7 Hal yang Normal di Malaysia, tetapi Aneh di Indonesia: Dari Bahasa hingga Budaya Jalanan
- Pexels
Lifestyle – Sebagai dua negara serumpun, Indonesia dan Malaysia sering dianggap memiliki banyak kemiripan. Bahasa yang serupa, makanan yang nyaris sama, dan akar budaya Melayu yang kuat. Namun, bagi para pelancong yang baru pertama kali melintasi Selat Malaka, ada beberapa kejutan kecil yang mungkin membuat mereka bertanya-tanya.
Apa yang dianggap normal dan sehari-hari di Malaysia, bisa jadi terlihat aneh atau unik di mata orang Indonesia. Perbedaan-perbedaan ini bukan hanya sekadar trivia menarik, melainkan cerminan dari evolusi sosial, historis, dan kebijakan yang berbeda di kedua negara.
Memahami perbedaan-perbedaan ini akan memperkaya pengalaman perjalanan Anda dan membuka wawasan baru tentang kekayaan budaya Melayu di Asia Tenggara.
Berikut adalah tujuh hal yang lumrah ditemukan di Malaysia, namun bisa jadi membuat kening orang Indonesia berkerut:
1. Penggunaan "Saya" dan "Awak" yang Sangat Formal
Di Indonesia, kata ganti orang pertama "saya" dan "kamu" atau "Anda" sering digunakan dalam situasi formal. Namun, dalam percakapan sehari-hari, masyarakat Indonesia lebih santai. Mereka sering menggunakan "gue-lo", "aku-kamu", atau nama panggilan. Di Malaysia, penggunaan kata "saya" dan "awak" (atau "kamu") jauh lebih umum, bahkan dalam percakapan kasual di antara teman sebaya.
Hal ini mencerminkan penggunaan bahasa Melayu baku yang lebih konsisten di seluruh lapisan masyarakat, baik di sekolah, media, maupun kehidupan sehari-hari. Sementara di Indonesia, keragaman dialek dan bahasa daerah menciptakan variasi yang lebih luas dalam komunikasi lisan.
2. Budaya Sarapan dan Makan Malam yang Sangat Santai
Jika di Indonesia, sarapan seringkali dilakukan di rumah atau warung makan yang menyajikan hidangan berat seperti nasi uduk atau lontong sayur, di Malaysia, budayanya lebih santai. Banyak warga Malaysia yang hanya minum teh atau kopi dengan roti bakar saat sarapan, dan makanan berat baru disantap menjelang siang. Begitu pula dengan makan malam.
Di Indonesia, makan malam adalah momen penting untuk berkumpul keluarga, sering kali disiapkan di rumah. Di Malaysia, khususnya di kota-kota besar, banyak keluarga memilih makan di luar atau "makan kedai" (makan di kedai). Kedai makanan dan restoran buka hingga larut malam, menjadi pusat kegiatan sosial dan kuliner. Hal ini mencerminkan gaya hidup yang serba cepat dan ketersediaan pilihan kuliner yang melimpah.
3. Kemudahan Penggunaan Uang Kertas Pecahan Kecil
Saat berbelanja di Indonesia, terutama di warung-warung kecil, seringkali kita harus menyiapkan uang pecahan kecil agar tidak merepotkan penjual. Di Malaysia, hal ini tidak menjadi masalah. Hampir semua toko, bahkan yang kecil, siap menerima uang kertas dengan nilai besar, seperti RM50 atau RM100. Ini didukung oleh sistem perbankan dan ketersediaan kasir yang lebih siap dengan uang kembalian. Kemudahan ini mungkin terasa sangat membantu bagi wisatawan yang enggan membawa banyak uang tunai dengan pecahan kecil.
4. Bahasa Inggris sebagai Bahasa Kedua yang Sangat Kuat
Di Malaysia, Bahasa Inggris adalah bahasa kedua yang sangat dominan. Sebagian besar papan nama, pengumuman publik, dan menu restoran ditulis dalam dua bahasa, Melayu dan Inggris. Bahkan dalam percakapan sehari-hari, pencampuran "Manglish" (Malaysian English) sangat lazim, di mana kata-kata Melayu disisipkan dalam kalimat Bahasa Inggris.
Hal ini berbeda dengan Indonesia, di mana penggunaan Bahasa Inggris lebih terbatas pada lingkungan bisnis, pendidikan tinggi, atau pariwisata. Ketergantungan dan kefasihan Bahasa Inggris di Malaysia adalah warisan sejarah kolonial Inggris yang kuat dan kebijakan pendidikan yang menempatkan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib.
5. Budaya Menggunakan Pintu Toilet yang Tertutup Penuh
Di Indonesia, sebagian besar toilet umum memiliki pintu yang memiliki celah di bagian bawah. Namun, di Malaysia, Anda akan menemukan bahwa hampir semua toilet, baik di pusat perbelanjaan, kantor, atau tempat umum lainnya, memiliki pintu yang menutup penuh hingga lantai. Ini memberikan privasi yang lebih tinggi dan mungkin terasa lebih nyaman bagi sebagian orang. Detail kecil ini menunjukkan perbedaan dalam desain dan standar kebersihan umum.
6. Disiplin Lalu Lintas yang Jauh Lebih Tertib
Salah satu hal yang paling mencolok bagi turis Indonesia di Malaysia adalah ketertiban lalu lintasnya. Di Indonesia, klakson sering digunakan untuk memberi isyarat, menegur, atau sekadar memberitahu keberadaan kendaraan. Di Malaysia, klakson hanya digunakan dalam situasi darurat. Selain itu, pengendara motor dan mobil jauh lebih patuh terhadap rambu lalu lintas, terutama saat lampu merah atau di zebra cross. Meskipun kemacetan tetap ada, perilaku berkendara secara umum lebih tertib dan minim agresivitas.
7. Keseragaman Makanan di Restoran Rantai
Restoran cepat saji atau restoran rantai di Indonesia sering kali menawarkan menu yang bervariasi tergantung lokasi dan ketersediaan bahan lokal. Di Malaysia, menu di restoran rantai, dari gerai waralaba internasional hingga rantai lokal, cenderung sangat seragam di seluruh negeri. Hal ini menjamin pengalaman kuliner yang konsisten bagi pelanggan, meskipun mungkin mengurangi elemen kejutan atau variasi. Keseragaman ini juga memudahkan manajemen rantai pasokan dan standar operasional.