Kue Dongkal Khas Betawi Hampir Punah, Anak Muda Harus Tahu Resepnya!
- Cookpad/amriandaa
Adonan disusun berlapis-lapis dengan gula aren dalam cetakan kerucut dari anyaman bambu, yang disebut aseupan dalam bahasa Sunda, lalu dikukus dalam seeng, alat pengukus tradisional berbentuk dandang dengan bagian tengah ramping. Bentuk ini memungkinkan uap tetap terjaga, menjaga kue tetap hangat.
Setelah matang, kue berbentuk tumpeng putih dengan garis-garis gula aren yang menciptakan pola belang-belang, kemudian ditaburi kelapa parut untuk menambah cita rasa gurih. Proses ini, meski sederhana, membutuhkan ketelitian untuk mencapai tekstur dan rasa yang seimbang.
Mengapa Kue Dongkal Hampir Punah?
Kue Dongkal kini sulit ditemukan karena beberapa alasan. Pertama, perkembangan kuliner modern telah menggeser minat masyarakat, terutama generasi muda, ke jajanan kekinian seperti boba atau dessert internasional.
Kedua, proses pembuatan yang bergantung pada alat tradisional seperti aseupan dan seeng kurang praktis dibandingkan metode modern. Ketiga, regenerasi pengetahuan kuliner terhambat; banyak generasi muda Betawi tidak mempelajari resep ini, dan hanya sedikit penjual yang masih mempertahankan cara tradisional.
Menurut laporan, penjual Kue Dongkal kini hanya tersisa di beberapa lokasi, seperti Mampang Prapatan (Jakarta Selatan), Rawalumbu (Bekasi), dan Ciputat Timur (Tangerang Selatan), dengan harga terjangkau sekitar Rp10.000–Rp15.000 per porsi. Upaya pelestarian, seperti promosi melalui media sosial oleh penjual seperti Anto di Mampang, menunjukkan adanya minat, namun tantangan tetap besar.