5 Fakta Patung GWK: Terkuak Warna Aslinya Saat Dibangun
- Gwkbali.com
Lifestyle – Bali, Pulau Dewata, senantiasa memukau dunia dengan kekayaan budaya dan panorama alamnya yang eksotis. Di antara berbagai ikon kebanggaan, Patung Garuda Wisnu Kencana (GWK) berdiri megah sebagai monumen mahakarya seni rupa modern yang tak hanya monumental dalam ukuran, tetapi juga mendalam dalam filosofi.
Patung setinggi 121 meter yang menjulang di Bukit Ungasan, Badung, ini telah menarik jutaan mata, namun di balik kemegahannya yang kini berwarna hijau toska keabu-abuan, tersimpan kisah menarik mengenai proses pembangunannya, termasuk fakta mengejutkan tentang warna aslinya.
Patung GWK, yang merepresentasikan Dewa Wisnu mengendarai tunggangan mitologisnya, Burung Garuda, adalah perwujudan visi sang maestro, I Nyoman Nuarta.
Proyek ambisius yang memakan waktu hampir tiga dekade ini, mulai dari gagasan awal pada 1989 hingga peresmiannya pada 2018, menyimpan banyak detail teknis dan artistik yang luput dari perhatian khalayak. Inilah lima fakta mendalam dan terkini mengenai Patung GWK yang wajib Anda ketahui.
1. Warna Asli Patung GWK: Bukan Hijau, Tapi Kilau Tembaga
Banyak pengunjung menduga warna hijau kebiruan atau keabu-abuan yang kini menyelimuti permukaan Patung GWK adalah warna alami tembaga yang berkarat seiring waktu (patina alami) atau bahkan lumut. Kenyataannya, warna asli kulit patung saat pertama kali dipasang adalah tembaga kemerahan dan kuningan yang berkilau—sesuai dengan material utamanya.
Perubahan warna menjadi hijau toska yang indah dan khas itu merupakan hasil dari proses kimia yang disengaja. Seniman I Nyoman Nuarta dan timnya menggunakan teknik percepatan yang disebut proses patina buatan. Ini dilakukan dengan menyemprotkan cairan asam khusus ke seluruh permukaan patung yang terbuat dari ribuan lembar tembaga.
Proses percepatan oksidasi karbonat tembaga ini bertujuan untuk menciptakan lapisan pelindung yang stabil sekaligus menghasilkan tampilan estetis seperti batuan atau artefak kuno, memberikan kesan agung dan abadi pada mahakarya tersebut. Seiring berjalannya waktu, warna hijau patina ini akan berangsur berubah menjadi kelabu di beberapa bagian, yang justru semakin mempertegas detail kontur patung.
2. Dibangun dari Ribuan Modul Buatan Tangan di Bandung
Mengingat ukuran Patung GWK yang masif—dengan tinggi total 121 meter dan bentang sayap Garuda mencapai 64 meter—patung ini tidak dibangun secara utuh di Bali. Struktur monumental ini merupakan hasil dari perakitan rumit ribuan bagian atau modul. Total terdapat sekitar 754 modul, masing-masing berukuran rata-rata 3x4 meter dan memiliki bobot sekitar 1 ton, yang dirangkai dan disambung dengan 21.000 batang baja antikarat serta 170.000 baut.
Yang lebih menakjubkan, mayoritas modul kulit patung berbahan campuran tembaga dan kuningan ini ditempa dan dibentuk secara manual dengan tangan di studio pribadi I Nyoman Nuarta di Bandung, Jawa Barat.
Ribuan lembar tembaga dipotong, ditempa satu per satu untuk menciptakan tekstur unik menyerupai kulit manusia, sebelum akhirnya diangkut dan dipasang di Bali. Proses pemasangan modul di ketinggian, yang memakan waktu 35 bulan, sangat menantang karena sering tertunda jika kecepatan angin melebihi batas aman 10 knot.
3. Mengalahkan Ketinggian Patung Ikonis Dunia
Patung GWK bukan sekadar patung biasa, tetapi merupakan salah satu patung tertinggi di dunia. Dengan tinggi total 121 meter (termasuk alas pedestal), Patung GWK berhasil melampaui ketinggian Patung Liberty di Amerika Serikat yang hanya 93 meter. Predikat ini menempatkan GWK sebagai patung tertinggi di Indonesia dan bersaing di jajaran patung-patung raksasa dunia lainnya.
Ketinggian ini bukan hanya soal rekor, tetapi juga melibatkan perhitungan teknik sipil yang luar biasa. Berdiri di atas bukit batu kapur, struktur baja penyangga Patung GWK dirancang secara presisi untuk menahan gaya tarik, geser, dan tekanan angin yang ekstrem.
Berdasarkan studi teknis, GWK mampu menahan tekanan angin hingga 2,5 Pascal (Pa) yang setara dengan kondisi badai kencang. Ini menjamin ketahanan patung selama ratusan tahun ke depan, menjadikannya simbol kebanggaan bangsa yang kokoh.
4. Makna Filosofis Kepala Garuda yang Menengok ke Kiri
Patung GWK kaya akan makna filosofis Hindu. Dewa Wisnu melambangkan pelindung alam semesta, sedangkan Garuda adalah simbol kesetiaan, pengabdian, dan kemerdekaan. Namun, ada satu detail yang menarik dan penuh makna pada desain Garuda, yaitu kepalanya yang menghadap ke arah kiri.
Secara umum, dalam budaya Hindu, arah kanan sering dihubungkan dengan kebaikan atau keberuntungan. Namun, I Nyoman Nuarta sengaja mendesain kepala Garuda menengok ke kiri sebagai simbol keseimbangan filosofis.
Menurut sang seniman, Garuda sebagai simbol perjuangan yang tulus harus memandang ke arah keburukan (kiri) agar hidup dapat mencapai keseimbangan dan keharmonisan sejati. Pesan ini mengajarkan pentingnya memahami dualitas baik dan buruk sebagai bagian integral dari perjalanan hidup manusia.
5. Mahkota Dewa Wisnu Bertatahkan Mosaik Emas Italia
Detail kemewahan dan makna "Kencana" yang berarti emas, diwujudkan secara harfiah pada mahkota dan ornamen badong (perhiasan di pundak) Dewa Wisnu. Untuk mencapai kemegahan tersebut, digunakan ribuan keping kaca mozaik emas yang didatangkan secara khusus dari Italia.
Setiap kepingan kaca mozaik emas, berukuran sekitar 1,5 cm x 1,5 cm dan terdiri dari lima variasi warna emas, ditempelkan satu per satu secara manual oleh seniman. Penambahan detail emas ini tidak hanya memperindah penampilan patung tetapi juga menegaskan arti kencana, yang menggambarkan kemuliaan dan kemewahan. Ornamen mozaik ini menjadi salah satu penanda detail artistik tertinggi dalam Patung GWK, memadukan material impor berkualitas terbaik dengan ketelitian pengerjaan tangan para seniman.