Bisa Nggak Sih Cowok dan Cewek Berteman Tanpa Baper? Ini Kata Psikolog!
- Freepik
Lifestyle –'Kita cuma temenan kok!' Kalimat ini sering kita dengar saat seseorang mencoba menjelaskan kedekatannya dengan lawan jenis. Tapi, apakah benar pria dan wanita bisa menjalin pertemanan murni tanpa melibatkan perasaan cinta atau ketertarikan?
Pertanyaan ini sebenarnya bukan hanya soal perasaan, tapi juga menyangkut biologi, psikologi, dan cara kerja otak manusia. Untuk memahami apakah persahabatan lintas gender bisa benar-benar bebas dari baper (bawa perasaan), mari kita tengok penjelasan dari profesor psikologi evolusi dari University of Oxford, Dr. Robin Dunbar yang sudah bertahun-tahun meneliti dinamika hubungan sosial manusia.
Apa Itu Pertemanan Lintas Gender? Pertemanan lintas gender adalah hubungan persahabatan antara pria dan wanita yang tidak dilandasi hubungan romantis maupun seksual. Dalam kehidupan sehari-hari, bentuk pertemanan ini sangat lazim antara teman kuliah, rekan kerja, sahabat masa kecil, hingga partner proyek.
Namun, perbedaan biologis dan cara otak pria dan wanita memproses sinyal sosial membuat hubungan ini lebih kompleks dari sekadar 'teman biasa'. Dunbar menjelaskan bahwa otak manusia diciptakan untuk mengelola sekitar 150 hubungan sosial secara aktif yang disebut sebagai Dunbar’s Number. Dalam jaringan ini, hubungan dengan intensitas tinggi, seperti pertemanan dekat, rentan bercampur dengan keterikatan emosional yang lebih dalam.
Ketertarikan Emosional atau Fisik: Apakah Selalu Ada?
Menurut penelitian Dunbar dan timnya, pertemanan antara pria dan wanita tidak selalu seimbang dalam hal ekspektasi. Pria, dalam banyak kasus, cenderung lebih mudah mengalami ketertarikan terhadap teman wanitanya, bahkan ketika wanita tersebut menganggap hubungan mereka sepenuhnya platonis. Fenomena ini juga dibuktikan oleh studi dari University of Wisconsin pada 2012 yang menyebutkan bahwa pria sering menyimpan harapan romantis, meskipun tidak diungkapkan.
Dunbar mengaitkan hal ini dengan perspektif evolusi pria secara biologis memiliki dorongan untuk 'membaca peluang' dalam hubungan sosial, termasuk dalam pertemanan. Di sisi lain, wanita lebih selektif secara emosional dan cenderung menilai hubungan berdasarkan kepercayaan dan rasa aman bukan hanya ketertarikan fisik.
Alasan Mengapa 'Rasa' Bisa Muncul Diam-Diam
Mengapa perasaan bisa muncul walau awalnya hanya berteman? Dr. Dunbar menyebut bahwa kedekatan emosional, intensitas waktu bersama, dan saling curhat dapat memicu ikatan emosional yang sangat mirip dengan hubungan romantis. Proses ini dikenal dalam psikologi sebagai emotional bonding.
Selain itu, proximity effect (efek kedekatan) dan familiarity bias (makin terbiasa, makin nyaman) dapat memperkuat kemungkinan munculnya rasa suka. Otak kita secara alami merasa lebih aman dan senang dengan hal-hal yang familiar, termasuk orang yang sering bersama kita.
Jadi, jika kamu sering hang out, saling mengandalkan, dan curhat mendalam ke sahabat lawan jenismu, bukan tidak mungkin hubungan itu bisa bergeser jadi sesuatu yang lebih dari sekadar teman.
Apakah Mungkin Menjaga Hubungan Murni Tanpa Cinta? Jawaban singkatnya, mungkin tapi tidak mudah. Dunbar menegaskan bahwa pertemanan lintas gender bisa berjalan sehat dan murni selama kedua pihak memiliki kesadaran tinggi tentang batasan emosional. Kunci utama ada pada kontrol diri, lejujuran terhadap diri sendiri, dan komunikasi terbuka.
Jika salah satu pihak menyimpan harapan tersembunyi, sementara yang lain menganggap hubungan itu sebagai persahabatan biasa, maka hubungan itu tidak lagi seimbang. Ketika batasan kabur, rasa kecewa, cemburu, atau bahkan kehilangan bisa muncul.
Pertemanan sehat antar lawan jenis membutuhkan kedewasaan emosional, kemampuan untuk membedakan kenyamanan dan cinta, serta kesediaan untuk menjaga batas dengan jelas.
Tantangan di Masyarakat: Stigma, Cemburu, dan Salah Paham
Di banyak budaya, termasuk Indonesia, pertemanan antara pria dan wanita sering dicurigai sebagai modus atau disertai niat tersembunyi. Masyarakat kerap sulit menerima bahwa hubungan ini bisa murni dan bebas dari romansa.
Dunbar mengatakan bahwa tekanan budaya dan norma sosial sangat memengaruhi persepsi kita terhadap hubungan. Dalam banyak kasus, bukan hanya orang luar yang salah paham, tetapi pasangan kita juga bisa merasa tidak nyaman jika kita terlalu dekat dengan teman lawan jenis.
Fenomena ini sering disebut sebagai emotional cheating, ketika seseorang merasa pasangannya lebih terhubung secara emosional dengan teman lain dibanding dirinya.
Tips Berteman Sehat Tanpa Rasa
Agar pertemanan lintas gender tetap sehat dan bebas dari baper, berikut beberapa tips praktis yang disarankan oleh Dunbar dan para psikolog sosial:
Tetapkan batas yang jelas
Hindari perilaku ambigu seperti saling peluk tanpa konteks, chatting larut malam tanpa urgensi, atau berbagi rahasia yang terlalu intim.Jangan menggantungkan emosi hanya pada satu teman lawan jenis
Terlalu bergantung bisa menciptakan keterikatan emosional yang sulit dipisahkan dari perasaan cinta.Komunikasikan niat dengan jujur
Jika kamu merasa hubungan mulai melenceng dari pertemanan, lebih baik bicara terbuka daripada pura-pura tidak terjadi apa-apa.Hindari eksklusivitas berlebihan
Kalau kamu hanya “selalu” bersama dia, dan tidak membuka diri ke teman lain, peluang timbulnya rasa akan semakin besar.Jika punya pasangan, tetap transparan
Jangan sembunyi-sembunyi. Jelaskan siapa temanmu, bagaimana hubungan kalian, dan pastikan pasanganmu merasa aman.
Jadi, bisa atau nggak perempuan dan laki-laki bisa berteman? Kalau menurut sains dan penjelasan Robin Dunbar bisa, tapi bukan tanpa risiko.
Pertemanan antara pria dan wanita bisa berjalan sehat dan murni asal dilandasi kesadaran, kejujuran, dan batasan yang jelas. Hal yang bikin jadi rumit adalah ketika perasaan disangkal, atau ketika kedekatan emosional tidak diimbangi komunikasi yang sehat.
Pada akhirnya, kembali ke masing-masing individu apakah kita bisa membedakan antara rasa nyaman, rasa sayang sebagai teman, dan cinta? Jika bisa, maka ya cowok dan cewek bisa temenan tanpa baper.
Kalau kamu sedang dekat dengan sahabat lawan jenis dan bingung apakah itu cuma pertemanan atau sudah mulai melibatkan rasa, mungkin ini saatnya berhenti sejenak dan bertanya “Apa yang sebenarnya aku rasakan?”