Mengenal Urban Gardening, Tren yang Diam-Diam Bisa Jadi Ladang Cuan Baru
- Freepik
Urban gardening lahir dari kebutuhan masyarakat kota untuk lebih mandiri dalam hal pangan dan lingkungan. Dengan memanfaatkan ruang sempit menggunakan sistem hidroponik, aeroponik, atau vertical garden, siapa pun kini bisa menanam sayuran segar, microgreens, hingga rempah-rempah tanpa perlu lahan luas.
Selain memberikan manfaat lingkungan, praktik ini juga meningkatkan kualitas udara, mengurangi efek panas perkotaan (urban heat island), dan memberikan efek positif terhadap kesehatan mental masyarakat perkotaan.
Melansir dari laporan ZenGreen, urban gardening juga dianggap solusi hijau yang membantu mengurangi emisi karbon dari rantai pasokan pangan. Dengan menanam lebih dekat ke lokasi konsumen, transportasi dan distribusi menjadi lebih efisien, sehingga membantu mengurangi jejak karbon kota.
Urban Gardening sebagai Peluang Bisnis
Banyak perusahaan di luar negeri membuktikan bahwa urban gardening dapat dikembangkan menjadi bisnis yang menguntungkan. Contohnya, Gotham Greens di Amerika Serikat sukses mengoperasikan rumah kaca di atas gedung (rooftop greenhouse) dan memasarkan hasil panen seperti selada dan basil segar langsung ke restoran dan supermarket lokal.
Ada juga Cityblooms, perusahaan yang memproduksi sistem pertanian modular berbasis teknologi, memungkinkan produksi sayur hidroponik di lingkungan urban dengan efisiensi tinggi.
Model bisnis seperti ini bisa diterapkan di berbagai kota besar, termasuk di Indonesia, dengan menyesuaikan kondisi iklim dan ketersediaan ruang. Potensi pasarnya besar, terutama di kalangan konsumen yang peduli terhadap produk organik, restoran yang mencari bahan segar, hingga sektor pariwisata dan perhotelan yang ingin menampilkan konsep green hospitality.