Kenapa Menjelang Pulang Kantor Emosi Mudah Meledak? Ini Penjelasan Psikologinya

Ilustrasi hadapi rekan kerja culas
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Pernahkah kamu merasa menjelang pulang kantor justru lebih gampang kesal, tersinggung, atau marah, meski sebenarnya sudah dekat dengan waktu istirahat? Banyak orang mengalaminya sepanjang hari bisa menahan emosi, tetapi di jam-jam terakhir menjelang pulang, hal kecil sekalipun bisa terasa sangat mengganggu.

Fenomena ini bukan sekadar 'mood jelek' atau 'lapar sore hari', melainkan ada mekanisme psikologis yang menjelaskan mengapa emosi mudah meledak di penghujung jam kerja. Artikel ini akan membahas faktor kelelahan, tekanan target, dan transisi otak dari mode kerja ke rumah. Semua ini berperan besar terhadap kestabilan emosi menjelang akhir hari.

Faktor Lelah: Fisik dan Mental yang Mulai Terkuras

Setiap orang memiliki kapasitas terbatas untuk fokus, bersabar, dan mengendalikan diri. Sepanjang hari, kapasitas ini terus terkuras oleh pekerjaan, rapat, komunikasi, dan berbagai tuntutan lain.

“Kelelahan di tempat kerja dapat membuat sulit mengendalikan emosi,” demikian dikutip dari laporan Association for Psychological Science

Ketika tubuh dan otak sudah lelah, kemampuan kita untuk menahan diri, berpikir jernih, atau tetap tenang ikut menurun. Inilah yang dikenal dengan konsep ego depletion, yaitu pengurasan energi mental akibat terlalu banyak menggunakan kontrol diri sepanjang hari.

Selain itu, menurut Attention Restoration Theory, perhatian yang terus dipakai tanpa jeda akan menurun kualitasnya. Begitu perhatian melemah, kita jadi lebih mudah terganggu, lebih sensitif, dan lebih cepat bereaksi negatif terhadap hal-hal kecil.

Dengan kata lain, menjelang sore hari, kapasitas otak untuk 'mengatur emosi' sudah hampir habis. Maka, tak heran jika hal sepele seperti email mendadak, komentar rekan kerja, atau meeting tambahan bisa memicu ledakan emosi.

Tekanan Target, Deadline, dan Beban Psikologis

Selain kelelahan, ada faktor lain yang memperburuk kondisi emosional menjelang pulang kantor yakni tekanan pekerjaan. Target harian, deadline, atau pekerjaan yang menumpuk bisa membuat stres semakin tinggi.

Bahkan ketika sebagian besar pekerjaan sudah selesai, ada emotional labor atau beban emosional yang tetap kita tanggung. Kita dituntut untuk selalu ramah pada rekan kerja, menjaga profesionalitas di depan atasan, atau tetap melayani klien dengan sabar. Menurut psikolog klinis Shannon Sauer-Zavala, beban emosional ini bisa menguras energi lebih cepat dan membuat kita sulit mengendalikan emosi di penghujung hari.

Belum lagi akumulasi stres kecil (microstressors) sepanjang hari mulai dari jaringan internet yang lambat, atasan yang berubah-ubah instruksi, atau rekan kerja yang menunda pekerjaan. Individu mungkin bisa menolerir satu atau dua hal, tetapi jika menumpuk, hasil akhirnya sering berupa ledakan emosi di jam pulang.

Mode Transisi Otak: Dari Kantor ke Rumah

Ada satu momen unik menjelang pulang kantor yakni otak sedang bersiap beralih dari 'mode kerja' ke 'mode rumah'. Proses ini terdengar sepele, tapi ternyata memengaruhi emosi.

Saat kita mulai berpikir tentang perjalanan pulang, makan malam, atau aktivitas bersama keluarga, otak mulai menutup mode kerja. Pada fase ini, toleransi terhadap hal-hal yang mengganggu biasanya menurun drastis. Gangguan kecil misalnya diminta lembur, ada rapat dadakan, atau tugas baru bisa terasa lebih berat dibanding pagi hari.

Penelitian psikologi menjelaskan bahwa bagian otak yang mengatur kontrol impuls dan regulasi emosi (fungsi eksekutif) akan lebih rentan ketika kelelahan. Maka, jika ada tekanan tambahan di jam terakhir, otak yang sudah 'setengah off' tidak lagi mampu menahan emosi.

Hal ini sejalan dengan Affective Events Theory (AET), yang menyatakan bahwa kejadian emosional kecil di tempat kerja, bila menumpuk, dapat memengaruhi mood karyawan secara signifikan, terutama di akhir hari kerja.

Mengutip dari Association for Psychological Science menegaskan bahwa kelelahan di tempat kerja dapat membuat sulit mengendalikan emosi.

Artinya, bukan semata-mata kita ‘tidak profesional’ atau ’kurang sabar’, tetapi tubuh dan otak memang sudah kehabisan cadangan energi mental untuk tetap tenang.

Penjelasan ini selaras dengan temuan banyak psikolog bahwa self-control atau pengendalian diri bukanlah kapasitas tanpa batas. Sama seperti otot, ia bisa lelah jika digunakan terus-menerus. Itulah mengapa menjelang sore, terutama setelah seharian menghadapi tekanan, kita jauh lebih rawan tersulut emosi.

Strategi Mengelola Emosi di Jam-Jam Akhir

Kabar baiknya, kita bisa mengelola kondisi ini dengan langkah sederhana. Beberapa strategi yang bisa dilakukan antara lain:

  1. Ambil micro-breaks
    Istirahat singkat 2–5 menit setiap beberapa jam dapat membantu memulihkan energi mental.
  2. Lakukan relaksasi sederhana
    Tarik napas dalam, lakukan peregangan ringan, atau sekadar berjalan sebentar keluar ruangan.
  3. Buat rutinitas transisi
    Catat pekerjaan yang belum selesai agar tidak terbawa pulang dalam pikiran.
    Ini membantu otak “menutup” mode kerja dengan lebih rapi.
  4. Sadari sinyal tubuh
    Ketika napas mulai pendek, kepala terasa berat, atau otot kaku, itu tanda tubuh butuh jeda sebelum emosi benar-benar meledak.
  5. Atur ekspektasi
    Terimalah bahwa menjelang sore wajar jika energi menurun.
    Dengan begitu, kita tidak terlalu keras pada diri sendiri.