Bisa Kuliah dan Lulus di Kampus Bisa Lebih Gampang Dapat Kerja? Ini Faktanya!

Ilustrasi kerja di Korea Selatan
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Di Indonesia dan banyak negara lain, masih ada anggapan kuat bahwa lulusan kampus ternama pasti lebih mudah mendapatkan pekerjaan. Entah itu Universitas Indonesia, ITB, UGM, atau bahkan universitas luar negeri seperti Harvard dan Oxford, banyak orang percaya bahwa nama besar kampus akan secara otomatis membuka pintu dunia kerja.

Malaysia vs Singapura, Negara Tetangga yang Paling Worth It buat Cari Kerja

 

Tak jarang, demi masuk ke kampus bergengsi, siswa dan orang tua rela berkorban besar kursus intensif, bimbingan belajar, bahkan pindah kota. Tujuannya satu agar si anak bisa "jaminan sukses" karena menyandang almamater favorit HRD.

Lowongan Kerja di Malaysia yang Terbuka untuk WNI, Simak Cara Daftarnya di Sini!

 

Tapi, apakah benar nama kampus sekuat itu dalam menentukan masa depan karier seseorang?

6 Langkah Cari Kerja di Negeri Sakura dan Raup Gaji Puluhan Juta, Tak Perlu Fasih Bahasa Jepang!

 

Secara historis, kampus-kampus elite punya reputasi karena menghasilkan lulusan yang cemerlang. Proses seleksi masuk yang ketat dianggap menyaring individu paling cerdas dan kompeten. Inilah yang melahirkan asumsi di benak banyak rekruter, jika seseorang lulus dari kampus ternama, berarti ia sudah “teruji” sejak awal.

 

Ada juga efek halo (halo effect), fenomena psikologis di mana satu kualitas positif misalnya lulusan kampus elite, membuat orang mengasumsikan bahwa individu tersebut juga unggul di aspek lain, seperti kerja keras, disiplin, dan kepemimpinan.

 

Menurut profesor sosiologi di Northwestern University yang meneliti proses rekrutmen perusahaan-perusahaan elite, Dr. Lauren Rivera, rekruter cenderung memberi perhatian lebih pada pelamar dari kampus top, bukan semata karena kualitas individu, tetapi karena stereotip dan asosiasi yang melekat pada nama besar kampus tersebut.

 

Namun, dalam praktiknya, banyak perusahaan terutama sektor startup, digital, dan kreatif telah bergeser. Nama kampus memang masih jadi pertimbangan awal, tapi bukan penentu akhir.

 

Rekruter kini jauh lebih tertarik pada portofolio atau pengalaman kerja, soft skill seperti komunikasi, kerja tim, dan adaptasi, dan kemampuan menyelesaikan masalah dan berpikir kritis

 

Bahkan beberapa perusahaan besar seperti Google, Tesla, dan IBM telah secara resmi menghapus syarat "kampus tertentu" dalam proses rekrutmennya. Mereka lebih memilih kandidat yang kompeten, bukan hanya "berprestise".

 

 

Lulusan Kampus Biasa Bisa Unggul Jika Punya Ini

 

Masih merasa minder karena bukan lulusan kampus top? Jangan dulu. Banyak lulusan dari kampus non-unggulan yang justru jauh lebih siap kerja karena:

 

  • Punya pengalaman magang atau freelance sejak kuliah

  • Aktif di organisasi dan kepanitiaan

  • Terbiasa multitasking dan bekerja dalam tekanan

  • Membangun portofolio digital (LinkedIn, GitHub, Behance, dll)

  • Konsisten belajar dan adaptif terhadap teknologi

 

Dr. Rivera, mengungkap latar belakang pendidikan mungkin membuka pintu awal, tapi yang membuatmu bertahan dan naik kelas dalam dunia kerja adalah kompetensi dan etos kerja.

 

 

Diskriminasi Terselubung Masih Ada, Tapi Bisa Diatasi

 

Tak bisa dipungkiri, beberapa industri konservatif seperti perbankan, konsultan, dan hukum, masih memandang almamater sebagai simbol kualitas. Namun, bukan berarti kamu tidak punya peluang. Kamu bisa melawan bias itu dengan menunjukkan keunggulan nyata:

 

  • Buat CV yang kuat dan personal statement yang menyentuh

  • Tunjukkan hasil kerja atau pencapaian konkret

  • Ikut kompetisi, sertifikasi, atau proyek open source

  • Tampilkan value kamu di LinkedIn dan komunitas profesional

 

Tips: jangan hanya pasif mengandalkan ijazah. Bangun “nama baik digital” melalui proyek, kolaborasi, dan personal branding.

 

 

Networking: Kekuatan Tersembunyi dari Almamater

 

Salah satu keunggulan utama lulusan kampus top bukan hanya reputasi, tapi jaringan alumni yang kuat. Alumni dari kampus ternama sering saling bantu dalam mencari kerja, memberikan rekomendasi, atau membuka akses ke peluang kerja tersembunyi (hidden job market).

 

Namun, kamu pun bisa membangun jaringan yang sama kuatnya, meski bukan dari kampus elite. Caranya?

 

  • Gabung komunitas profesional sesuai bidangmu (online & offline)

  • Aktif di acara workshop, webinar, atau volunteering

  • Bangun relasi dari proyek freelance atau magang

  • Rajin menyapa dan berdiskusi di platform seperti LinkedIn atau Discord komunitas

 

"Di luar reputasi kampus, koneksi sosial memainkan peran besar dalam proses rekrutmen. Dan koneksi itu bisa dibentuk dari mana saja asal kamu aktif," kata Dr. Rivera.

Jadi kesimpulannya, kampus ternama bisa menjamin lebih cepat namun juga sebaliknya. Hal ini karena masih ada asosiasi positif dan jaringan alumni yang kuat. HRD tidak hanya mencari yang pintar, tapi juga yang siap bekerja, bisa komunikasi, punya etos kerja, dan mampu belajar cepat.

 

Bahkan banyak lulusan kampus biasa justru sukses besar karena membangun value diri, bekerja keras, dan tahu bagaimana memasarkan kemampuannya.