Kenapa Laki-Laki Selingkuh Tapi Menyalahkan Pasangannya? Ini Jawaban Psikologinya

Ilustrasi selingkuh
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Pernah nggak kamu berada dalam hubungan di mana pasanganmu ketahuan selingkuh… tapi malah kamu yang disalahkan? Beberapa kalimat andalan mereka mulai dari 'Kamu terlalu cuek', 'Aku kesepian karena kamu berubah', hingga 'Kamu nggak ngerti aku lagi'. Menjadi kalimat yang paling sering diterima oleh korban perselingkuhan.

Cara Atur Uang Gaji Rp1 Juta per Bulan agar Cukup untuk Keperluan Rumah Tangga, Nomor 3 Paling Penting!

 

Padahal kamu hadir, kamu cinta, dan kamu setia. Fenomena pria berselingkuh lalu memutarbalikkan kesalahan ini bukan hal langka. Bukan pula soal ‘drama percintaan’ semata. Menurut psikologi hubungan, ini bisa jadi tanda manipulasi emosional yang dalam, bahkan berkaitan dengan luka batin, sifat narsistik, dan ketidakmatangan emosi.

Bukan Soal Jodoh, Mimpi Ular dalam Islam Bisa Jadi Pertanda Petaka dalam Rumah Tangga hingga Gangguan Jin

 

Kita akan membahasnya, lengkap dengan pandangan dari psikolog klinis dunia yang dikenal luas membedah pola toxic dalam hubungan, terutama yang berkaitan dengan pasangan narsistik, yakni Dr. Ramani Durvasula.

Hati-Hati Orang yang Terlihat Religius, Ternyata Bisa Merebut Pasanganmu! Kenali Ciri Pelakor Syariah

 

 

Ketika Pelaku Justru Jadi Korban

 

Salah satu ciri umum pria selingkuh yang manipulatif adalah playing victim,  mereka membalikkan keadaan agar tampak seperti korban. Contohnya?

'Aku selingkuh karena kamu nggak pernah ada buat aku'. 'Aku ngerasa kosong dalam hubungan ini, dan dia (selingkuhan) datang saat aku butuh'. Hingga 'Aku lelah selalu dimarahi, makanya aku pergi'.

 

Dengan kata-kata seperti itu, pria membuat wanita merasa bersalah, mempertanyakan diri sendiri, dan akhirnya memaafkan padahal luka batinnya belum sembuh.

 

Menurut Dr. Ramani Durvasula, taktik ini disebut reversal of accountability.

“Bagi mereka, jadi korban bukan soal kenyataan, tapi soal narasi. Mereka menciptakan cerita agar bisa tetap dikasihani, bukan dimintai pertanggungjawaban,” jelasnya.

 

 

Dari Sudut Pandang Psikologi: Kenapa Laki-Laki Melakukan Ini?

 

1. Mekanisme Pertahanan Diri (Defense Mechanism)

 

Saat seseorang tak siap menghadapi rasa bersalah, otaknya menciptakan benteng pertahanan. Salah satunya adalah projection, menyalahkan orang lain atas kesalahannya sendiri. Misalnya, pria yang selingkuh justru bilang, 'Aku begini karena kamu terlalu keras', padahal ia yang tak setia.

 

"Orang yang tak bisa menerima rasa bersalah akan mencari kambing hitam dan sayangnya, sering kali yang jadi korban adalah pasangan yang paling dekat," kata  Dr. Ramani. 

 

2. Gangguan Kepribadian Narsistik

 

Pria narsistik adalah mereka yang merasa dirinya selalu benar, tak bisa menerima kritik, dan butuh validasi konstan. Kalau ada konflik, mereka menyerang balik, bukan mengoreksi diri.

 

Selingkuh bagi mereka bukan kesalahan, tapi ‘reaksi sah’ atas ketidaknyamanan dalam hubungan. Bahkan, saat ketahuan, mereka menyudutkan pasangannya.

