Bukan Cuma Les! Ini 7 Kebiasaan di Rumah yang Bikin Anak Lebih Cerdas
- Freepik
Lifestyle –Banyak orang tua berpikir bahwa untuk membuat anak cerdas, mereka harus mengikutkan si kecil ke berbagai les, sekolah unggulan, atau membeli mainan edukatif mahal. Padahal, penelitian modern menunjukkan bahwa interaksi sehari-hari di rumah jauh lebih berpengaruh terhadap perkembangan otak anak, terutama pada masa keemasan pertumbuhan otak, yaitu usia 0–5 tahun.
Ahli bedah anak dan pendiri Thirty Million Words Initiative di University of Chicago, Profesor Dana Suskind menegaskan bahwa kualitas interaksi verbal, kasih sayang, dan lingkungan emosional di rumah memegang peran penting dalam membentuk kecerdasan anak.
"Tiap kata, pelukan, dan interaksi dengan orang tua membentuk jutaan koneksi di otak anak," kata dia.
Berikut ini tujuh kebiasaan sederhana yang bisa dilakukan di rumah untuk menumbuhkan kecerdasan anak secara alami dan menyeluruh:
1. Sering Ajak Ngobrol Anak, Sejak Usia Bayi
Banyak orang tua menunggu anak bisa bicara dulu baru diajak mengobrol. Padahal, menurut Dr. Dana Suskind, sejak bayi lahir otaknya sudah menyerap kata-kata, nada suara, dan ekspresi wajah sebagai bentuk stimulasi. Percakapan rutin, meski tampak sepele, membangun fondasi bahasa dan berpikir anak.
Cukup dengan menceritakan kegiatan harian seperti, 'Kita lagi cuci baju, ya. Baju Mama warna biru' atau merespons celotehan bayi, otak anak langsung bekerja aktif. Studi menunjukkan bahwa anak-anak yang sering diajak bicara memiliki koneksi saraf lebih kompleks dan kemampuan akademis lebih baik saat memasuki usia sekolah.
Suskind menyebutkan bahwa kata-kata adalah nutrisi bagi otak anak. Jadi, semakin banyak percakapan yang hangat dan kaya, semakin subur perkembangan kognitif si kecil.
2. Membacakan Buku Setiap Hari, Bukan Hanya Sebelum Tidur
Membaca buku bersama anak bukan hanya memperkaya kosa kata, tetapi juga menstimulasi imajinasi, memperpanjang rentang konsentrasi, dan meningkatkan kemampuan memahami emosi. Aktivitas ini juga membentuk kebiasaan literasi yang kuat sejak dini.
Idealnya, membaca bisa dimulai sejak bayi baru lahir. Pilih buku bergambar besar dengan warna kontras, lalu tingkatkan menjadi cerita sederhana seiring pertumbuhan anak. Tidak harus lama bisa 10–15 menit per hari sudah cukup untuk menanamkan cinta pada buku.
Dr. Suskind menyebut buku sebagai alat transfer ide dan bahasa paling efektif. Ia juga menyarankan agar orang tua tidak hanya membaca, tapi juga berdiskusi kecil, seperti bertanya, 'Menurut kamu, kelinci di buku ini sedang ke mana ya?'
3. Memberi Kesempatan Anak Bertanya dan Berpikir
Anak kecil dikenal dengan pertanyaannya yang tak habis-habis. Mungkin terdengar melelahkan, tapi itu pertanda otaknya sedang aktif dan ingin mengeksplorasi dunia. Merespons dengan antusias dan membuka ruang diskusi sangat membantu pertumbuhan kecerdasannya.
Orang tua bisa menggunakan teknik open-ended question seperti 'Menurut kamu kenapa langit berubah warna saat sore?' atau 'Kalau kamu jadi dokter, apa yang akan kamu lakukan?'
Menurut Suskind, membiarkan anak berpikir dan berargumentasi ringan dapat meningkatkan critical thinking, rasa percaya diri, dan keterampilan komunikasi. Terpenting, hindari mematikan rasa ingin tahunya dengan jawaban singkat seperti 'ya pokoknya begitu' atau 'nanti aja, Mama capek'.
4. Jadikan Aktivitas Sehari-Hari Sebagai Sarana Belajar
Belajar tidak harus selalu dari buku atau papan tulis. Aktivitas rumah tangga bisa menjadi media edukasi alami jika orang tua mau sedikit kreatif. Saat memasak, anak bisa belajar takaran, warna, tekstur, dan logika sebab-akibat. Saat belanja, anak bisa dikenalkan pada konsep uang, menghitung, dan memilih.
Contoh lainnya, saat menyapu, anak bisa diajak mengenali arah (kanan-kiri), jumlah sapuan, atau benda-benda di lantai. Dr. Suskind menyebut aktivitas ini sebagai learning moments embedded in real life, momen belajar yang tersembunyi di balik rutinitas harian.
Dengan cara ini, anak tidak hanya belajar akademik, tapi juga mengembangkan keterampilan hidup yang penting seperti tanggung jawab, ketekunan, dan logika praktis.
5. Batasi Gadget dan Ajak Anak Bermain Bebas
Meski gadget bisa jadi alat belajar, terlalu banyak screen time justru bisa menghambat perkembangan sosial dan kognitif anak. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan anak di bawah 5 tahun maksimal screen time-nya adalah 1 jam per hari dan itu pun harus dengan pengawasan orang dewasa.
Sebaliknya, bermain bebas seperti main peran, menggambar, membangun balok, atau bermain di alam telah terbukti meningkatkan kreativitas, kemampuan problem solving, dan empati.
Menurut Dr. Suskind, bermain bebas memancing anak menggunakan imajinasi dan nalar. Ketika anak berpura-pura jadi dokter atau membangun rumah-rumahan dari bantal, otaknya menciptakan dunia baru yang menstimulasi perkembangan saraf lebih banyak dibanding duduk pasif menonton video.
6. Tunjukkan Rasa Cinta dan Dukung Emosinya
Cinta dan rasa aman bukan hanya membuat anak merasa bahagia, tapi juga berdampak besar pada perkembangan intelektual. Anak yang merasa dicintai dan didukung emosinya akan lebih percaya diri untuk mencoba, berani gagal, dan punya keinginan belajar yang lebih tinggi.
Hal ini karena stres dan ketakutan kronis (misalnya karena bentakan, intimidasi, atau kurang perhatian) bisa mengganggu pembentukan koneksi otak baru. Ketika anak terus hidup dalam mode bertahan, otaknya tidak punya ruang untuk belajar secara optimal.
Dr. Suskind menjelaskan, koneksi emosional adalah fondasi untuk koneksi neural. Pelukan, senyuman, pujian tulus, dan empati saat anak menangis adalah bentuk stimulasi otak yang sangat kuat.
7. Jadwalkan Waktu Tidur dan Istirahat yang Teratur
Otak anak tumbuh pesat saat ia tidur. Inilah waktu ketika memori terbentuk, koneksi saraf diperkuat, dan tubuh melakukan perbaikan internal. Anak yang tidurnya cukup akan lebih fokus, punya daya ingat lebih baik, dan lebih tenang secara emosional.
Berikut panduan waktu tidur berdasarkan usia menurut National Sleep Foundation:
1–2 tahun: 11–14 jam
3–5 tahun: 10–13 jam
6–12 tahun: 9–12 jam
Jangan biasakan anak tidur larut malam atau terlalu dekat dengan waktu bangun sekolah. Jauhkan gadget setidaknya 1 jam sebelum tidur dan buat rutinitas malam yang menenangkan seperti membaca buku, mendengarkan lagu lembut, atau ngobrol ringan.