Pria Pernah Selingkuh, Masih Bisa Tobat dan Setia?

Ilustrasi selingkuh
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle – Perselingkuhan sering kali bukan sekadar kisah pengkhianatan cinta—ia adalah luka dalam yang meninggalkan bekas, tak hanya pada kepercayaan, tapi juga pada jati diri seseorang. Saat seseorang diselingkuhi, dunia bisa terasa runtuh. Bukan hanya hubungan yang goyah, tetapi juga rasa aman, harga diri, dan bayangan masa depan yang dibangun bersama.

Apakah Kebiasaan Selingkuh Bisa Menurun ke Anak? Orang Tua Harus Tahu Hal Ini

Namun yang paling membingungkan adalah ketika sang pelaku ingin kembali. Dia menangis, meminta maaf, bersumpah sudah berubah. Lalu muncullah pertanyaan yang menyiksa di dalam hati ‘Apakah pria yang pernah selingkuh bisa benar-benar tobat dan setia?’

Pertanyaan ini tidak bisa dijawab dengan ya atau tidak semata, karena di baliknya, ada banyak faktor psikologis, emosional, dan bahkan biologis yang memengaruhi perilaku seseorang. Dalam artikel ini, kita akan membedah penjelasan para psikolog ternama dari universitas top dunia serta hasil riset ilmiah terbaru untuk membantu Anda mengambil keputusan dengan kepala dingin—dan hati yang tetap terlindungi.

Pasangan Sudah Sempurna, Tapi Masih Selingkuh, Apa yang Sebenarnya Dicari Pria?

Sebelum lebih jauh kita perlu mengetahui terlebih dahulu alasan dibalik mengapa pria berselingkuh. Menurut peneliti dari Kinsey Institute dan penulis buku Tell Me What You Want, Dr. Justin Lehmiller alasan pria berselingkuh tidak selalu sesederhana "nafsu". Banyak pria justru selingkuh karena merasa tidak dihargai, tidak didengar, atau kehilangan koneksi emosional dengan pasangannya.

Sebagian pria menggunakan perselingkuhan sebagai pelarian dari krisis personal: rasa tidak cukup baik, trauma masa kecil, atau bahkan kebosanan akan rutinitas yang menumpuk. Di sisi lain, tekanan sosial dan budaya yang memaklumi maskulinitas toksik—seperti anggapan pria itu wajar kalau nakal—juga menjadi faktor yang tak bisa diabaikan. Artinya, perselingkuhan sering kali berakar pada masalah dalam diri pria itu sendiri—bukan karena kekurangan dari pasangannya.

Hati-Hati! Begini Cara Perselingkuhan Diam-Diam Bisa Dimulai dari Meja Kantor

Lantas jika sudah berselingkuh apakah pria bisa berubah dan menjadi lebih setia? Jawabannya bisa tapi faktanya tidak semua mau berubah. Pendiri Gottman Institute dan peneliti hubungan selama lebih dari 40 tahun, Dr. John Gottman, menyatakan bahwa orang yang berselingkuh bisa berubah jika ada tiga hal utama:

  1. Kesadaran mendalam akan dampak dari pengkhianatannya
  2. Kemauan untuk bertanggung jawab penuh, tanpa menyalahkan pasangan
  3. Komitmen jangka panjang untuk memperbaiki hubungan, termasuk lewat terapi

Studi dari University of Denver menguatkan hal ini. Dalam riset mereka, sekitar 53 persen partisipan yang pernah selingkuh tidak mengulangi perbuatannya setelah menjalani masa refleksi yang mendalam, terutama jika mereka mengalami konsekuensi emosional dan sosial dari perbuatannya.

Namun, perubahan tidak akan terjadi jika dia hanya takut kehilangan, tanpa benar-benar memahami akar masalahnya. Dan perubahan yang tulus butuh waktu, bukan sekadar permintaan maaf atau janji manis dalam semalam.

Tanda-Tanda Pria Benar-Benar Tobat dan Siap Setia

Menurut psikolog klinis dan dosen di Northwestern University, Dr. Alexandra Solomon perubahan sejati bukan hanya terlihat dari sikap manis, tapi dari tanggung jawab emosional. Berikut ini tanda-tanda pria yang benar-benar ingin berubah:

  • Transparan tanpa diminta. Dia terbuka soal lokasi, isi chat, atau rutinitas, bukan karena dikontrol, tapi karena ingin membangun kepercayaan.
  • Tidak menyembunyikan masa lalu. Dia tidak defensif jika kamu menyinggung kejadian selingkuh. Justru, dia mendengarkan dan mengakui betapa besar luka yang ditimbulkan.
  • Konsistensi perilaku. Bukan hanya janji, tapi tindakan nyata yang berulang. Dia tidak berubah hanya saat ingin dimaafkan, tapi tetap konsisten bahkan saat kamu sedang tidak “mengawasi”.
  • Mau terapi atau konseling. Dia tidak menganggap dirinya "baik-baik saja", tapi justru terbuka untuk belajar dan berkembang secara emosional.
  • Berempati dan peduli pada perasaanmu. Dia tidak menuntut kamu untuk "segera memaafkan", tapi sabar membangun ulang kepercayaan itu—langkah demi langkah.

Meski ada kemungkinan berubah, menerima kembali pasangan yang pernah berselingkuh bukan tanpa risiko. Menurut mendiang Dr. Shirley Glass, penulis buku Not "Just Friends", setelah perselingkuhan, hubungan bisa membaik, bisa juga memburuk, yang paling penting adalah kesiapan kedua pihak untuk benar-benar berubah.

Namun perlu diingat juga bahwa ketika menerima kembali pasangan risiko terbesarnya adalah trauma berulang. Luka lama bisa muncul kembali dalam bentuk kecemasan, overthinking, atau ledakan emosi saat dipicu oleh hal kecil. Jika pasangan belum benar-benar berubah, ada kemungkinan besar dia akan mengulangi pola lama ketika merasa bosan atau tertekan.

Apakah Layak Memberi Kesempatan Kedua?

Tidak ada jawaban absolut untuk ini. Setiap orang punya batas dan nilai yang berbeda yang penting adalah jangan memutuskan karena takut sendiri,  jangan bertahan hanya karena “sudah terlanjur sayang”, dan evaluasi diri sendiri apakah kamu melihat perubahan nyata, atau hanya “topeng” saat dia merasa bersalah?.

Psikolog klinis dari California dan pakar toksik relationship, Dr. Ramani Durvasula menyarankan untuk fokus pada satu pertanyaan utama yakni ‘Apakah kamu merasa aman secara emosional bersamanya, sekarang dan ke depan?’ Jika jawabannya tidak, mungkin yang kamu butuhkan bukan memberi kesempatan, melainkan memberi ruang untuk diri sendiri sembuh.

Berdamai dengan Masa Lalu, Menjaga Masa Depan

Menghadapi kenyataan bahwa seseorang yang kamu cintai pernah mengkhianati bukan perkara mudah. Tapi lebih penting dari masa lalu adalah pilihanmu hari ini. Apakah kamu ingin kembali dan membangun ulang fondasi cinta itu? Atau justru melanjutkan hidup dan membuka peluang baru dengan orang yang menghargaimu tanpa perlu berkhianat lebih dulu?

Apapun pilihanmu, pastikan kamu tetap menjaga dirimu: tubuhmu, hatimu, dan harga dirimu. Karena dalam relasi yang sehat, tidak ada tempat bagi rasa takut, manipulasi, atau luka yang terus dibuka.