Anak Picky Eater? Coba Perhatikan Kebiasaan Makan Orang Tua Dulu

Ilustrasi makan bersama keluarga
Sumber :
  • Pexels

Lifestyle –Fenomena anak yang mengalami kesulitan makan atau dikenal sebagai picky eater semakin sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak sedikit orang tua yang mengeluhkan anak menolak makan sayur, memilih-milih jenis makanan tertentu, atau hanya menyukai makanan instan. Namun, dalam banyak kasus, fokus utama justru lebih sering tertuju pada anak itu sendiri tanpa menyadari bahwa akar permasalahan bisa saja berasal dari kebiasaan makan orang tua di rumah. 

Penelitian dan pengamatan klinis menunjukkan bahwa perilaku makan anak, secara tidak langsung, mencerminkan pola konsumsi keluarga yang telah terbentuk sejak dini.

Kebiasaan Makan Orang Tua Mempengaruhi Anak

Anak-anak belajar banyak hal melalui observasi, terutama terhadap orang-orang terdekat mereka—yakni orang tua. Tidak terkecuali dalam urusan makanan. Anak cenderung meniru apa yang mereka lihat di meja makan. Bila orang tua memiliki kebiasaan buruk seperti tidak menyukai sayur, cenderung menghindari buah, atau sering mengonsumsi makanan cepat saji, maka besar kemungkinan anak akan meniru perilaku tersebut.

Sebuah studi dari University of Illinois menunjukkan bahwa pola makan orang tua memiliki korelasi kuat terhadap kecenderungan anak menjadi picky eater. Ketika anak menyaksikan orang tuanya tidak mau mencoba makanan baru atau menunjukkan ekspresi tidak suka terhadap jenis makanan tertentu, mereka akan menganggap perilaku itu sebagai sesuatu yang wajar. Hal ini kemudian menjadi kebiasaan yang sulit diubah jika sudah mengakar dalam jangka panjang.

Contoh Situasi Nyata dalam Keseharian

Situasi ini dapat dilihat dalam berbagai bentuk. Misalnya, seorang ibu yang secara terang-terangan menolak makan brokoli karena tidak suka rasanya. Anaknya yang awalnya belum pernah mencoba brokoli pun ikut-ikutan menolak. Atau seorang ayah yang terbiasa makan sambil menonton televisi, yang kemudian diikuti anak hingga anak kehilangan konsentrasi terhadap makanan yang dikonsumsinya. 

Dalam banyak keluarga, anak diberi makanan berbeda dari anggota keluarga lain, yang membuat anak tidak terbiasa mengonsumsi menu keluarga secara menyeluruh.

Kebiasaan memberi imbalan berupa makanan manis jika anak menghabiskan makanan juga dapat memperkuat pola makan yang tidak seimbang. Anak belajar bahwa makanan manis adalah bentuk hadiah, bukan bagian dari asupan gizi yang seimbang.

Pentingnya Makan Bersama Keluarga

Makan bersama keluarga bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan nutrisi, tetapi juga membentuk kebiasaan makan sehat secara psikologis dan sosial. Ketika orang tua dan anak duduk bersama di meja makan, terjadi proses komunikasi, pengenalan makanan, hingga pembelajaran perilaku yang tidak langsung. Anak lebih terbuka untuk mencoba makanan baru saat melihat orang tuanya melakukannya tanpa paksaan.

Penelitian yang dimuat dalam Journal of Nutrition Education and Behavior menyebutkan bahwa anak-anak yang rutin makan bersama keluarga lebih mungkin memiliki asupan nutrisi yang baik dan tingkat obesitas yang lebih rendah dibanding anak yang makan sendiri atau sambil melakukan aktivitas lain seperti bermain gadget.

Untuk menciptakan suasana makan yang menyenangkan, orang tua perlu menghindari tekanan berlebihan saat makan. Hindari memaksa anak untuk menghabiskan makanan dalam piringnya atau menghukum karena tidak menyukai makanan tertentu. Sebaliknya, berikan ruang bagi anak untuk mengenali rasa dan tekstur secara bertahap, serta libatkan anak dalam memilih dan menyiapkan makanan sebagai bentuk eksplorasi yang positif.

Perubahan Dimulai dari Orang Tua

Langkah pertama dalam mengatasi anak picky eater adalah dengan refleksi terhadap perilaku makan orang tua sendiri. Orang tua perlu menjadi role model yang menunjukkan kebiasaan makan sehat, mencoba makanan baru, dan menikmati proses makan. Hindari komentar negatif terhadap jenis makanan tertentu di depan anak, bahkan jika makanan itu bukan favorit Anda.

Penting juga untuk memperkenalkan variasi makanan sejak dini, termasuk warna, rasa, dan bentuk. Bila anak menolak satu jenis makanan, coba hadirkan kembali dalam bentuk yang berbeda di waktu yang lain. Konsistensi dalam mengenalkan makanan sehat tanpa tekanan akan membantu anak beradaptasi secara alami.

Melibatkan anak dalam aktivitas memilih bahan makanan di pasar atau menyiapkan makanan juga terbukti efektif. Proses ini memberi anak rasa memiliki terhadap makanan yang mereka konsumsi dan meningkatkan rasa penasaran untuk mencobanya.

Kapan Harus Konsultasi dengan Ahli?

Jika kebiasaan picky eater berlangsung lama dan menyebabkan penurunan berat badan, gangguan pertumbuhan, atau kekurangan gizi, maka sudah saatnya orang tua berkonsultasi dengan dokter anak atau ahli gizi. Dalam beberapa kasus, anak picky eater bisa mengalami gangguan makan yang lebih serius, seperti Avoidant/Restrictive Food Intake Disorder (ARFID), yang memerlukan penanganan profesional.

Ahli akan melakukan penilaian menyeluruh, termasuk riwayat makan, lingkungan keluarga, dan aspek psikologis yang mungkin mempengaruhi pola makan anak. Terapi nutrisi, intervensi perilaku, atau pendekatan psikologis dapat diterapkan untuk memperbaiki kondisi anak secara holistik.