Tersembunyi di Bali! 5 Desa Ini Masih Jalani Gaya Hidup Tempo Dulu hingga Dilarang Ubah Rumah
- Wonderful Indonesia
Lifestyle –Bayangkan melangkah ke masa lalu, di mana lorong-lorong desa dihiasi rumah adat beratap ijuk, tanpa jejak teknologi modern, dan tradisi leluhur masih mengatur kehidupan sehari-hari. Bali, yang dikenal dengan pantai dan resor mewahnya, menyimpan permata tersembunyi berupa desa-desa adat yang menawarkan pengalaman travel waktu penuh nostalgia.
Desa-desa ini, dengan arsitektur tradisional berdasarkan filosofi Asta Kosala-Kosali dan aturan adat yang ketat, melarang perubahan bentuk rumah demi menjaga warisan budaya dan prinsip Tri Hita Karana—harmoni antara manusia, alam, dan spiritual.
Artikel ini menjelajahi 5 desa adat di Bali yang masih menjalani gaya hidup wisata jaman dulu, menghadirkan pesona budaya yang autentik dan suasana yang seolah tak tersentuh modernisasi.
Ciri-Ciri Desa Adat Bali yang Mempertahankan Gaya Hidup Tradisional
Desa-desa adat Bali yang seolah terhenti dalam waktu memiliki karakteristik unik yang memikat wisatawan pencinta budaya. Rumah-rumah adat dibangun sesuai pedoman Asta Kosala-Kosali, menggunakan bahan alami seperti bambu, ijuk, dan batu, dengan desain yang tidak boleh diubah berdasarkan aturan awig-awig (tata cara adat).
Gaya hidup masyarakat mengikuti tradisi Hindu Bali, dengan ritual harian seperti sesajen, serta upacara besar seperti Ngaben dan Galungan. Beberapa desa bahkan melarang kendaraan bermotor di area inti untuk menjaga kesucian dan ketenangan.
Pelestarian lingkungan alami, seperti sawah dan hutan, juga menjadi ciri utama. Desa-desa ini menawarkan wisata jaman dulu yang kaya akan nostalgia, memberikan pengalaman travel waktu yang mendalam bagi mereka yang ingin merasakan kehidupan Bali kuno.
Rekomendasi Desa Adat di Bali
1. Desa Penglipuran, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli
Desa Penglipuran, terletak di Kabupaten Bangli, dikenal sebagai salah satu desa terbersih di dunia. Rumah-rumah panggung seragam beratap ijuk diatur rapi di sepanjang lorong desa, dengan aturan awig-awig yang melarang perubahan desain untuk menjaga estetika dan filosofi Tri Hita Karana. Kendaraan bermotor dilarang masuk area inti, menciptakan suasana tenang yang memperkuat kesan wisata jaman dulu.
Desa ini memiliki tradisi unik, seperti larangan poligami, dengan Karang Memadu sebagai tempat pengasingan bagi pelaku poligami. Sistem irigasi subak yang tradisional masih digunakan untuk sawah di sekitar desa. Wisatawan dapat mengunjungi saat Festival Penglipuran Village untuk menyaksikan ritual Galungan atau menikmati jajanan khas seperti sueg (makanan dari umbi). Hutan bambu di desa ini ideal untuk fotografi, menambah pesona travel waktu.
2. Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem
Desa Tenganan, salah satu desa Bali Aga tertua di Karangasem, mempertahankan arsitektur rumah adat sejak abad ke-11. Rumah-rumah berderet dengan tembok batu dan atap ijuk dilarang diubah sesuai aturan adat, mencerminkan tata ruang tradisional yang kental nostalgia.
Masyarakat Tenganan mempraktikkan tradisi unik seperti Perang Pandan (Makare-Kare) dan menenun kain gringsing, kain sakral yang hanya diproduksi di desa ini. Lingkungan desa tetap asri dengan sawah hijau dan kerbau yang berkeliaran bebas. Pengunjung disarankan memberikan sumbangan sukarela saat masuk dan membeli kerajinan lokal seperti kain gringsing untuk mendukung ekonomi warga. Jelajahi lorong-lorong desa untuk merasakan suasana wisata jaman dulu yang autentik.
3. Desa Sidatapa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng
Terletak di ketinggian 450 meter di atas permukaan laut di Buleleng, Desa Sidatapa adalah desa tua dengan rumah adat Bale Gajah Tumpang Salu. Rumah-rumah ini, dengan tembok tanah dan 12 tiang kayu, dilarang diubah untuk menjaga tradisi sejak tahun 785 M.
Struktur Tri Mandala mengatur tata ruang untuk kegiatan sehari-hari dan sembahyang, mencerminkan filosofi Bali kuno. Rumah-rumah uniknya membelakangi jalan, menambah kesan travel waktu. Wisatawan dapat mempelajari sejarah desa melalui pemandu lokal dan menikmati udara sejuk pegunungan. Penting untuk meminta izin sebelum memotret demi menghormati adat, menjadikan kunjungan ini pengalaman wisata jaman dulu yang penuh makna.
4. Desa Trunyan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli
Desa Trunyan, di tepi Danau Batur, adalah desa Bali Aga yang terkenal dengan tradisi pemakaman unik di bawah pohon taru menyan tanpa penguburan. Rumah adat sederhana dari bambu dan ijuk dilarang diubah untuk menjaga kesucian budaya.
Masyarakat Trunyan menolak modernisasi dalam ritual adat dan gaya hidup agraris, menciptakan suasana nostalgia yang kuat. Pemakaman terbuka menjadi daya tarik utama, hanya dapat diakses dengan perahu. Pengunjung harus meminta izin sebelum memotret dan mengunjungi saat cuaca cerah untuk menikmati pemandangan Danau Batur, menambah pesona travel waktu.
5. Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng
Desa Sumberklampok, dihuni eks-transmigran dari Timor Timur, mempertahankan rumah-rumah sederhana dari papan dan atap ijuk yang dilarang diubah untuk menjaga tradisi. Warga menanam bunga pacar air untuk ritual sembahyang, mencerminkan spiritualitas Bali yang kental.
Desa ini masih berjuang untuk kepastian lahan, menambah kesan wisata jaman dulu yang sederhana namun penuh makna. Pengunjung dapat mengikuti sesi sembahyang di Balai Banjar untuk merasakan kehidupan komunitas. Kenakan pakaian sopan dan hormati aturan lokal untuk pengalaman budaya yang autentik.