Kenapa Tubuh Justru Lelah Setelah Libur Panjang? Ini Penjelasan Ahli yang Mungkin Belum Pernah Kamu Dengar

Ilustrasi tubuh lelah setelah long weekend
Sumber :
  • Freepik

LifestyleSenin pagi pasca long weekend hari ini kita sudah harus kembali menjalani rutinitas. Namun sayangnya, setelah empat hari libur tubuh justru menolak untuk itu. Pasca libur panjang tubuh bukannya segar dan semangat yang terasa malah berat, malas, bahkan lebih lelah dari sebelum liburan. Ini bukan keluhan satu-dua orang, banyak dari kita justru merasa kehabisan energi setelah masa istirahat yang seharusnya menyegarkan.

Mengapa ini bisa terjadi? Kenapa setelah beberapa hari libur Panjang entah karena cuti bersama, libur nasional, atau long weekend kita malah merasa seperti ‘ditabrak truk’ emosional dan fisik di hari pertama kembali kerja?

Pertanyaan ini relevan, apalagi saat banyak orang mulai mempertanyakan kualitas istirahat dan kesehatan mental mereka. Apakah tubuh kita benar-benar beristirahat saat liburan, atau justru terseret dalam ritme yang tidak seimbang? Apa pengaruh libur panjang terhadap otak, hormon, dan emosi kita?

Melalui artikel ini, kita akan menyelami penjelasan ilmiah dibalik rasa “lelah setelah liburan” bersama para ahli profesional. Jika kamu pernah merasa “kok malah capek setelah libur?” Berikut ini penjelasan ahli dibalik itu semua.

1. Liburan yang Tidak Membebaskan Mental

Seorang psikolog klinis asal Inggris dan penulis buku Why Has Nobody Told Me This Before?, Dr. Julie Smith menjelaskan bahwa liburan seringkali hanya membebaskan tubuh, bukan pikiran.  Ini menjelaskan kenapa meskipun kita tidur lebih lama atau pergi ke tempat yang indah, rasa lelah tetap menghantui. Tubuhmu memang libur, tapi pikiranmu tetap bekerja lembur.

“Banyak orang berpikir bahwa istirahat fisik sudah cukup. Padahal, kalau pikiran masih penuh beban kerja, kekhawatiran soal tagihan, atau tekanan relasi, liburan justru menjadi tempat baru untuk membawa beban itu,” ujar Dr. Smith.

2. Perubahan Ritme Tidur yang Mengacaukan Energi

Psikolog klinis asal Amerika dan pakar tidur yang dikenal sebagai “The Sleep Doctor”, Dr. Michael Breus menyoroti kebiasaan tidur saat liburan. Dia menyebut begitu akhir pekan tiba, banyak orang tidur lebih larut dan bangun lebih siang, padahal ini mengganggu jam biologis mereka secara signifikan. Sehingga saat kamu kembali bekerja, tubuhmu belum sempat menyesuaikan diri. Hasilnya? Jet lag sosial, istilah untuk menggambarkan ketidaksinkronan antara jam tubuh dan jam sosial. Inilah mengapa kamu merasa seperti ‘hangover’ emosional dan fisik di hari pertama kerja.

3. Ekspektasi Terlalu Tinggi Saat Liburan

Alih-alih tenang dan mengisi energi, liburan kadang menjadi ajang ‘harus bahagia’. Kita ingin semua berjalan sempurna, tempat indah, makan enak, foto estetik, tanpa konflik. Psikolog Harvard dan penulis Emotional Agility Dr. Susan David, melihat ini sebagai bentuk perfeksionisme emosional.

“Kita sering tidak mengizinkan diri untuk merasa lelah atau sedih saat liburan, karena itu terasa salah. Tapi justru ketidakjujuran terhadap emosi itu yang membuat kita makin lelah,” kata David.

Liburan menjadi pekerjaan emosional tambahan, dan itulah mengapa kamu kembali dari libur panjang justru merasa kosong dan drained.

