7 Hal yang Normal di Malaysia, tetapi Aneh di Indonesia: Dari Bahasa hingga Budaya Jalanan

Ilustrasi Petronas Tower Malaysia
Sumber :
  • Pexels

2. Budaya Sarapan dan Makan Malam yang Sangat Santai

Jika di Indonesia, sarapan seringkali dilakukan di rumah atau warung makan yang menyajikan hidangan berat seperti nasi uduk atau lontong sayur, di Malaysia, budayanya lebih santai. Banyak warga Malaysia yang hanya minum teh atau kopi dengan roti bakar saat sarapan, dan makanan berat baru disantap menjelang siang. Begitu pula dengan makan malam. 

Di Indonesia, makan malam adalah momen penting untuk berkumpul keluarga, sering kali disiapkan di rumah. Di Malaysia, khususnya di kota-kota besar, banyak keluarga memilih makan di luar atau "makan kedai" (makan di kedai). Kedai makanan dan restoran buka hingga larut malam, menjadi pusat kegiatan sosial dan kuliner. Hal ini mencerminkan gaya hidup yang serba cepat dan ketersediaan pilihan kuliner yang melimpah.

3. Kemudahan Penggunaan Uang Kertas Pecahan Kecil

Saat berbelanja di Indonesia, terutama di warung-warung kecil, seringkali kita harus menyiapkan uang pecahan kecil agar tidak merepotkan penjual. Di Malaysia, hal ini tidak menjadi masalah. Hampir semua toko, bahkan yang kecil, siap menerima uang kertas dengan nilai besar, seperti RM50 atau RM100. Ini didukung oleh sistem perbankan dan ketersediaan kasir yang lebih siap dengan uang kembalian. Kemudahan ini mungkin terasa sangat membantu bagi wisatawan yang enggan membawa banyak uang tunai dengan pecahan kecil.

4. Bahasa Inggris sebagai Bahasa Kedua yang Sangat Kuat

Di Malaysia, Bahasa Inggris adalah bahasa kedua yang sangat dominan. Sebagian besar papan nama, pengumuman publik, dan menu restoran ditulis dalam dua bahasa, Melayu dan Inggris. Bahkan dalam percakapan sehari-hari, pencampuran "Manglish" (Malaysian English) sangat lazim, di mana kata-kata Melayu disisipkan dalam kalimat Bahasa Inggris.