3 Masalah Ekonomi yang Membelit Kelompok Prasejahtera dari Keterbatasan Ambulans hingga Pendidikan
- Freepik
Lifestyle – Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2025 tercatat mencapai 5,12 persen. Di tengah pertumbuhan ekonomi nasional, kelompok masyarakat prasejahtera menghadapi masalah mendasar.
Kemiskinan di Indonesia bukan hanya soal rendahnya pendapatan, tetapi juga keterbatasan akses terhadap kebutuhan dasar yang seharusnya menjadi hak setiap warga negara. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2025, masih ada sekitar 23,85 juta penduduk Indonesia yang masuk kategori prasejahtera.
Kelompok masyarakat ini kerap menghadapi keterbatasan, terutama di wilayah terpencil. Berikut tiga masalah mendasar yang dihadapi masyarakat pra sejahtera di tanah air.
1. Keterbatasan Akses Layanan Kesehatan dan Ambulans Gratis
Kesehatan adalah fondasi produktivitas ekonomi, namun kelompok prasejahtera masih kesulitan mengakses layanan darurat. Salah satu persoalan mendesak adalah ketiadaan ambulans gratis.
Di Indonesia, biaya sewa ambulans berkisar Rp500 ribu hingga Rp1,5 juta per perjalanan. Biaya tersebut jauh di luar jangkauan masyarakat berpenghasilan rendah.
Distribusi layanan juga timpang hanya sekitar 70 persen fasilitas ambulans berada di kota besar sementara daerah terpencil sering harus menunggu berjam-jam untuk bantuan, menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Keterlambatan penanganan darurat meningkatkan angka sehingga berdampak pada berkurangnya mengurangi potensi tenaga kerja produktif.
Melihat kondisi tersebut, PT Permodalan Nasional Madani (PNM) bersama Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) menyalurkanenam unit Ambulans Madani Gratis (AMBUMANIS) di enam wilayah Indonesia meliputi Garut, Mataram, Makassar, Aceh, Banyuwangi, danSerang. Langkah ini menjadi wujud nyata PNM dalam menghadirkan akses kesehatan yang lebih merata bagi masyarakat prasejahtera.
Dalam keterangan resminya, Direktur Utama PNM, Arief Mulyadi menyampaikan bahwa kolaborasi ini merupakan bagian dari komitmen berkelanjutan perusahaan dalam melayani masyarakat. Kehadiran falisiltas ambulan gratis diharapkan dapat membantu kebutuhan darurat kesehatan sekaligus memperkuat upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Ambulans Gratis dari PNM dan BAZNAS
- -
Sebagai informasi, outstanding pembiayaan PNM per Agustus sudah mencapai Rp 52 triliun yang 74 persen bersumber dari pendaan berbasis syariah. Pemberian ambulans gratis ini sebagian dari zakat, infak dan sedekah serta bagian dari dana kelola dari pembiayaan syariah di PNM.
Dengan semangat Kolaborasi Melayani Negeri, PNM berkomitmen melakukan langkah nyata untuk menumbuhkan ekonomi serta menguatkan kepedulian sosial. Bersama mitra dan masyarakat, perusahaan yakin bahwa kebermanfaatan akan terus bergulir membawa harapan dan kehidupan yang lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Kesulitan Memenuhi Kebutuhan Pokok
Harga pangan terus naik dan menjadi pukulan keras bagi kelompok prasejahtera. Data BPS per Juli 2025 menunjukkan inflasi tahunan mencapai 2,87 persen, didorong oleh kenaikan harga beras, daging ayam, dan cabai.
Sementara pendapatan harian buruh informal rata-rata hanya Rp50 ribu–Rp70 ribu. Tidak jarang menimbulkan pilihan dilematis antara membeli pangan bergizi atau membayar sewa rumah.
Ketidakmampuan kelompok prasejahtera dalam emmenuhi kebutuhan pokok berimplikasi terhadap pemenuhan gizi. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2023 mencatat 30 persen anak dari keluarga miskin mengalami gizi buruk.
3. Keterbatasan Akses Pendidikan
Dalam era ekonomi digital, keterampilan adalah aset tetapi jutaan anak prasejahtera masih tertinggal dalam pendidikan. Biaya seragam, buku, hingga transportasi menjadi penghalang.
Data UNICEF 2024 mengungkapkan bahwa 1 dari 10 anak di Indonesia putus sekolah karena faktor ekonomi. Akibatnya, anak putus sekolah sulit bersaing di pasar kerja yang kini didominasi sektor teknologi.
Kemiskinan bukan hanya soal pendapatan, tetapi juga akses pada layanan dasar seperti kesehatan, pangan, dan pendidikan. Jika masalah ini dibiarkan, efek domino terhadap perekonomian nasional akan semakin besar.
Oleh karena itu, pentingnya sinergi antara pemerintah, sektor bisnis, dan komunitas untuk mengatasi masalah mendasar ini. Sehingga kelompok masyarakat prasejahtera bisa bertahan bahkan naik kelas melalui akses layanan publik dan inovasi ekonomi inklusif.