Kenapa Banyak Gen Z yang Menganggur dan Susah Cari Kerja? Ternyata Ini Biang Keroknya!
- Freepik
Lifestyle – Di tengah pesatnya kemajuan teknologi dan melimpahnya informasi, generasi Z yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012 justru menghadapi tantangan serius dalam dunia kerja. Banyak dari mereka yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi namun masih kesulitan mendapatkan pekerjaan pertama.
Fenomena ini tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga menjadi perhatian global. Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar, mengapa Gen Z yang dikenal cakap teknologi dan adaptif justru kesulitan menembus pasar kerja?
Berikut tujuh alasan utama yang sering disorot:
1. Menghilangnya Lowongan Entry-Level
Banyak perusahaan kini memangkas atau menghapus posisi entry-level. Peran awal yang dulu ditujukan bagi lulusan baru kini digantikan oleh sistem otomatis atau diberikan kepada kandidat berpengalaman. Dalam laporan Business Insider, fenomena ini disebut sebagai rusaknya "tangga karier", di mana Gen Z tak memiliki pijakan awal untuk membangun pengalaman.
2. Kesenjangan Keterampilan (Skills Mismatch)
Banyak lulusan Gen Z yang memiliki gelar akademik namun belum siap secara keterampilan praktis. Baik keterampilan teknis seperti penguasaan alat digital, coding, dan analisis data, maupun soft skill seperti komunikasi, problem solving, dan kerja tim dinilai belum sesuai standar industri.
3. Ekspektasi Tinggi terhadap Dunia Kerja
Gen Z tumbuh dalam era di mana fleksibilitas, work-life balance, dan makna pekerjaan menjadi nilai utama. Sayangnya, dunia kerja tidak selalu memberikan hal tersebut di tahap awal karier. Akibatnya, banyak dari mereka yang menolak pekerjaan dengan alasan tidak sesuai harapan, sehingga memperpanjang masa pencarian kerja.
4. Pasar Kerja yang Kian Kompetitif
Seiring meningkatnya tren kerja jarak jauh, pelamar dari berbagai negara kini bisa bersaing di satu lowongan yang sama. Ini menjadikan pasar kerja semakin kompetitif dan menyulitkan Gen Z yang belum memiliki pengalaman kerja nyata. Bahkan, satu posisi bisa diincar oleh ratusan hingga ribuan kandidat global.
5. Masalah Kesehatan Mental dan Tekanan Finansial
Tingginya tingkat stres, kecemasan, dan burnout juga menjadi faktor penghambat. Banyak Gen Z yang merasa tertekan secara mental karena ketidakpastian ekonomi, utang pendidikan, serta beban sosial dari media digital. Hal ini membuat mereka lebih mudah menyerah atau menarik diri dari proses rekrutmen.
6. Stereotip dan Bias Generasi
Salah satu fenomena yang belakangan viral adalah "Gen Z stare", ekspresi datar yang sering disalahartikan sebagai kurang antusias atau tidak profesional. Dalam banyak kasus, Gen Z kerap dinilai pemalas, manja, atau tidak siap kerja, padahal mereka hanya belum terbiasa dengan interaksi formal dunia profesional.
7. Kurangnya Akses ke Mentor dan Jaringan
Karena banyak yang melewati masa kuliah dan magang secara daring akibat pandemi, Gen Z cenderung minim pengalaman interaksi langsung dengan senior atau profesional di bidangnya. Hal ini mengakibatkan kurangnya jaringan dan bimbingan karier yang krusial untuk mendapatkan pekerjaan pertama.
Kesulitan yang dihadapi Gen Z dalam mencari kerja bukanlah sekadar persoalan malas atau tidak kompeten. Tantangan yang mereka alami bersifat sistemik, berkaitan dengan struktur pasar kerja yang berubah, ekspektasi dunia profesional, dan realitas sosial ekonomi yang mereka hadapi.
Agar Gen Z dapat lebih mudah memasuki dunia kerja, diperlukan upaya bersama antara institusi pendidikan, perusahaan, dan individu. Perusahaan bisa lebih terbuka memberikan peluang kepada lulusan baru, sementara Gen Z perlu aktif meningkatkan keterampilan dan membangun jejaring profesional sejak dini.