree Hanya untuk Orang yang Egois

Mitos lain yang sering beredar adalah bahwa orang childfree adalah individu yang egois dan hanya memikirkan diri sendiri. Pandangan ini tidak hanya simplistik, tetapi juga mengabaikan keragaman alasan di balik pilihan tersebut. 

Banyak pasangan childfree memilih tidak memiliki anak karena mereka sadar akan tanggung jawab besar yang menyertai peran sebagai orang tua. Mereka mungkin merasa belum siap secara emosional, finansial, atau mental untuk memberikan kehidupan yang optimal bagi anak.

Selain itu, beberapa individu childfree memiliki alasan yang justru berorientasi pada kepentingan yang lebih luas. Misalnya, kekhawatiran terhadap overpopulasi atau dampak lingkungan sering menjadi pertimbangan. 

Menurut laporan dari Environmental Research Letters (2017), keputusan untuk tidak memiliki anak di negara maju dapat mengurangi jejak karbon seseorang secara signifikan. Alasan ini menunjukkan bahwa pilihan childfree tidak selalu didasarkan pada kepentingan pribadi, tetapi juga pada kesadaran sosial dan lingkungan.

Mitos 3: Childfree Hanya Tren Sementara

Banyak yang menganggap bahwa childfree hanyalah tren modern yang akan memudar seiring waktu. Namun, data menunjukkan sebaliknya. Di beberapa negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara Eropa, angka kelahiran terus menurun seiring meningkatnya jumlah individu yang memilih gaya hidup childfree. Di Indonesia, meskipun masih relatif kecil, komunitas childfree mulai terbentuk, terutama di kalangan masyarakat urban yang terpapar informasi global.

Pilihan ini juga tidak selalu bersifat impulsif. Banyak individu childfree melalui proses refleksi panjang sebelum memutuskan. Mereka mempertimbangkan aspek finansial, seperti biaya pendidikan dan kesehatan anak, serta dampaknya terhadap keseimbangan hidup. Dengan semakin terbukanya akses informasi dan diskusi tentang childfree di media sosial, pilihan ini justru semakin dipertimbangkan secara matang oleh banyak orang.

Mitos 4: Childfree Akan Menyesal di Hari Tua

Anggapan bahwa orang childfree akan menyesal di masa tua karena tidak memiliki anak yang merawat mereka juga sering muncul. Namun, realitasnya tidak sesederhana itu. Banyak individu childfree merencanakan masa tua mereka dengan baik, seperti melalui investasi, asuransi kesehatan, atau membangun komunitas yang kuat. Selain itu, memiliki anak tidak menjamin seseorang akan terjamin di masa tua, karena dinamika hubungan keluarga sangat bervariasi.

Sebuah survei oleh American Sociological Association (2020) menemukan bahwa tingkat kepuasan hidup di kalangan individu childfree yang berusia lanjut tidak berbeda signifikan dengan mereka yang memiliki anak. Hal ini menunjukkan bahwa kebahagiaan di masa tua lebih bergantung pada perencanaan dan hubungan sosial, bukan semata keberadaan anak.