Hukum Suami Pinjam Uang ke Istri, Apakah Harus Dilunasi?

Ilustrasi menagih hutang
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle – Dalam bingkai rumah tangga Muslim, seringkali muncul pertanyaan mengenai hukum utang piutang antara suami dan istri, terutama ketika suami berada dalam situasi mendesak dan harus meminjam dana dari istri.

3 Rahasia Parenting ala Rasulullah SAW Masih Relevan sampai Sekarang

Bagaimana syariat memandang akad pinjam meminjam ini? Apakah status pernikahan secara otomatis menghapuskan kewajiban pelunasan utang? Isu ini tidak hanya menyentuh aspek finansial keluarga, tetapi juga menyangkut relasi suami-istri yang dilandasi nilai-nilai religi dan kejujuran.

Secara fundamental, Islam telah memberikan batasan yang jelas mengenai kepemilikan harta antara suami dan istri. Harta yang dimiliki istri dari hasil kerjanya, warisan, atau pemberian, adalah milik penuh istri dan suami tidak berhak mengambilnya tanpa izin. 

Belajar dari Kasus Ponpes Al Khoziny, Ini 5 Hal yang Harus Diteliti Sebelum Masukkan Anak ke Pesantren

Di sisi lain, suami memiliki kewajiban nafkah penuh kepada istri. Namun, ketika kebutuhan mendesak muncul, jalan pintas seringkali mengarah pada tabungan istri.

Memahami Akad Pinjam Meminjam dalam Rumah Tangga

Pertanyaan sentral yang sering diajukan adalah: "Apa hukumnya suami yang meminjam uang istri? Apakah suami harus mengembalikan uang yang ia pinjam dari istri? Bagaimana hukumnya akad utang piutang antara suami dan istri?"

7 Tips Efektif Mengurangi Pengeluaran Harian, Tetap Hidup Nyaman dan Hemat

Menanggapi hal tersebut, ulama terkemuka Buya Yahya memberikan penjelasan yang tegas mengenai prinsip kehati-hatian dalam bermuamalah, bahkan dalam hubungan suami istri. 

Seperti dilansir dari kanal YouTube Buya Yahya, beliau menjelaskan situasi di mana suami sedang butuh uang untuk sebuah keperluan.

"Kalau memang ternyata istri punya tabungan, suami memerlukan, silakan," kata Buya Yahya, dikutip Selasa 7 Oktober 2025.

Ia menggarisbawahi kebolehan pinjaman tersebut asalkan dilakukan dengan persetujuan dan keikhlasan istri.

Penting untuk mencermati akad yang terjadi. Apakah itu pinjaman atau pemberian (hadiah/sedekah). Jika akadnya jelas-jelas adalah pinjam, maka konsekuensi hukumnya berlaku penuh layaknya utang piutang pada pihak lain.

"Kalau suami minjem ya bilang minjem, kalau akadnya pinjam ya pinjam," jelas Buya Yahya.

Meskipun sebagai pasangan suami istri yang terikat dalam ikatan pernikahan, hukum pinjam meminjam tetap bisa berlaku. Apabila akad yang disepakati adalah meminjam, maka suami harus melunasinya.

Kewajiban Pelunasan dan Keikhlasan Istri

Prinsip amanah dalam berutang menjadi poin krusial yang ditekankan dalam ajaran Islam. Jangan merasa sebagai suami lantas tidak melunasi utangnya kepada istri. Sikap ini bukan hanya melanggar prinsip muamalah, tetapi juga berpotensi merusak keharmonisan rumah tangga. 

Utang, dalam pandangan agama, adalah tanggung jawab yang akan dibawa hingga akhirat jika tidak diselesaikan.

Lantas, kapan utang tersebut gugur dari kewajiban suami? Buya Yahya memberikan pengecualian yang bergantung sepenuhnya pada kerelaan istri. Kecuali jika memang sang istri sudah merelakan sehingga suami tidak harus melunasi utangnya.

Jika istri dengan ikhlas dan sadar menyatakan bahwa uang tersebut adalah pemberian atau sedekah, barulah kewajiban melunasi utang suami menjadi gugur. Kerelaan ini harus datang dari hati istri tanpa paksaan.

Intinya, dalam mengelola finansial rumah tangga, kejujuran dan kejelasan akad, terutama dalam urusan utang piutang, adalah kunci. Hubungan suami-istri seharusnya dibangun di atas landasan moral dan agama yang kokoh, di mana hak dan kewajiban masing-masing pihak dihargai dan dipenuhi. 

Menghindari hutang kepada istri tanpa niat melunasi sama saja meremehkan hak milik istri, sebuah sikap yang bertentangan dengan adab dan syariat.