Warren Buffett Sarankan Investor Ikuti Sikap Petani Kalau Mau Sukses di Pasar Modal
- Istimewa
Lifestyle – Pahami filosofi investasi ala Warren Buffett yang menyamakan investor dengan petani. Pelajari cara fokus pada aset produktif, kesabaran, dan hindari jebakan ahli pasar saham dadakan.
Dalam dunia investasi yang penuh dinamika, seringkali muncul fenomena menarik, terutama saat pasar saham sedang mengalami kenaikan (bull market). Banyak orang tiba-tiba merasa telah menemukan "rahasia" menciptakan kekayaan, mulai dari tetangga yang iseng membeli saham dan meroket, hingga "ahli" dadakan di media sosial yang baru mengenal pasar beberapa tahun.
Euforia ini bisa menyesatkan, membuat investor lupa akan prinsip-prinsip dasar yang kokoh. Fenomena ini justru mengingatkan kita pada analogi klasik yang disampaikan oleh Warren Buffett, investor legendaris dari Berkshire Hathaway. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Berkshire Hathaway tahun 2013, Buffett membandingkan investor saham yang sukses dengan seorang petani, bukan seorang pedagang.
Pendekatan Buffett ini sangat kontras dengan hiruk pikuk pasar yang penuh ahli pasar dadakan dan kisahnya tentang pembelian lahan pertanian di Nebraska yang menyimpan pelajaran abadi bagi setiap investor yang ingin sukses jangka panjang.
Pandangan Buffett: Saham Adalah Bagian dari Pertanian
Buffett menceritakan pengalamannya membeli lahan pertanian seluas 400 acre di Nebraska pada tahun 1986 dengan harga US$280.000. Saat itu, ia sama sekali tidak memiliki latar belakang pertanian. Yang ia pahami adalah prinsip dasar aset produktif.
Ia memperkirakan bahwa lahan tersebut bisa menghasilkan sekitar 10 persen per tahun dari hasil panen jagung dan kedelai, dengan peluang peningkatan produktivitas dan harga komoditas di masa depan. Bagi Buffett, kondisi ekonomi makro, suku bunga, atau dinamika pasar saham dalam beberapa tahun ke depan sama sekali tidak penting dalam memutuskan investasi ini. Fokusnya adalah pada kapasitas produktif aset itu sendiri.
Tujuh tahun kemudian, Buffett melakukan investasi serupa dengan membeli properti ritel dekat Universitas New York. Meskipun sektor properti runtuh, ia melihat peluang dalam aset produkti berbanding dengan pemikiran pasar yang sedang pesimis.
Pendekatan ini sangat berbeda dengan strategi yang banyak disarankan oleh "guru bull market" masa kini yang fokus pada momentum dan analisis teknikal. Buffett hanya fokus pada apa yang bisa diproduksi oleh aset tersebut. Ia tidak mencoba menebak pergerakan harga atau mengalahkan investor lain; ia hanya membeli kapasitas produktif dengan harga yang wajar.
Kebingungan antara Keberuntungan dan Keterampilan
Masalah utama dari fenomena ahli pasar dadakan ini bukanlah karena mereka untung—itu tentu hal yang bagus. Masalahnya adalah kebingungan antara keberuntungan dan keterampilan.
Saat pasar sedang naik, bahkan keputusan buruk pun bisa mendatangkan hasil yang baik. Ini, menurut Buffett, menciptakan bahaya ketika perilaku sembrono dan irasional para pemilik saham lain membuat mereka ikut bersikap irasional.
Buffett menjelaskan, ada satu perbedaan utama antara investasi pada lahan pertanian atau properti riil dengan investasi di saham, yaitu saham memberikan valuasi per menit atas kepemilikan saham Anda sementara cuan dari lahan pertanian baru akan terasa jika dijual dalam beberapa tahun ke depan. Menurutnya, kondisi inilah yang sering menjadi penghalang dalam berpikir investasi secara bijak sehingga investor terlalu fokus pada papan harga bukan pada permainan itu sendiri.
Pasar Bull dan Bear sama seperti Musim Panen dan Paceklik
Para ahli investasi seringkali adalah contoh nyata dari peringatan Buffett karena mereka terlalu fokus pada harga saham harian, bereaksi terhadap fluktuasi pasar, dan menganggap aktivitas trading sebagai kemajuan. Mereka belum pernah mengalami apa yang disebut Buffett sebagai sesekali panen buruk atau belajar membedakan antara kerugian sementara dan permanen pada modal.
Buffett menegaskan, saat ia membeli lahan pertanian, ia sadar akan ada tahun-tahun yang sangat baik dan berpikir tidak akan pernah menjual lahannya. Pandangan jangka panjang inilah yang sering hilang dalam pendidikan investasi saat pasar sedang naik.
Investor pemula justru belajar mengejar performa, bukan menjaga modal. Mereka cenderung menyukai strategi kompleks, padahal Buffett justru mengutamakan kesederhanaan yang elegan.
Analogi pertanian ini juga relevan untuk memahami siklus pasar. Sama seperti pertanian yang punya musim panen dan paceklik, pasar juga mengalami masa optimisme (bull market) dan pesimisme (bear market). Lahan pertanian Buffett telah melipatgandakan hasilnya dalam beberapa dekade, namun keberhasilan itu berasal dari fokus pada kapasitas produksi aset, bukan dari mencoba menebak siklus harga komoditas.
Pola Pikir Investor Sejati Lebih Mirip Petani
Buffett selalu mengatakan bahwa investasi paling cerdas adalah ketika dilakukan dengan strategi bisnis. Artinya, memandang saham sebagai bagian dari sebuah bisnis, fokus pada daya hasil (earning power) dan bersabar.
Bagi investor yang tidak bisa menganalisis bisnis secara mendalam, Buffett bahkan menyarankan pendekatan tidak tahu apa-apa (know-nothing investor). Pendekatan ini mempraktikkan cara berinvestasi di indeks pasar melalui dana indeks berbiaya rendah.
Sayangnya, ahli yang terlalu optimis dan ahli yang pesimis cenderung mempengaruhi perilaku investor di waktu yang salah. Mereka mendorong pengambilan risiko berlebih saat pasar tinggi dan menciptakan kepanikan saat pasar jatuh.
Nasihat ini mungkin tidak terdengar mewah atau viral di media sosial tetapi telah terbukti berhasil secara konsisten hasilkan cuan jangka panjang. Di tengah membludaknya ahli market dadadan, Buffett mengingatkan investor untuk lebih bersikap seperti petani, yang sabar dan berfokus pada hasil serta tidak terpengaruh hanya mengejar fluktuasi harga.