Menjelaskan Perceraian pada Anak Sesuai Usia, Apa yang Perlu Dikatakan?

Ilustrasi cerai
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Perceraian merupakan peristiwa yang dapat membingungkan dan memengaruhi emosi anak, terutama jika tidak dijelaskan dengan cara yang sesuai dengan tahap perkembangan mereka. Setiap anak, tergantung usianya, memiliki cara berbeda dalam memahami perubahan besar dalam keluarga. Dengan pendekatan yang sensitif dan jujur, orang tua dapat membantu anak menghadapi situasi ini tanpa merasa bersalah atau kehilangan rasa aman. 

Artikel ini memberikan panduan informatif tentang cara menjelaskan perceraian kepada anak berdasarkan kelompok usia, dengan bahasa yang mudah dipahami dan mendukung kesejahteraan emosional mereka.

1. Anak Usia Prasekolah (2-5 Tahun): Gunakan Bahasa Sederhana dan Berikan Rasa Aman

Anak prasekolah belum memahami konsep perceraian secara abstrak, tetapi mereka dapat merasakan perubahan dalam rutinitas atau suasana keluarga. Jelaskan dengan kalimat sederhana, seperti, “Ayah dan Ibu akan tinggal di rumah yang berbeda, tapi kami tetap sayang padamu.” 

Tekankan bahwa perceraian bukan kesalahan mereka, karena anak pada usia ini cenderung berpikir egosentris. Pastikan rutinitas sehari-hari tetap konsisten, seperti waktu tidur atau bermain, untuk memberikan rasa aman.

2. Anak Usia Sekolah Dasar Awal (6-8 Tahun): Berikan Penjelasan Jujur dengan Detail Sederhana

Anak pada usia ini mulai memahami hubungan dan dapat merasakan emosi yang kompleks seperti kesedihan atau kemarahan. Jelaskan alasan perceraian secara umum tanpa menyalahkan salah satu pihak, misalnya, “Ayah dan Ibu tidak bisa akur lagi, jadi kami memilih untuk tidak tinggal bersama.” 

Dorong mereka untuk mengungkapkan perasaan dengan bertanya, “Apa yang kamu pikirkan tentang ini?” Berikan kepastian bahwa mereka akan tetap dicintai dan diperhatikan oleh kedua orang tua.

3. Anak Usia Sekolah Dasar Akhir (9-11 Tahun): Dengarkan Pertanyaan dan Berikan Kejelasan

Anak pada kelompok usia ini lebih kritis dan mungkin mencari tahu sendiri tentang perceraian. Berikan penjelasan yang lebih rinci, tetapi tetap hindari detail yang sensitif atau menyalahkan. Misalnya, “Kami memutuskan untuk berpisah karena kami memiliki perbedaan yang sulit diselesaikan.” 

Biarkan mereka bertanya dan jawab dengan jujur sesuai kemampuan mereka memahami. Pastikan mereka tahu bahwa mereka tidak bertanggung jawab untuk menyatukan kembali orang tua.

4. Remaja (12-18 Tahun): Hormati Kemandirian dan Libatkan dalam Diskusi

Remaja memiliki pemahaman yang lebih matang tentang hubungan, tetapi mereka mungkin merasa marah, kecewa, atau menarik diri. Jelaskan perceraian dengan terbuka, misalnya, “Kami berpisah karena kami tidak bahagia bersama, dan ini adalah keputusan terbaik untuk keluarga.” 

Hormati perasaan mereka dengan mendengarkan tanpa menghakimi. Libatkan mereka dalam keputusan yang relevan, seperti jadwal kunjungan, untuk memberikan rasa kontrol. Hindari menjadikan mereka sebagai pendengar masalah pribadi orang tua.

5. Berikan Dukungan Emosional yang Konsisten di Semua Usia

Terlepas dari usia, anak membutuhkan dukungan emosional yang konsisten. Tunjukkan bahwa kedua orang tua tetap berkomitmen untuk mendampingi mereka. Dorong anak untuk mengungkapkan emosi melalui percakapan, seni, atau aktivitas lain. Jika anak menunjukkan tanda-tanda kesulitan emosional, seperti perubahan perilaku atau penurunan prestasi sekolah, pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan psikolog anak.

6. Hindari Konflik di Depan Anak

Anak dari segala usia dapat terpengaruh oleh konflik antara orang tua. Hindari berdebat atau menjelekkan pasangan di depan anak, karena hal ini dapat membuat mereka merasa terpecah atau bersalah. 

Jika komunikasi dengan mantan pasangan sulit, gunakan media netral seperti email untuk mengatur kebutuhan anak. Prioritaskan kepentingan anak dalam setiap keputusan.

7. Manfaatkan Sumber Daya Eksternal untuk Membantu Anak

Buku cerita, kelompok dukungan untuk anak, atau konseling dapat membantu anak memahami perceraian. Untuk anak kecil, buku bergambar tentang keluarga yang berpisah dapat mempermudah pemahaman. 

Untuk remaja, kelompok sebaya atau sesi konseling dapat menjadi ruang aman untuk berbagi perasaan. Orang tua juga dapat mencari pelatihan parenting untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mendampingi anak selama masa transisi ini.