Kenapa Tidur Jadi Sulit Saat Menopause? Ini Penjelasan Medis dan Cara Mengatasinya

Ilustrasi menopause
Sumber :
  • Pixaby

Kurang tidur selama menopause bukanlah hal sepele. Dalam jangka panjang, tidur yang terganggu bisa memperparah gejala menopause lainnya seperti kelelahan ekstrem, perubahan mood, dan sulit berkonsentrasi. Tubuh yang tidak mendapat cukup istirahat tidak mampu melakukan regenerasi sel dengan optimal, sehingga sistem imun pun menurun. Risiko gangguan metabolik seperti kenaikan berat badan dan resistensi insulin juga meningkat.

Secara psikologis, perempuan yang mengalami insomnia atau tidur tidak berkualitas lebih rentan terhadap gangguan kecemasan dan depresi. Fungsi kognitif seperti daya ingat dan kemampuan membuat keputusan juga bisa menurun drastis. Hal ini tentu berdampak langsung pada produktivitas kerja dan kehidupan sosial, bahkan bisa menimbulkan konflik dalam hubungan pribadi karena perubahan suasana hati yang tak terkontrol.

 

Mencari Solusi: Apa yang Bisa Dilakukan?

Meski terdengar kompleks, gangguan tidur akibat menopause bisa dikelola dengan pendekatan yang tepat. Salah satu cara yang paling disarankan adalah menerapkan gaya hidup sehat. Aktivitas fisik ringan seperti yoga, jalan kaki sore, atau berenang dapat membantu menurunkan tingkat stres dan menyeimbangkan hormon secara alami. Namun, olahraga berat sebaiknya dihindari menjelang tidur karena dapat meningkatkan detak jantung dan membuat tubuh tetap aktif.

Mengatur pola makan juga penting. Hindari kafein, alkohol, dan makanan pedas menjelang malam karena dapat memicu gangguan pencernaan atau meningkatkan suhu tubuh. Mengganti minuman malam Anda dengan teh herbal seperti chamomile bisa membantu tubuh lebih cepat rileks. Ciptakan suasana tidur yang nyaman: ruangan gelap, tenang, dan sejuk adalah kunci untuk mengurangi keringat malam. Pemilihan pakaian tidur berbahan katun atau linen juga sangat dianjurkan.

Bagi sebagian perempuan, terapi pengganti hormon (HRT) bisa menjadi solusi yang efektif. Namun, terapi ini harus dilakukan di bawah pengawasan dokter karena memiliki potensi efek samping yang perlu dipertimbangkan secara individual. Selain itu, terapi kognitif perilaku untuk insomnia (CBT-I) juga terbukti sangat membantu, terutama bagi mereka yang mengalami insomnia kronis.