Kenapa Hari Jumat Identik dengan Makan-Makan? Ini Asal Usul dan Filosofinya
- iStock
Lifestyle –Setiap hari Jumat, suasana di banyak tempat terasa berbeda. Di masjid, selepas salat Jumat, tak jarang ada hidangan gratis dibagikan. Di kantor-kantor, Jumat sering menjadi hari potluck atau makan siang bersama. Bahkan di sekolah, anak-anak tahu bahwa Jumat adalah hari istimewa kadang disambut bubur kacang hijau atau nasi kuning.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di banyak komunitas Muslim di dunia. Pertanyaannya, apakah tradisi makan-makan ini hanya budaya, atau memang ada makna yang lebih dalam?
Menurut ulama kenamaan, Prof. Dr. Quraish Shihab, hari Jumat dalam Islam bukan hanya hari ibadah, tapi juga hari kebersamaan dan keberkahan.
"Makanan adalah salah satu cara menyebarkan berkah itu," ujar beliau.
Yuk, kita telaah lebih dalam mengapa makan-makan begitu erat dengan hari Jumat.
Dalam ajaran Islam, hari Jumat disebut sebagai Sayyidul Ayyam atau penghulu segala hari. Al-Qur’an bahkan menyebutkannya secara khusus dalam Surah Al-Jumu’ah ayat 9–10, di mana umat Muslim diperintahkan untuk segera menuju salat Jumat dan menghentikan aktivitas dunia saat adzan berkumandang.
Selain itu, hadis-hadis Nabi Muhammad SAW menyebut Jumat sebagai:
Hari diciptakannya Nabi Adam
Hari dikabulkannya doa-doa
Hari di mana pahala amal baik dilipatgandakan
Maka tak heran jika banyak umat Islam menjadikan hari Jumat sebagai waktu terbaik untuk beribadah ekstra, bersedekah, dan menebar kebaikan.
Tradisi Makan Setelah Salat Jumat: Dari Masjid hingga Kantor
Tradisi makan bersama setelah salat Jumat sebenarnya bukan hal baru. Di masa Rasulullah SAW, makan bersama adalah bentuk kebersamaan yang sering dilakukan setelah ibadah atau musyawarah.
Di zaman modern, bentuknya berkembang
Di masjid: pembagian nasi kotak, bubur kacang hijau, atau snack sederhana
Di kantor: potluck Jumat, makan bareng se-divisi, atau pesan makanan bersama
Di sekolah: Jumat sehat dengan menu spesial atau jajanan bersama guru
Meskipun bentuknya berubah, semangatnya tetap sama yakni menjadikan hari Jumat sebagai momen untuk berkumpul, berbagi, dan mempererat tali silaturahmi.
Makan-Makan = Sedekah Hari Jumat
Kenapa makanan menjadi pilihan utama untuk sedekah Jumat? Karena makanan adalah kebutuhan paling dasar dan paling mudah menyentuh hati.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa bersedekah pada hari Jumat, maka sedekah itu akan dilipatgandakan pahalanya.” (HR. Ibnu Hibban)
Maka banyak orang yang memanfaatkan momen Jumat untuk bersedekah dengan cara paling praktis yakni dengan membagikan makanan.
Sementara itu, Prof. Quraish Shihab menjelaskan bahwa memberi makan, terutama di hari Jumat, adalah sedekah yang tidak hanya mengenyangkan, tapi juga menyatukan hati dan menumbuhkan empati.
Bahkan jika seseorang tidak mampu bersedekah dalam bentuk uang, ia tetap bisa memberi kebaikan lewat makanan sekalipun hanya sekotak kue atau segelas air minum.
Momen Sosial dan Silaturahmi Lewat Makan Bersama
Di luar konteks agama, hari Jumat juga lekat dengan nuansa sosial. Kantor-kantor sering menjadikan Jumat sebagai hari untuk makan bersama, baik sebagai bentuk apresiasi, pelepas stres, atau sekadar menjaga keakraban tim.
Mengapa makan bersama terasa lebih menyenangkan di hari Jumat?
Karena besoknya akhir pekan, suasana lebih santai
Karena setelah salat Jumat, biasanya ada waktu luang lebih panjang
Karena makan bersama mencairkan sekat formalitas, menjembatani hubungan atasan-bawahan, guru-murid, atau antaranggota komunitas
Dalam budaya kolektif seperti Indonesia, makan bareng bukan sekadar soal isi piring, tapi soal rasa kebersamaan.
Budaya Lokal yang Memperkuat Tradisi Ini
Di banyak wilayah Indonesia, makan-makan di hari Jumat bahkan menjadi tradisi lokal. Contohnya:
Aceh: Jumat sering jadi hari makan nasi briyani bersama di meunasah
Jawa: Bubur, soto, atau tumpeng kecil dibagikan setelah khotbah
Makassar dan Bugis: Dikenal ada acara “Jumat barakka” (berkah Jumat) dengan bagi-bagi makanan khas
Biasanya, makanan tersebut dibuat gotong royong oleh warga, iuran sukarela, atau disumbangkan oleh donatur mingguan.
Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan makan-makan di hari Jumat tidak lahir dari kemewahan, tapi dari semangat berbagi dan guyub.
Apakah Tradisi Ini Wajib?
Secara syariat, tidak ada kewajiban formal untuk makan bersama atau membagikan makanan di hari Jumat. Namun tradisi ini sangat dianjurkan karena:
Mengandung nilai sedekah
Mempererat ukhuwah (persaudaraan)
Menjadi sarana syiar Islam yang lembut dan merakyat
Jadi, bukan soal wajib atau tidak, tapi soal bagaimana kita bisa menghidupkan makna hari Jumat dengan cara yang sederhana dan menyenangkan.
Tips Menghidupkan Tradisi Ini Tanpa Berlebihan
Agar tradisi makan-makan Jumat tetap berjalan sehat dan bermanfaat, berikut beberapa tips:
Jangan fokus pada mewahnya menu
Bubur kacang hijau, kue tradisional, atau air mineral pun sudah cukup bernilai.
Gunakan sistem iuran atau bergiliran
Agar tidak memberatkan satu orang, sistem kolektif lebih adil dan konsisten.
Perhatikan kebersihan dan porsi
Hindari makanan yang cepat basi, serta usahakan tidak ada yang terbuang.
Sampaikan niat baiknya
Beritahu bahwa ini bagian dari sedekah atau kebersamaan, bukan ajang pamer.
Libatkan anak-anak atau remaja
Ajari mereka pentingnya berbagi sejak dini, termasuk dalam urusan makanan.