4. Overstimulasi dan Kelelahan Sosial

Bagi sebagian orang, liburan berarti berkumpul dengan keluarga besar, menghadiri acara sosial, atau bepergian ke tempat ramai. Aktivitas ini bisa menyenangkan, tapi juga melelahkan secara psikologis, terutama bagi orang yang cenderung introvert. Psikiater dari Massachusetts General Hospital, Dr. Ned Hallowell menjelaskan bahwa overstimulasi bisa membuat otak kelelahan memproses informasi dan emosi.

“Saat kita dikelilingi banyak orang, otak harus terus membaca ekspresi, merespons percakapan, dan beradaptasi. Ini bisa sangat menguras energi,” jelasnya.

Kamu mungkin tidak menyadari bahwa interaksi sosial yang intens selama liburan justru mengurangi kapasitas energi mentalmu, bukan menambahnya.

5. Kembali ke Rutinitas = Kembali ke Tekanan

Kenyataan bahwa kamu harus kembali ke kantor, membuka email yang menumpuk, dan menghadapi target kerja bisa menimbulkan rasa cemas. Peneliti dari University of Houston, Dr. Brené Brown menyebut momen ini sebagai “vulnerability hangover”.

“Kita merasa terbuka, rentan, dan tidak siap. Kembali ke dunia nyata setelah momen tenang membuat banyak orang merasa mentalnya ditarik paksa dari zona nyaman,” kata Brown.

Jadi bukan sekadar rasa malas, tapi tubuh dan pikiranmu benar-benar sedang berada di mode transisi yang cukup menyakitkan.

6. Emosi yang Tidak Tuntas Saat Liburan

Kadang, liburan juga memunculkan emosi lama seperti rindu pada orang yang sudah tiada, konflik keluarga yang belum selesai, atau rasa kesepian saat semua orang terlihat bahagia. Psikolog Amerika dan penulis Emotional First Aid, Dr. Guy Winch mengatakan bahwa liburan bisa menjadi pemicu refleksi yang mendalam.

“Kita cenderung membandingkan kenyataan hidup dengan harapan saat liburan. Perbedaan antara keduanya bisa menimbulkan perasaan gagal atau sedih, meski tidak selalu disadari,” ungkapnya.

Ketika kamu kembali dari liburan, perasaan-perasaan tak terselesaikan itu ikut terbawa dan menjadi beban tambahan.

Apa yang Bisa Kamu Lakukan?

Mengatasi rasa capek setelah libur panjang bukan soal menyalahkan diri, tapi memahami dan merespons dengan bijak. Berikut beberapa langkah kecil tapi bermakna:

  • Berikan waktu transisi. Jangan langsung mengejar produktivitas maksimal di hari pertama kerja. Perlambat sedikit.
  • Atur ulang pola tidur. Mulailah kembali ke ritme tidur normal dua hari sebelum kembali bekerja.
  • Beri ruang untuk refleksi. Tulis jurnal atau meditasi untuk memproses emosi yang muncul selama liburan.
  • Kurangi stimulasi berlebihan. Hindari terlalu banyak sosial media atau agenda sosial di awal minggu kerja.
  • Terima perasaanmu. Lelah, sedih, malas—itu semua valid. Jangan paksakan semangat palsu.

Jika kamu merasa capek setelah libur panjang, bukan karena kamu kurang bersyukur atau terlalu manja. Justru itu sinyal tubuh dan pikiran bahwa kamu butuh istirahat yang lebih utuh bukan hanya dari segi waktu, tapi juga kualitas dan kejujuran terhadap emosi.

“Kita tidak pulih dengan menghindari emosi, tapi dengan menghadapinya perlahan dan penuh kasih,” kata Dr. Julie Smith.

Maka, biarkan tubuh dan pikiranmu menyesuaikan diri. Pelan-pelan saja, kamu sedang belajar menjadi manusia yang lebih sadar, bukan mesin produktivitas.