Ribuan Jurnalis Kena PHK di Era AI, Apa Benar Profesi Ini Terancam Punah?

Ilustrasi jurnalis
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle – Di tengah lonjakan teknologi dan kecerdasan buatan (AI), profesi jurnalis kini berada di titik kritis. Dulu dianggap sebagai pilar keempat demokrasi, kini wartawan justru termasuk dalam kelompok pekerja yang paling rentan terdampak gelombang otomatisasi. 

Nasib Pencari Kerja Gen Z, Kirim Ratusan Lamaran tapi Balasan Tak Kunjung Datang

 

Bahkan, laporan-laporan terkini dari berbagai media global menunjukkan bahwa ribuan jurnalis dipecat akibat restrukturisasi redaksi, efisiensi biaya, dan adopsi teknologi AI.

15 Profesi Paling Rentan Kena PHK di 2026 Gara-gara AI, Posisi Anda Aman?

 

Tren ini bukan sekadar wacana. PHK massal benar-benar terjadi di berbagai kantor berita besar dunia. Sebagian media bahkan mengklaim bahwa mereka tengah "bertransformasi" menjadi newsroom yang berbasis AI. 

Rahasia Orang Jepang Kelola Uang, Filosofi Keuangan yang Bikin Tajir Melintir!

 

Lantas, bagaimana sebenarnya kondisi jurnalis saat ini dan ke mana arah masa depan profesi ini? 

 

Ribuan Jurnalis Telah Kehilangan Pekerjaan

 

Menurut laporan Press Gazette, sepanjang tahun 2023 dan 2024, industri media telah kehilangan lebih dari 12.000 pekerjaan jurnalistik. Bahkan memasuki 2025, tren ini terus berlanjut. 

 

Sebagai contoh, Business Insider melakukan pemangkasan hingga 21% stafnya secara global, sebagian besar dari divisi editorial dan konten. Langkah ini diambil sebagai bagian dari transformasi menuju newsroom yang mengandalkan AI dalam proses kerjanya.

 

Nasib serupa juga dialami oleh The Washington Post, yang memangkas sekitar 4% dari tenaga kerjanya, dan oleh Ziff Davis, induk perusahaan media seperti CNET, Mashable, dan PCMag, yang memutus hubungan kerja dengan 15% karyawan yang tergabung dalam serikat pekerja.

 

Dalam laporan terpisah oleh The Institute for Independent Journalists (IIJ), disebutkan bahwa sedikitnya 8.300 pekerjaan jurnalistik hilang dalam tiga tahun terakhir, dan sebagian besar yang terdampak adalah jurnalis perempuan, jurnalis muda (usia 26–45 tahun), serta jurnalis dari kelompok minoritas.

 

AI Mengubah Wajah Newsroom

 

Kehadiran AI tidak hanya mengancam eksistensi pekerjaan, tetapi juga mengubah proses kerja newsroom secara mendasar. Banyak kantor berita kini menggunakan AI untuk menulis berita singkat, membuat ringkasan laporan keuangan, hingga mengelola editorial kalender. 

 

Beberapa media juga mengintegrasikan AI dalam proses analisis sentimen publik dan pengumpulan data media sosial. Namun, langkah ini tak lepas dari kontroversi. 

 

Meski efisiensi meningkat, banyak pihak mempertanyakan kualitas, akurasi, dan etika penggunaan AI dalam pemberitaan. Selain itu, keterlibatan AI dalam proses produksi berita mempercepat reduksi tenaga kerja manusia, terutama di level entry dan pertengahan.

 

Laporan Microsoft Sebut Profesi Jurnalis Termasuk yang Paling Rentan

 

Laporan dari Microsoft memperkuat kecemasan tersebut. Dalam pemetaan terbaru terhadap dampak AI terhadap dunia kerja, Microsoft menempatkan profesi seperti jurnalis, penulis, dan penerjemah sebagai kategori pekerjaan yang paling berisiko digantikan oleh AI.

 

CEO Anthropic, Dario Amodei, juga memperingatkan bahwa AI berpotensi menggantikan hingga 50% pekerjaan white-collar entry-level dalam waktu dekat. Tak heran jika ketakutan akan kehilangan pekerjaan makin meluas di kalangan profesional media.

 

Trauma dan Ketidakpastian Masa Depan

 

Dampak pemutusan hubungan kerja di industri media tidak hanya terasa secara finansial, tetapi juga emosional. Dalam survei IIJ, banyak jurnalis yang kehilangan pekerjaannya mengaku mengalami depresi, kehilangan arah karier, bahkan krisis identitas profesional.

 

Kondisi ini diperparah dengan fakta bahwa banyak kantor berita yang tidak memberikan pelatihan ulang (reskilling) atau kesempatan transisi karier. Alhasil, sebagian mantan jurnalis terpaksa banting setir ke bidang lain, sementara sebagian lainnya terjebak dalam ketidakpastian.

 

Perlu Transformasi, Bukan Penghapusan Profesi

 

Walau AI terus berkembang, banyak pakar percaya bahwa jurnalis tetap dibutuhkan, terutama dalam hal verifikasi informasi, investigasi mendalam, dan peliputan berbasis etika. Justru di era banjir informasi, peran jurnalis sebagai kurator kebenaran menjadi semakin vital.

 

Solusinya bukan meniadakan profesi ini, melainkan mendorong adaptasi. Jurnalis masa kini perlu memperkuat literasi teknologi, menguasai keterampilan baru seperti analisis data, multimedia storytelling, dan pemanfaatan AI secara bijak dalam proses peliputan.

 

Nasib jurnalis di era AI memang sedang berada di titik rawan. Ribuan pemutusan hubungan kerja telah terjadi, newsroom berubah secara drastis, dan ketidakpastian masa depan membayangi. 

 

Namun, ini bukan akhir. Lewat strategi adaptif, reskilling, dan pendekatan teknologi yang etis, profesi jurnalis masih punya peluang besar untuk bertahan, dan bahkan bangkit, di tengah revolusi AI yang terus bergulir.