Lokasi Pemakaman Ribuan Korban Tsunami Aceh 2004, Kini Jadi Tempat Ziarah Terkenal

Ilustrasi pemakaman
Sumber :
  • Pixabay

LifestyleTsunami Aceh 2004, yang dipicu oleh gempa bumi berkekuatan 9,1–9,3 magnitudo pada 26 Desember 2004, merupakan salah satu bencana alam terburuk dalam sejarah modern, merenggut lebih dari 227.898 jiwa di 14 negara, dengan Aceh sebagai wilayah paling terdampak. Di tengah duka mendalam, kuburan massal seperti di Siron dan Ulee Lheue di Aceh menjadi saksi bisu dahsyatnya bencana tersebut. 

Modal Rp 100 Ribu, Bisa Jelajahi 5 Tempat di Bogor Ini Sampai Puas!

Kini, lokasi-lokasi ini telah bertransformasi menjadi situs ziarah terkenal, menarik ribuan peziarah setiap tahun, baik dari kalangan keluarga korban, masyarakat umum, hingga wisatawan mancanegara. Artikel ini mengupas sejarah, fakta, dan makna spiritual dari kuburan massal korban tsunami Aceh, yang kini menjadi destinasi wisata sejarah dan religi yang sarat makna.

Sejarah Kuburan Massal: Respons Darurat Pasca-Tsunami

Tsunami Aceh meninggalkan lebih dari 160.000 korban jiwa di Indonesia, dengan Banda Aceh dan Aceh Besar sebagai wilayah terparah. Kondisi darurat pasca-bencana membuat evakuasi dan penguburan jenazah menjadi tantangan besar. Ribuan mayat berserakan di jalanan, dan banyak yang tidak dapat diidentifikasi karena kerusakan parah atau hilangnya data keluarga. Untuk mencegah wabah penyakit, pemerintah dan relawan bergegas menguburkan jenazah secara massal. 

Promo Tiket Wisata Weekend, Dufan Turun Harga!

Lokasi seperti Siron di Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, dan Ulee Lheue di Banda Aceh dipilih sebagai kuburan massal utama. Di Siron, tercatat lebih dari 46.718 korban dimakamkan, sementara di Ulee Lheue sekitar 14.264 jiwa disemayamkan tanpa batu nisan, mencerminkan skala besar tragedi tersebut.

Penguburan di Siron dimulai dua hari setelah tsunami, menggunakan alat berat seperti backhoe untuk menggali liang kubur sedalam tujuh meter. Muhammad Kasim, seorang warga Desa Gani, menjadi tokoh kunci dalam proses ini, mengubur 1.000 hingga 3.000 jenazah per hari selama tiga bulan. Prosesi dilakukan secara darurat tanpa ritual sakral, dengan jenazah diangkut menggunakan truk dan ditimbun dalam liang besar. Kendati penuh tantangan, upaya ini menunjukkan dedikasi luar biasa dari masyarakat lokal dalam menghadapi krisis kemanusiaan.

Kuburan Massal Siron: Destinasi Wisata Sejarah dan Religi

Gak Bisa Cash! Begini Cara Masuk ke Ragunan dengan Harga Rp 3000 Saja

Kuburan massal Siron, terletak di pinggir jalan menuju Bandara Sultan Iskandar Muda, kini menjadi salah satu situs ziarah paling terkenal di Aceh. Area ini ditandai dengan monumen berbentuk gelombang laut raksasa, simbol peringatan tsunami, serta prasasti yang mencantumkan nama-nama korban.

Setiap tahun, terutama pada 26 Desember, Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha, ribuan peziarah memadati lokasi ini untuk berdoa dan mengenang korban. Peziarah tidak hanya keluarga korban, tetapi juga wisatawan lokal dan mancanegara, termasuk mereka yang pernah membantu rekonstruksi Aceh pasca-tsunami.

Peringatan tahunan di Siron, seperti yang digelar pada 2022 dengan tema “Bangkit Lebih Kuat, Bangun Budaya Sadar Bencana,” menggabungkan doa, zikir, dan tausiah untuk memperkuat kesadaran bencana dan spiritual masyarakat. Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah berziarah ke Siron pada 2023, mengenang kunjungannya pasca-tsunami bersama almarhumah istri. Lokasi ini tidak hanya menyimpan sejarah kelam, tetapi juga menjadi simbol ketangguhan masyarakat Aceh dalam bangkit dari bencana.

Ulee Lheue: Kuburan Massal dengan Makna Emosional

Kuburan massal Ulee Lheue, terletak di pesisir Banda Aceh, juga menjadi tempat ziarah penting. Lokasi ini menyemayamkan lebih dari 14.264 korban tsunami, banyak di antaranya warga lokal dari kawasan pesisir seperti Kajhu, Aceh Besar. Banyak peziarah yang kehilangan keluarganya maka mereka rutin mengunjungi Ulee Lheue setiap Idul Fitri dan Idul Adha untuk mendoakan keluarga yang dimakamkan tanpa nisan. Bagi generasi muda, ziarah ke lokasi ini menjadi pengingat sejarah tsunami yang menghancurkan Aceh.

Pada Idul Fitri 1446 H (2025), Ulee Lheue dipadati peziarah yang memanfaatkan momentum sakral untuk mengenang orang-orang tercinta. Kisah haru seperti mendoakan orang tua, kakak, dan adiknya, mencerminkan luka mendalam yang masih dirasakan penyintas. Meski tanpa batu nisan, lokasi ini tetap menjadi tempat suci untuk mengirimkan doa.

Fenomena Mistis dan Upaya Pemeliharaan

Kuburan massal Siron dan Ulee Lheue tidak lepas dari cerita mistis. Seorang penjaga makam Siron, melaporkan pengalaman peziarah yang mengalami kesurupan, dengan “sosok” yang meminta ziarah ke kedua lokasi. Namun, penjaga itu rutin merawat area makam, memotong rumput, dan menjaga kebersihan agar tidak terlihat angker. Upaya ini membuat Siron tetap ramah bagi peziarah dari berbagai agama, yang datang untuk berdoa sesuai keyakinan masing-masing.

Makna Ziarah: Mengenang dan Belajar dari Tragedi

Ziarah ke kuburan massal Siron dan Ulee Lheue bukan sekadar ritual religi, tetapi juga cara untuk mempelajari sejarah dan meningkatkan kesadaran bencana. Lokasi ini mengingatkan pentingnya sistem peringatan dini tsunami, yang kini telah dikembangkan Indonesia pasca-2004, serta pembangunan desa tangguh bencana. Meski Aceh masih menghadapi tantangan, seperti minimnya desa tangguh bencana di Banda Aceh, situs-situs ini menjadi simbol harapan dan ketahanan masyarakat.