Apa Itu Co-Buying? Cara Kreatif Gen Z Punya Rumah Pribadi

Ilustrasi investasi properti
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle – Memiliki rumah di usia muda semakin terasa mustahil, terutama bagi generasi Z (gen Z), yang baru merintis karier. Harga properti yang terus melambung, ditambah biaya hidup yang tinggi, membuat membeli rumah seorang diri kerap jadi mimpi yang tertunda. 

Terkenal sebagai generasi yang kreatif, gen Z menemukan jalan alternatif untuk mempunyai hunian dengan cara co-buying atau membeli rumah bersama teman, pasangan, bahkan rekan kerja. Tren ini mulai berkembang di kota-kota besar, bukan hanya di luar negeri tetapi juga di Indonesia.

Bagi kalangan yang lahir di periode 1997 hingga 2010, co-buying bukan sekadar strategi finansial melainkan bentuk solidaritas sekaligus cara lebih cepat mewujudkan mimpi memiliki properti. Meski tampak menarik, co-buying tidak lepas dari risiko.

Mengutip dari News Nation Now, berikut ulasan lengkap tentang co-buying yang sedang mewabah di kalangan gen Z. 

Apa Itu Co-Buying?

Co-buying adalah praktik membeli properti secara patungan dengan satu atau lebih orang lain. Model kepemilikan bersama ini dianggap lebih realistis dibanding harus menanggung cicilan dan biaya awal seorang diri.

Bagi Gen Z yang melek finansial, co-buying dipandang sebagai strategi “masuk pasar properti” lebih cepat sebelum harga makin melambung. Selain itu, gaya hidup kolaboratif Gen Z juga berperan besar. 

Mereka juga lebih terbuka untuk berbagi ruang, biaya, dan tanggung jawab. Sama seperti berbagi apartemen saat kuliah, co-buying menawarkan solusi yang terasa lebih ringan secara finansial, meski konsekuensinya lebih serius karena menyangkut aset jangka panjang.

Risiko Finansial Co-Buying

Meski terlihat sederhana, co-buying memiliki konsekuensi hukum dan finansial yang tidak bisa diabaikan. Salah satu risiko terbesar adalah soal utang. Jika rumah dibeli dengan pinjaman, maka semua pemilik ikut bertanggung jawab. Artinya, bila salah satu pemilik mengalami kesulitan keuangan, yang lain bisa ikut menanggung beban cicilan.

Kondisi inilah yang membuat banyak ahli menyarankan agar sebelum melakukan co-buying, perlu dibuat perjanjian hukum yang jelas. Tanpa aturan tertulis, potensi sengketa akan sangat besar, apalagi jika suatu hari salah satu pihak ingin menjual bagian kepemilikannya.

Pentingnya Perjanjian Hukum dalam Co-Buying

Real estate expert Brendon DeSimone menekankan pentingnya kontrak sebelum membeli rumah bersama. Kontrak ini tidak hanya mencakup bagaimana properti akan digunakan, tetapi juga membahas detail krusial seperti pembagian biaya perawatan, pembayaran pajak, hingga langkah yang harus diambil jika salah satu pihak ingin keluar dari perjanjian.

NerdWallet bahkan merekomendasikan cohabitation agreement atau perjanjian tinggal bersama yang bersifat mengikat secara hukum. Perjanjian semacam ini dapat menjadi payung perlindungan bagi semua pihak, sehingga hubungan pertemanan atau bisnis tetap terjaga meskipun ada masalah terkait kepemilikan rumah.

Strategi Bijak Sebelum Melakukan Co-Buying

Bagi Gen Z yang tertarik co-buying, ada beberapa langkah penting agar keputusan ini benar-benar menguntungkan:

  • Pilih partner yang tepat. Pastikan orang yang diajak membeli rumah bersama memiliki kondisi finansial stabil.
  • Transparansi sejak awal. Bicarakan secara terbuka soal pendapatan, utang, dan rencana jangka panjang.
  • Gunakan jasa profesional. Libatkan notaris atau pengacara untuk menyusun kontrak yang jelas dan legal.
  • Rencanakan skenario keluar. Buat kesepakatan bagaimana cara menjual atau membeli bagian kepemilikan jika ada pihak yang ingin mundur.

Dengan strategi ini, co-buying bisa menjadi langkah aman sekaligus efektif bagi Gen Z untuk memiliki rumah tanpa menunggu puluhan tahun menabung.

Tren co-buying mencerminkan kreativitas dan adaptasi Gen Z menghadapi realitas ekonomi yang semakin menantang. Membeli rumah bersama bisa jadi solusi cerdas untuk masuk pasar properti lebih cepat.

Keberhasilan co-buying sangat bergantung pada transparansi, pemilihan partner yang tepat, serta kontrak hukum yang mengikat. Dengan pendekatan yang matang, gen Z bukan hanya berhasil mewujudkan mimpi punya rumah, tetapi juga menciptakan cara baru memiliki aset di tengah era harga properti yang terus melambung.