Kue Dongkal Khas Betawi Hampir Punah, Anak Muda Harus Tahu Resepnya!
- Cookpad/amriandaa
Lifestyle –Jakarta memiliki warisan kuliner yang kaya, namun beberapa di antaranya kini terancam punah, termasuk Kue Dongkal. Jajanan tradisional ini, yang dikenal dengan bentuk kerucut menyerupai tumpeng dan cita rasa manis-gurih, pernah menjadi hidangan favorit di pasar-pasar tradisional seperti Pasar Senen dan Tanah Abang pada era kolonial Belanda.
Kue Dongkal, atau sering disebut dodongkal, terbuat dari tepung beras, gula aren, dan taburan kelapa parut, menawarkan tekstur kenyal yang berbeda dari kue putu. Sayangnya, seiring perkembangan kuliner modern, kue ini semakin sulit ditemukan, bahkan di Jakarta.
Sejarah dan Asal-Usul Kue Dongkal
Kue Dongkal telah dikenal sejak tahun 1940-an, awalnya dibuat dari tepung gaplek (singkong kering) dan disajikan sebagai sarapan atau camilan saat acara adat, seperti pernikahan, khitanan, atau gotong royong membangun rumah. Nama “dongkal” berasal dari cara penyajiannya, yaitu dicongkel atau diiris menggunakan centong, menghasilkan potongan kecil yang mudah dinikmati.
Pada tahun 1970-an, karena kelangkaan tepung gaplek, masyarakat beralih menggunakan tepung beras, yang kini menjadi bahan utama. Kue ini juga dikenal sebagai “awug” di Jawa Barat, khususnya di Sukabumi, Bogor, dan Cianjur, dengan nama “pohulpohul” di Medan, menunjukkan pengaruh budaya yang luas. Dahulu, Kue Dongkal sering dihidangkan saat pembuatan “gedengan” (ikatan padi kering) atau acara sambatan (gotong royong), mencerminkan nilai kebersamaan masyarakat Betawi.
Keunikan dan Proses Pembuatan
Kue Dongkal memiliki keunikan dalam proses pembuatan dan penyajiannya. Bahan utamanya meliputi tepung beras, gula aren, kelapa parut, garam, dan sedikit air. Tepung beras harus ditumbuk halus untuk menghasilkan tekstur kenyal yang khas, berbeda dari kue putu yang lebih lembut.
Adonan disusun berlapis-lapis dengan gula aren dalam cetakan kerucut dari anyaman bambu, yang disebut aseupan dalam bahasa Sunda, lalu dikukus dalam seeng, alat pengukus tradisional berbentuk dandang dengan bagian tengah ramping. Bentuk ini memungkinkan uap tetap terjaga, menjaga kue tetap hangat.
Setelah matang, kue berbentuk tumpeng putih dengan garis-garis gula aren yang menciptakan pola belang-belang, kemudian ditaburi kelapa parut untuk menambah cita rasa gurih. Proses ini, meski sederhana, membutuhkan ketelitian untuk mencapai tekstur dan rasa yang seimbang.
Mengapa Kue Dongkal Hampir Punah?
Kue Dongkal kini sulit ditemukan karena beberapa alasan. Pertama, perkembangan kuliner modern telah menggeser minat masyarakat, terutama generasi muda, ke jajanan kekinian seperti boba atau dessert internasional.
Kedua, proses pembuatan yang bergantung pada alat tradisional seperti aseupan dan seeng kurang praktis dibandingkan metode modern. Ketiga, regenerasi pengetahuan kuliner terhambat; banyak generasi muda Betawi tidak mempelajari resep ini, dan hanya sedikit penjual yang masih mempertahankan cara tradisional.
Menurut laporan, penjual Kue Dongkal kini hanya tersisa di beberapa lokasi, seperti Mampang Prapatan (Jakarta Selatan), Rawalumbu (Bekasi), dan Ciputat Timur (Tangerang Selatan), dengan harga terjangkau sekitar Rp10.000–Rp15.000 per porsi. Upaya pelestarian, seperti promosi melalui media sosial oleh penjual seperti Anto di Mampang, menunjukkan adanya minat, namun tantangan tetap besar.
Resep Kue Dongkal untuk Generasi Muda
Untuk melestarikan Kue Dongkal, generasi muda dapat mencoba membuatnya sendiri karena bahan-bahannya mudah didapat dan prosesnya relatif sederhana. Berikut resep dasar untuk satu porsi Kue Dongkal:
Bahan:
- 300 gram tepung beras (idealnya ditumbuk segar)
- 150 gram gula aren, iris tipis
- 100 gram kelapa parut
- 1/4 sdt garam
- 100 ml air
Cara Membuat:
- Campur tepung beras, garam, dan sedikit air dalam wadah hingga teksturnya sedikit lembap namun tetap garing.
- Panaskan kukusan atau seeng. Siapkan cetakan kerucut (aseupan) atau loyang tumpeng mini.
- Masukkan lapisan tipis tepung beras ke dalam cetakan, tambahkan lapisan gula aren, ulangi hingga cetakan penuh, akhiri dengan lapisan tepung.
- Kukus selama 25–35 menit hingga padat. Pastikan uap tidak keluar agar kue tetap hangat.
- Keluarkan kue dari cetakan, letakkan di atas daun pisang, dan taburi kelapa parut.
- Potong atau congkel kue menggunakan centong untuk disajikan.
Resep ini dapat disesuaikan dengan loyang modern jika aseupan sulit ditemukan, menjadikannya lebih praktis untuk pemula.
Upaya Pelestarian Kue Dongkal
Beberapa komunitas dan penjual berupaya melestarikan Kue Dongkal. Di Mampang Prapatan, penjual seperti Anto memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan kue ini, menarik perhatian anak muda dan pelanggan setia. Di Bekasi, Dongkal Rawalumbu menjadi destinasi populer dengan banyak peminat, menerima pesanan untuk acara hajatan.
Festival kuliner Betawi, seperti yang diadakan di Kota Tua atau Lebaran Betawi, juga menjadi ajang untuk memperkenalkan kembali Kue Dongkal kepada wisatawan dan generasi muda. Dengan harga yang terjangkau dan cita rasa yang khas, kue ini berpotensi menjadi daya tarik kuliner Jakarta jika mendapat perhatian lebih dari generasi muda.