Cerita Pahit Para Job Seeker, Kirim Ratusan hingga Ribuan Surat Lamaran tapi Tak Ada Panggilan
- Freepik
Lifestyle – Persaingan di pasar kerja global kian ketat. Seiring maraknya penggunaan AI dalam proses rekrutmen, fenomena pelamar kerja yang mengirimkan ratusan bahkan ribuan lamaran namun tetap tidak diterima jadi makin umum terjadi.
Meski tampak ekstrem, kondisi ini mencerminkan realitas baru dalam dunia kerja: bukan hanya soal kompetensi, tapi juga adaptasi terhadap sistem seleksi modern yang makin digital.
Jika Anda sedang mencari pekerjaan dan merasa sulit menembus proses seleksi, Anda tidak sendiri. Di berbagai negara, banyak pencari kerja mengalami hal serupa.
Mereka sudah melamar ke puluhan bahkan ribuan lowongan kerja, tapi tetap belum mendapat panggilan atau pekerjaan tetap. Berikut ini adalah beberapa kisah nyata dari luar negeri yang mengungkap realitas pencari kerja saat ini.
1. Jahnavi Shah: 500 Lamaran, Akhirnya Diterima karena Networking
Mengutip dari Business Insider, Jahnavi Shah, lulusan Cornell University, mengaku telah mengirimkan lebih dari 500 lamaran kerja usai lulus kuliah. Ia bahkan menjalani kerja paruh waktu sambil terus melamar ke berbagai perusahaan, namun tak kunjung mendapat posisi tetap.
Yang membuatnya akhirnya berhasil bukan CV atau jumlah lamaran yang ia kirim, tapi strategi networking yang ia lakukan. Ia secara konsisten menjaga koneksi dengan orang-orang di LinkedIn dan rutin melakukan informational interview. Setelah beberapa bulan, ia akhirnya diterima di sebuah startup teknologi di San Francisco.
"Tanpa jaringan, saya mungkin masih kirim CV setiap hari," kata Jahnavi kepada Business Insider.
2. Ohm Patel: 1.400 Lamaran, Tidak Mendapat Satu Panggilan Pun
Pengalaman lebih ekstrem dibagikan oleh Ohm Patel lewat TikTok dan dikutip oleh YourTango. Patel mengaku telah melamar lebih dari 1.400 lowongan kerja tanpa mendapat satu pun tawaran kerja. Bahkan setelah mengikuti bimbingan karier, menyesuaikan resume, dan menggunakan berbagai platform pencari kerja, hasilnya nihil.
Patel menyebut kondisi ini sebagai “pasar kerja yang mustahil”. Ia mengungkap bahwa banyak lowongan yang tidak benar-benar terbuka untuk perekrutan atau sering disebut "ghost jobs" yang disaring otomatis oleh sistem ATS (Applicant Tracking System) tanpa pernah dibaca oleh manusia.
3. Julian Joseph: Pakai AI Lamar 5.000 Pekerjaan, Hanya 20 Wawancara
Dikutip dari The Indian Express dan Reddit, Julian Joseph, mantan insinyur Salesforce, mencoba pendekatan berbeda: ia menggunakan AI tools seperti LazyApply untuk melamar lebih dari 5.000 lowongan kerja secara otomatis.
Hasilnya? Ia hanya mendapat sekitar 20 panggilan wawancara, dengan tingkat keberhasilan kurang dari 0,5%. Meski terlihat efisien, strategi ini tetap menyoroti tantangan utama pencari kerja: volume lamaran tidak menjamin hasil, apalagi jika tanpa pendekatan personal.
Mengapa Banyak Lamaran Tidak Membawa Hasil?
Menurut laporan CNBC, pelamar kerja di AS rata-rata mengirimkan 30 lamaran untuk mendapat empat panggilan. Selain itu, survei dari Insight Global juga mencatat lebih dari 50% pencari kerja merasa "burnout" karena proses ini.
Beberapa penyebab umum:
- Sistem seleksi otomatis (ATS): hanya menyaring lamaran yang cocok secara kata kunci, bukan manusia yang membaca langsung.
- Lowongan palsu atau ghost jobs: perusahaan membuka posisi hanya untuk membangun database kandidat atau sekadar formalitas.
- Over-qualified atau under-qualified: pelamar tidak benar-benar menyesuaikan lamaran dengan deskripsi pekerjaan.
- Minimnya jaringan profesional: banyak lowongan justru terisi melalui referensi internal, bukan dari pelamar umum.
Strategi agar Lamaran Tidak Sia-Sia
1. Optimalkan Resume untuk ATS
Gunakan kata kunci yang sesuai deskripsi lowongan kerja. Hindari desain yang terlalu visual, karena ATS sulit membacanya.
2. Fokus pada Kualitas, Bukan Kuantitas
Lebih baik melamar 10 posisi yang relevan dan disesuaikan dengan baik, dibandingkan 100 posisi yang tidak spesifik.
3. Bangun Jaringan
Seperti Jahnavi Shah, Anda bisa memperbesar peluang dengan aktif di LinkedIn, bergabung di komunitas profesional, atau mengikuti acara karier.
4. Cek Kredibilitas Lowongan
Pastikan lowongan berasal dari sumber resmi dan benar-benar membuka rekrutmen.
5. Latih Soft Skill dan Adaptasi Teknologi
Perusahaan kini mencari pekerja yang tidak hanya punya hard skill, tapi juga mampu beradaptasi dengan AI dan teknologi kerja modern.
Era digital dan dominasi AI membuat proses rekrutmen lebih kompleks. Jumlah lamaran bukan lagi jaminan. Kisah para pencari kerja seperti Jahnavi Shah dan Julian Joseph menunjukkan bahwa keberhasilan datang dari kombinasi strategi cerdas: penyesuaian resume, pemanfaatan teknologi, dan membangun jejaring yang kuat.
Jika Anda sedang mencari lowongan kerja dan mulai kehilangan arah, jangan menyerah. Ubah strategi Anda, manfaatkan data dan pengalaman orang lain, dan selalu evaluasi pendekatan yang dilakukan.
Ingat, yang penting bukan seberapa banyak lamaran yang dikirim, tapi seberapa tepat Anda menyasar lowongan yang sesuai dan membangun koneksi yang relevan.