 

Dr. Ramani menjelaskan bahwa narsistik akan selalu punya alasan. Mereka sangat ahli dalam membuat dirinya tampak sebagai korban, bahkan dalam situasi di mana jelas-jelas mereka pelakunya. Di balik itu semua, mereka sebenarnya takut menghadapi kenyataan bahwa mereka bukan orang baik seperti yang mereka pikirkan.

 

 

3. Pola Asuh & Luka Masa Kecil

 

Banyak pria tumbuh dalam keluarga yang minim kasih sayang, penuh kekerasan verbal, atau tanpa figur ayah yang hangat. Luka masa kecil ini menciptakan inner child yang terluka, haus cinta tapi takut dekat. Ketika masuk hubungan dewasa, mereka bingung, ingin dicintai, tapi takut tersakiti. Maka saat hubungan terasa sulit, mereka lari dan seringnya, ke pelukan orang lain.

 

"Orang dewasa yang tidak belajar meregulasi emosi di masa kecil akan menghindari konflik atau kedekatan. Sering kali, selingkuh adalah bentuk pelarian dari luka batin yang tidak pernah sembuh," kata Dr. Ramani menjelaskan. 

 

4. Ketidakmatangan Emosional

 

Sebagian pria memang belum siap membangun hubungan dewasa. Mereka ingin cinta yang tenang, tapi tak siap menghadapi konflik. Mereka ingin dimengerti, tapi tak bisa berkomunikasi. Saat dihadapkan dengan masalah, mereka lebih memilih kabur, bukan menyelesaikan.

 

Dr. Ramani menyebut mereka sebagai emotionally stunted adult.

"Orang yang belum matang secara emosional akan merasa konflik kecil adalah bencana besar. Mereka akan lari ke tempat yang membuat mereka merasa ‘mudah’, walaupun itu artinya menyakiti orang lain," ungkapnya.

 

Dampaknya ke Wanita: Meragukan Diri Sendiri

 

Hal yang paling menyakitkan bukan cuma diselingkuhi, tapi dibuat merasa bersalah atas luka yang bukan kamu buat. Banyak wanita dalam situasi ini mengalami:

 

  • Penurunan rasa percaya diri

  • Trauma relasi (takut membuka hati)

  • Overthinking dan menyalahkan diri sendiri

  • Bahkan, membenarkan perlakuan buruk pasangannya

 

Dr. Ramani menyebut kondisi ini sebagai bagian dari trauma bond, yaitu ikatan emosi yang terbentuk antara pelaku dan korban manipulasi.

"Korban akan merasa bersalah, kehilangan harga diri, bahkan ragu pada realitasnya sendiri. Ini adalah dampak psikologis serius dari relasi manipulatif yang sering diabaikan," kata dia.

 

 

Tanda-Tanda Kamu Sedang Dimanipulasi oleh Pasangan yang Selingkuh

 

Berikut beberapa sinyal yang perlu kamu waspadai:

 

  1. Dia selalu membalikkan kesalahan padamu
  2. Dia membuatmu merasa terlalu sensitif atau berlebihan
  3. Dia membandingkan kamu dengan “dia” yang katanya lebih perhatian
  4. Dia menangis atau memohon, tapi tidak pernah benar-benar berubah
  5. Kamu merasa harus meminta maaf, meski kamu yang disakiti

 

Kalau kamu merasakan ini berulang kali, bisa jadi kamu sedang berada di hubungan yang manipulatif.

 

 

Lalu, Harus Bagaimana?

 

  1. Sadari bahwa kamu bukan penyebab perselingkuhan.
    Perselingkuhan adalah keputusan sadar, bukan dampak dari sikapmu.

  2. Lepaskan rasa bersalah yang bukan milikmu.
    Kamu boleh refleksi, tapi jangan sampai terbebani atas tindakan orang lain.

  3. Bangun support system.
    Cerita ke sahabat, psikolog, atau komunitas perempuan bisa membantumu berpikir jernih.

  4. Berani mengambil langkah.
    Jika kamu terus disalahkan dan dilukai, kamu berhak memilih pergi, bukan demi balas dendam, tapi demi kewarasan mentalmu sendiri.