Peringatan Tsunami di Jepang Usai Gempa Rusia, Ramalan dari Komik Bakal Jadi Kenyataan?

Ilustrasi tsunami
Sumber :
  • Pixabay

Lifestyle –Pada Rabu, 30 Juli 2025, Jepang kembali dihadapkan pada ancaman bencana alam setelah gempa bumi berkekuatan magnitudo 8,7 mengguncang lepas pantai Semenanjung Kamchatka, Rusia. Gempa ini memicu gelombang tsunami setinggi 1,3 meter yang menghantam pelabuhan di Prefektur Iwate, Jepang utara, pada pukul 13:52 waktu setempat. 

Peristiwa ini tidak hanya mengguncang wilayah pesisir, tetapi juga membangkitkan kembali perbincangan tentang ramalan bencana dalam manga karya Ryo Tatsuki berjudul The Future I Saw. Manga ini kembali menjadi sorotan karena prediksi tentang bencana besar pada Juli 2025, yang kini tampak relevan di tengah situasi seismik terkini. Fenomena ini juga berdampak signifikan pada sektor pariwisata Jepang, dengan penurunan jumlah wisatawan akibat kekhawatiran akan bencana.

Peringatan Tsunami dan Evakuasi

Badan Meteorologi Jepang (JMA) melaporkan bahwa gempa tersebut terjadi di zona seismik aktif Samudra Pasifik, dengan kedalaman yang relatif dangkal, sehingga memicu peringatan tsunami di berbagai wilayah, termasuk Jepang, Rusia, dan beberapa negara tetangga seperti Indonesia. 

JMA memperingatkan potensi gelombang tsunami setinggi hingga 3 meter di wilayah pesisir timur Jepang, khususnya di prefektur seperti Iwate, Miyagi, Fukushima, Ibaraki, dan Chiba. Peringatan tsunami skala besar masih berlaku, dengan JMA menegaskan bahwa gelombang susulan yang lebih besar dapat terjadi berjam-jam setelah gelombang awal. Sistem peringatan darurat telah diaktifkan di berbagai kota pesisir untuk memastikan keselamatan warga.

“Kami mendesak warga untuk segera mengungsi ke dataran tinggi dan menjauh dari pantai serta muara sungai,” ujar perwakilan JMA dalam siaran pers resmi. 

Konteks Geologis dan Kesiapsiagaan Jepang

Gempa ini menambah daftar panjang aktivitas seismik di wilayah Cincin Api Pasifik, yang dikenal sebagai salah satu zona paling aktif secara geologis di dunia. Jepang, yang mengalami sekitar 2.000 gempa berkekuatan magnitudo 1 atau lebih setiap tahun, memiliki infrastruktur dan sistem peringatan dini yang canggih untuk menghadapi ancaman ini. 

Namun, peristiwa ini memicu kepanikan tambahan karena dikaitkan dengan prediksi dalam manga The Future I Saw karya Ryo Tatsuki. Manga ini pertama kali diterbitkan pada 1999 dan berbasis pada “buku harian mimpi” sang seniman, yang mencatat visinya tentang bencana alam. 

Salah satu prediksi yang mencuri perhatian adalah frasa pada sampul manga yang menyebut “bencana besar pada Maret 2011,” yang kemudian dikaitkan dengan gempa dan tsunami Tohoku yang menewaskan lebih dari 15.000 jiwa dan memicu krisis nuklir Fukushima.

Ramalan Manga Ryo Tatsuki

Dalam edisi terbaru manga yang dirilis ulang pada 2021, Tatsuki memasukkan prediksi baru tentang bencana besar pada Juli 2025, menggambarkan retakan besar di dasar laut antara Jepang dan Filipina yang memicu tsunami tiga kali lebih dahsyat dari peristiwa Tohoku. 

Meskipun Tatsuki dan penerbitnya menegaskan bahwa manga ini bukan ramalan ilmiah, melainkan ilustrasi mimpi, prediksi ini memicu gelombang spekulasi di media sosial, terutama di Asia Timur. Tagar seperti #RyoTatsuki, #Earthquake, dan #Tsunami mendominasi platform X, mencerminkan ketertarikan dan kecemasan publik. 

“Ramalan ini mencerminkan trauma kolektif masyarakat Jepang terhadap bencana alam,” ujar seorang pengamat budaya pop.

Namun, para ahli seperti Ayaka Ebita dari JMA menegaskan bahwa prediksi gempa secara spesifik tidak mungkin dilakukan dengan teknologi saat ini, dan kemiripan dengan peristiwa nyata hanyalah kebetulan.

Dampak pada Pariwisata Jepang

Dampak ramalan ini tidak hanya terbatas pada diskusi daring, tetapi juga terasa nyata di sektor pariwisata Jepang. Menurut laporan Global Times, kekhawatiran akan bencana telah menyebabkan penurunan drastis jumlah wisatawan, terutama dari Hong Kong, Tiongkok, dan Thailand. 

Steve Huen dari EGL Tours, sebuah agen perjalanan berbasis di Hong Kong, melaporkan penurunan hingga 50% dalam pemesanan perjalanan ke Jepang menjelang musim panas 2025. Beberapa maskapai, seperti Hong Kong Airlines dan Greater Bay Airlines, bahkan membatalkan penerbangan ke kota-kota seperti Sendai dan Tokushima karena rendahnya permintaan. 

“Desas-desus ini memberikan dampak signifikan,” ujar Huen, menambahkan bahwa pihaknya terpaksa menawarkan diskon besar dan asuransi gempa untuk menarik wisatawan. Meskipun Jepang mencatat rekor 10,5 juta kunjungan wisatawan pada kuartal pertama 2025, prediksi ini telah mengganggu momentum pariwisata di musim panas.

Upaya Pemerintah dan Mitigasi Bencana

Pemerintah Jepang dan JMA terus berupaya menenangkan publik dengan menegaskan bahwa rumor bencana tidak memiliki dasar ilmiah. “Jepang memang rentan terhadap gempa, tetapi kesiapsiagaan adalah kunci, bukan kepanikan,” ujar Gubernur Prefektur Miyagi, Yoshihiro Murai. 

Langkah-langkah mitigasi, seperti pembangunan tanggul dan pelatihan evakuasi rutin, terus diperkuat untuk menghadapi potensi bencana di masa depan. Sementara itu, wisatawan diimbau untuk tetap mengikuti informasi resmi dari otoritas setempat dan tidak terpengaruh oleh spekulasi yang tidak berdasar.