Tanpa Sadar, Orang Tua Bisa Wariskan Trauma ke Anak, Begini Caranya!
- Freepik
Lifestyle –Setiap orang tua tentu ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Namun, tidak sedikit pola asuh justru dipengaruhi oleh luka batin yang belum sembuh dari masa lalu. Entah itu pengalaman ditinggalkan, diabaikan, atau bahkan disakiti secara emosional, luka-luka ini bisa terbawa ke dalam cara orang tua mendidik anak mereka.
Pertanyaannya, apakah mungkin trauma orang tua diwariskan kepada anak? Jawabannya ya, dan hal ini sudah banyak dibuktikan melalui penelitian psikologi modern.
Luka Batin dan Parenting: Apa Hubungannya?
Luka batin, atau dalam istilah psikologi disebut emotional wound, adalah jejak emosional yang timbul dari pengalaman menyakitkan di masa lalu. Pada orang dewasa, luka batin bisa muncul dalam bentuk rasa tidak aman, kecemasan, kesulitan membangun kepercayaan, hingga pola relasi yang tidak sehat.
Ketika seseorang menjadi orang tua, luka batin ini bisa tanpa sadar terbawa dalam pola pengasuhan. Misalnya:
- Orang tua yang dulu sering diabaikan bisa jadi terlalu posesif pada anak.
- Orang tua yang tumbuh dengan kritik keras cenderung mengulang pola yang sama.
- Orang tua yang pernah mengalami kekerasan emosional mungkin kesulitan mengatur emosi dan meledak pada anak.
Dampaknya? Anak bisa tumbuh dengan luka emosional baru, dan siklus trauma berulang lintas generasi.
Trauma Lintas Generasi: Fakta yang Harus Diwaspadai
Fenomena trauma lintas generasi bukan sekadar istilah populer, tapi realita yang diakui oleh para ahli psikologi. Dr. Bessel van der Kolk, seorang psikiater dan penulis buku terkenal The Body Keeps the Score, menjelaskan bahwa trauma tidak hanya memengaruhi individu yang mengalaminya, tapi juga bisa membentuk cara mereka memperlakukan orang lain, termasuk anak.
“Trauma dapat diwariskan ketika emosi yang belum terselesaikan pada orang tua membentuk lingkungan emosional tempat anak tumbuh,” kata dia.
Artinya, anak-anak menyerap bukan hanya perilaku orang tua, tapi juga atmosfer emosional yang mereka ciptakan di rumah. Jika orang tua penuh dengan kecemasan, kemarahan, atau rasa tidak aman, anak berisiko menanggung beban emosional yang sama.
Dampak Luka Batin Orang Tua pada Anak
- Kesulitan Regulasi Emosi
Anak sering belajar dari cara orang tua bereaksi terhadap stres. Jika orang tua mudah marah atau menarik diri, anak bisa meniru pola tersebut. - Rasa Tidak Aman dalam Relasi
Anak yang tumbuh dengan orang tua penuh luka emosional bisa merasa tidak cukup dicintai atau diterima. Hal ini memengaruhi kepercayaan diri dan hubungan sosialnya kelak. - Potensi Trauma Baru
Pola asuh yang keras, penuh kritik, atau minim kasih sayang bisa memunculkan trauma baru pada anak yang sebenarnya berakar dari luka batin orang tua.
Cara Memutus Siklus Trauma Lintas Generasi
Kabar baiknya, trauma lintas generasi bisa dicegah. Orang tua bisa mengambil langkah-langkah berikut untuk tidak mewariskan luka batin mereka:
- Menyadari Luka Batin yang Ada
Kesadaran adalah langkah awal. Mengenali bahwa ada luka yang belum sembuh membuat orang tua bisa berhenti menyalahkan anak sebagai pemicu emosinya. - Mencari Dukungan Profesional
Terapi psikologis, konseling keluarga, atau bahkan support group dapat membantu orang tua mengolah trauma dan mengembangkan cara pengasuhan yang lebih sehat. - Melatih Regulasi Emosi
Belajar menenangkan diri sebelum bereaksi, menggunakan teknik pernapasan, atau praktik mindfulness bisa membantu orang tua tidak melampiaskan luka batin ke anak. - Membangun Pola Asuh Sehat
Menunjukkan kasih sayang, mendengarkan anak tanpa menghakimi, dan memberi ruang anak untuk mengekspresikan diri adalah langkah konkret memutus siklus trauma.
Dr. Bessel van der Kolk menegaskan, penyembuhan dari trauma itu mungkin, dan ketika orang tua bekerja pada dirinya sendiri, mereka memberi anak kesempatan terbaik untuk tumbuh tanpa memikul luka yang sama.