6 Perbedaan Rojali-Rohana vs Kaum Mendang-Mending: Gaya Hidup Baru di Tengah Tren Anti-Konsumtif

Ilustrasi fenomena Rojali di mall
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle – Fenomena Rojali (Rombongan Jarang Beli) dan Rohana (Rombongan Hanya Nanya) kian mencuat di tengah dinamika gaya hidup masyarakat urban. Istilah ini menggambarkan kebiasaan banyak orang yang pergi ke pusat perbelanjaan atau mal hanya untuk berjalan-jalan, cuci mata, atau sekadar melepas penat tanpa melakukan pembelian berarti. 

Alasan Anak Muda Suka PayLater? Ini 5 Jawaban yang Cerminkan Gaya Hidup Digital dan Dinamika Finansial Baru

Aktivitas tersebut juga dikenal sebagai window shopping yang menjadi semacam pelarian ringan dari tekanan ekonomi dan sosial. Kondisi ini sekaligus mencerminkan pergeseran prioritas konsumsi dari kepemilikan ke pengalaman.

Sebelumya, sudah populer istilah serupa yaitu Kaum Mendang-Mending yang mewakili kelompok konsumen rasional yang sangat selektif dalam mengambil keputusan finansial. Mereka cenderung membandingkan harga, mengejar promo, dan tidak ragu menunda pembelian jika dirasa tidak mendesak. 

Fenomena Window Shopping di Tengah Virus Rojali dan Rohana, Gaya Hidup Baru atau Strategi Bertahan?

Rojali, rohana hingga kaum mendang mending menyiratkan sejumlah perbedaan sebagai respons terhadap situasi ekonomi yang semakin kompleks serta meningkatnya kesadaran akan pentingnya cara mengatur keuangan pribadi. Berikut 6 perbedaannya! Simak untuk informasi lebih lengakapnya.

1. Tujuan Aktivitas Konsumsi

Rojali dan Rohana menjadikan pusat perbelanjaan sebagai destinasi rekreasi, bukan tempat belanja. Tujuan utama mereka adalah bersantai, berfoto, atau menikmati suasana. Sementara Kaum Mendang-Mending datang dengan misi yang lebih terukur, yaitu membeli barang tertentu dengan kualitas terbaik dan harga termurah. Mereka jarang ke mal hanya untuk jalan-jalan.

2. Motivasi di Balik Gaya Hidup

‘Virus’ Rohana dan Rojali Mewabah: 7 Strategi Jitu Pedagang Mal Agar Pengunjung Mau Belanja, Patut Dicoba!

Motivasi Rojali-Rohana lebih bersifat emosional dan sosial sekdar ingin melepas stres, ikut tren media sosial, atau sekadar hangout bersama teman. Sebaliknya, kaum mendang-mending lebih dipandu logika dan pertimbangan ekonomi, seperti nilai guna, durabilitas, dan efisiensi.

3. Perilaku saat Belanja

Rojali dan rohana dikenal sebagai pengunjung yang rajin mencoba produk, bertanya harga, tapi tidak kunjung membeli. Mereka cenderung lebih interaktif secara sosial tapi pasif secara transaksi. 

Sedangkan, kaum mendang-mending biasanya sudah melakukan riset terlebih dahulu dan hanya membeli jika harga dirasa optimal. Kalangan ini bisa impulsif tapi hanya untuk barang yang memang “mending”.

4. Relasi dengan Tren Digital

Kaum Rojali-Rohana lebih aktif memanfaatkan media sosial untuk menunjukkan aktivitas mereka di mal, dari Outfit of The Day (OOTD) hingga foto dengan latar toko merek terkemuka (branded).. Sedangkan kaum mendang-mending lebih aktif di kanal e-commerce, review produk, atau forum diskusi untuk membandingkan harga dan kualitas.

5. Pengaruh Ekonomi dan Sosial

Fenomena rojali dan rohana lebih banyak muncul sebagai dampak dari tekanan ekonomi dan keinginan tetap terlihat update tanpa menguras dompet. Sedangkan kaum mendang-mending, meskipun juga terpengaruh ekonomi, lebih menekankan prinsip efisiensi. Mereka tidak malu berburu promo atau membeli barang diskon karena nilai dianggap lebih penting daripada gengsi.

6. Dampak Terhadap Industri Ritel

Kehadiran rohana dan rojali memberi tantangan bagi ritel konvensional karena traffic tinggi tidak selalu berbanding lurus dengan omzet. Namun, ini menjadi peluang bagi strategi experiential marketing. 

Kaum Mendang-Mending justru mendorong industri untuk lebih transparan soal kualitas dan harga. Hal ini karena keputusan mereka sangat dipengaruhi oleh informasi yang tersedia.

Baik rohana-rojali maupun kaum mendang-mending mencerminkan arah baru perilaku konsumen di era pasca-pandemi dan tekanan ekonomi global. Jika yang satu menandai pergeseran gaya hidup dari konsumtif ke rekreatif, yang lain menyoroti kebangkitan konsumen rasional yang cermat dan hemat.

Bagi pelaku industri dan pemasar, memahami perbedaan dua kelompok ini bukan hanya soal segmentasi pasar. Namun, adaptasi terhadap nilai-nilai baru yang dianut konsumen Indonesia dan mempersiapkan strategi bisnis yang tepat untuk menarik minat konsumen agar mau berbelanja.