Anak Sering Balikin Omongan Saat Dinasehati? Bisa Jadi Mereka Lagi Uji Batas, Bukan Nakal
- Freepik
Lifestyle –Pernah mengalami saat si kecil menjawab balik saat kamu menasehati, atau malah ngeyel tentang aturan yang kamu buat? Reaksi seperti ini sering membuat orang tua merasa frustasi atau kecewa.
Namun, perilaku seperti itu bukan berarti anak bermasalah bisa jadi mereka sedang berada dalam proses penting untuk mengerti batasan dan merefleksikan identitasnya sendiri.
Artikel ini akan membantu kamu memahami perilaku tersebut dengan perspektif psikologi perkembangan, plus tips menghadapi situasi ini dengan lebih bijak.
Mengapa Anak Membalikkan Omongan Orang Tua?
Anak-anak sering melakukan apa yang disebut boundary testing mencoba batas atau aturan untuk menguji reaksi orang tua. Ini bagian dari perkembangan normal sebagai anak mulai mengembangkan rasa kontrol dan identitas.
Menurut psikolog anak yang menulis di Psychology Today, Signe Whitson L.S.W., ketika anak berbicara balik, mereka sebenarnya sedang mencari tahu ‘Apakah batas itu tetap? Apakah aku tetap aman meski tidak mematuhi sekali? Apakah orangtuaku tetap di sini, penuh kasih tanpa syarat?’
Perbedaan Antara Boundary Testing dan Perilaku Bermasalah
- Boundary testing sering terjadi pada anak usia 4–10 tahun.
- Mereka ingin tahu sejauh mana aturan itu diterapkan dan konsisten.
- Biasanya bukan bentuk pembangkangan atau sikap menentang tanpa alasan, melainkan bagian dari eksplorasi diri.
Whitson menambahkan bahwa respons emosi orang tua yang terlalu agresif atau inkonsisten justru memperburuk situasi anak jadi semakin sering menguji batas demi mencari kepastian.
Strategi Bijak Menghadapi Anak yang Balikin Omongan
1. Dengarkan Terlebih Dahulu
Saat anak bicara balik, ajak mereka menjelaskan dulu. Misalnya, dengan kalimat:
“Aku dengar kamu tidak setuju. Ceritakan yuk, apa yang kamu rasakan?”
Ini memberi ruang anak merasa didengar dan dihormati.
2. Tetapkan Batas yang Jelas dan Konsisten
Menurut Whitson jika anak ngeyel tentang aturan tertentu, tetap tegaskan batas tanpa emosi tinggi. Saat konsisten, anak memahami bahwa aturan itu nyata dan tidak dapat dinegosiasikan sembarangan.
3. Gunakan Konsekuensi Alami (Logical / Natural Consequences)
Misalnya: jika dia menolak merapikan mainannya, maka tidak bisa bermain mainan favorit sampai mainannya dibereskan. Anak belajar hubungan sebab-akibat dengan lembut.
4. Beri Pilihan Terbatas
Alih-alih memerintah, tawarkan pilihan yang masih dalam batas kamu tatapkan. Contoh:
“Mau membereskan mainan sekarang atau setelah kamu cuci tangan?”
Cara ini memberi ruang kontrol pada anak tanpa membuang batasan.
5. Jaga Hubungan Emosional sebelum Tegas
Luangkan waktu sejenak untuk berinteraksi positif sekadar ngobrol ringan, pelukan, atau bermain. Ketika hubungan emosional kuat, anak lebih sensitif terhadap kata-kata orang tua.
Kapan Sikap Ini Perlu Diwaspadai?
Jika anak tidak hanya membalik omongan tapi juga menunjukkan perilaku agresif verbal, memukul, atau penghinaan berulang, bisa jadi ini menandakan kebutuhan intervensi lebih lanjut.
Menurut artikel yang diterbitkan Verywell Family, kalau balikan omongan disertai agresi atau destruktivitas, sebaiknya konsultasi dengan profesional psikologi anak.
Saat anak sering membalas omongan, itu bukan pertanda mereka tidak hormat melainkan fase alami untuk memahami batas, keamanan, dan kekuatan regulatif orang tua.
Dengan pendekatan penuh empati, batas konsisten, dan komunikasi positif, kamu bisa membangun hubungan yang lebih sehat dan anak yang lebih kooperatif.