Kampung Adat Wae Rebo, Desa Tersembunyi di Atas Awan Flores
- Indonesia Kaya
Lifestyle –Tersembunyi di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut, Kampung Adat Wae Rebo di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, menawarkan pengalaman wisata budaya yang tak terlupakan. Dikenal sebagai "Desa di Atas Awan," kampung ini memikat hati wisatawan dengan panorama pegunungan hijau, kabut tipis yang menyelimuti, dan tujuh rumah adat berbentuk kerucut yang disebut Mbaru Niang.
Keunikan arsitektur, kearifan lokal, dan keindahan alamnya menjadikan Wae Rebo destinasi impian bagi pecinta budaya dan petualang. Pada Agustus 2012, desa ini diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia melalui penghargaan tertinggi, Top Award of Excellence, dalam UNESCO Asia-Pacific Heritage Awards, mengalahkan 42 nominasi negara lainnya.
Kampung Adat Wae Rebo terletak di Desa Satar Lenda, Kecamatan Satar Mese Barat, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Desa ini berada di barat daya Kota Ruteng dan dikelilingi oleh hutan tropis lebat serta pegunungan yang menjulang.
Nama "Wae" dalam bahasa Manggarai berarti "air," merujuk pada sumber mata air alami bernama Sosor yang digunakan warga untuk kebutuhan sehari-hari, seperti minum, mencuci, dan mandi. Sosor terbagi menjadi dua, yaitu Sosor Pria dan Sosor Wanita, mencerminkan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam.
Desa ini dihuni oleh sekitar 44 keluarga yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani, menanam kopi, cengkih, dan umbi-umbian, serta menghasilkan kerajinan tenun tradisional.
Keunikan utama Wae Rebo terletak pada rumah adat Mbaru Niang, yang berbentuk kerucut dengan atap daun lontar dan ijuk yang menjuntai hingga hampir menyentuh tanah. Terdapat tujuh Mbaru Niang, satu di antaranya bernama Niang Gendang, yang berfungsi sebagai tempat menyimpan benda pusaka dan mengadakan upacara adat.
Enam lainnya, Niang Gena, digunakan sebagai tempat tinggal, masing-masing menampung 6-8 keluarga. Rumah panggung ini memiliki lima lantai dengan fungsi berbeda: lantai pertama (Lutur) untuk tinggal dan berkumpul, lantai kedua (Lobo) untuk menyimpan bahan makanan, lantai ketiga (Lentar) untuk benih tanaman, lantai keempat (Lempa Rea) untuk cadangan makanan saat paceklik, dan lantai kelima (Hekang Kode) untuk sesajian kepada leluhur.