15 Hal Misterius tentang Korea Utara yang Membingungkan Dunia

Korea Utara
Sumber :
  • Pixabay

LifestyleKorea Utara, atau Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK), tetap menjadi teka-teki global yang memicu rasa penasaran tanpa akhir. Dengan pemerintahan otoriter yang menutup akses informasi dan mengisolasi diri dari dunia, negara ini menyimpan rahasia yang sulit diungkap. Dari kehidupan warganya yang terselubung hingga kebijakan unik yang mencerminkan ideologi Juche, Korea Utara menawarkan perpaduan unik antara ketertutupan, propaganda, dan budaya yang tak tertandingi. 

Artikel ini mengupas 15 fakta dan misteri menarik tentang Korea Utara, berdasarkan laporan pelarian, sumber terpercaya, dan pengamatan internasional, yang dijamin membuat Anda ingin tahu lebih banyak tentang negara paling tertutup di dunia ini.

1. Kalender Juche: Penghitung Waktu yang Unik

Korea Utara menggunakan kalender Juche, yang menghitung tahun sejak kelahiran Kim Il-sung, pendiri negara, pada 1912 (ditetapkan sebagai Tahun Juche 1). Misalnya, tahun 2025 setara dengan Tahun Juche 114. Sistem ini bukan sekadar penanda waktu, tetapi simbol ideologi Juche yang menekankan kemandirian dan penghormatan terhadap dinasti Kim. Kalender ini digunakan dalam dokumen resmi, media, dan kehidupan sehari-hari, mencerminkan betapa dalamnya pengaruh pemimpin dalam budaya nasional.

2. Benteng Informasi: Kontrol Ketat Media dan Internet

Korea Utara adalah salah satu negara dengan kontrol informasi paling ketat di dunia. Internet global hampir tidak ada bagi warga biasa, yang hanya dapat mengakses Kwangmyong, intranet lokal yang dikendalikan pemerintah dan berisi konten yang disensor ketat. Media seperti televisi, radio, dan surat kabar sepenuhnya dikuasai negara, menyiarkan propaganda yang memuji rezim dan menyaring berita dunia luar. Pelarian Korea Utara sering menggambarkan keheranan mereka saat pertama kali melihat internet bebas setelah meninggalkan negara itu, menyoroti isolasi informasi yang ekstrem.

3. Pyongyang: Kota Panggung yang “Sempurna”

Ibu kota Pyongyang dirancang sebagai etalase kemajuan Korea Utara. Dengan jalan-jalan yang bersih, bangunan megah seperti Menara Juche, dan monumen raksasa, kota ini tampak seperti utopia. Namun, hanya warga dengan status Songbun tinggi—indikator loyalitas kepada rezim—yang diizinkan tinggal di sini. Pengunjung asing sering merasa seperti berada dalam “panggung teater” karena suasana yang terkontrol ketat, dengan warga yang tampak berperilaku sesuai panduan pemerintah. Bahkan lampu kota sering dimatikan di malam hari untuk menghemat listrik, menambah kesan misterius.

4. Aturan Gaya Hidup: Potongan Rambut hingga Larangan Jeans

Pemerintah Korea Utara memberlakukan aturan ketat pada gaya hidup warga untuk menjaga identitas nasional dan menangkal pengaruh Barat. Warga harus memilih dari daftar potongan rambut resmi—sekitar 28 gaya untuk pria dan wanita—yang disetujui negara. Pakaian seperti jeans biru dilarang karena dianggap sebagai simbol kapitalisme. Wanita juga didorong memakai hanbok atau pakaian tradisional untuk acara resmi, sementara pakaian ketat atau mencolok dianggap tabu. Aturan ini mencerminkan obsesi rezim terhadap keseragaman dan kontrol.

5. Propaganda: Narasi yang Menyusup ke Segala Aspek

Propaganda adalah tulang punggung kehidupan di Korea Utara. Poster, mural, dan slogan yang memuji dinasti Kim atau mencela “musuh” seperti Amerika Serikat dan Jepang menghiasi ruang publik, sekolah, dan tempat kerja. Lagu-lagu patriotik diputar melalui pengeras suara di kota-kota, dan anak-anak diajarkan sejak dini untuk memuja pemimpin. Bahkan seni dan sastra harus selaras dengan ideologi Juche, menjadikan propaganda bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

6. Wisata Terkontrol: Petualangan dalam Pengawasan

Meski membuka pintu bagi wisatawan, Korea Utara menawarkan pengalaman yang sangat terkontrol. Turis hanya boleh mengunjungi situs yang disetujui, seperti Monumen Mansudae atau DMZ (Zona Demiliterisasi) di Panmunjom, dan selalu didampingi dua pemandu resmi. Mengambil foto sembarangan, terutama yang menunjukkan kemiskinan atau ketidaksempurnaan, dilarang keras. Banyak wisatawan menggambarkan kunjungan mereka seperti “perjalanan waktu” ke era Soviet, dengan arsitektur kuno, minimnya teknologi modern, dan suasana yang penuh disiplin.

7. Songbun: Sistem Kastil yang Menentukan Nasib

Sistem Songbun mengelompokkan warga ke dalam tiga kategori—setia, netral, atau bermusuhan—berdasarkan loyalitas keluarga mereka kepada rezim. Status ini memengaruhi segalanya, dari akses ke pendidikan, pekerjaan, hingga jatah makanan. Warga dengan Songbun rendah sering hidup dalam kemiskinan ekstrem, sementara elite menikmati hak istimewa seperti tinggal di Pyongyang atau akses ke barang impor. Sistem ini menciptakan hierarki sosial yang kaku, memperdalam ketimpangan di bawah kedok kesetiaan nasional.

8. Militerisasi Ekstrem: Negara dalam Mode Perang

Korea Utara memiliki salah satu militer terbesar di dunia, dengan sekitar 1,3 juta personel aktif pada 2025, menurut laporan intelijen internasional. Militerisasi ini merasuki kehidupan sehari-hari: warga wajib mengikuti pelatihan militer, dan parade megah seperti Hari Matahari (ulang tahun Kim Il-sung) menampilkan rudal dan tank untuk memamerkan kekuatan. Anggaran militer yang besar kontras dengan kekurangan pangan kronis, menimbulkan pertanyaan tentang prioritas nasional.

9. Kamp Kerja: Misteri di Balik Tembok

Laporan pelarian dan citra satelit mengindikasikan adanya kamp kerja paksa, atau kwanliso, untuk tahanan politik, yang dituduh melakukan “kejahatan” seperti mengkritik pemerintah atau menonton drama Korea Selatan. Pemerintah Korea Utara membantah keberadaan kamp-kamp ini, tetapi kesaksian pelarian menggambarkan kondisi mengerikan, termasuk kerja paksa dan penyiksaan. Kurangnya akses internasional membuat kamp-kamp ini tetap menjadi salah satu misteri terbesar negara ini.

10. Festival Arirang: Pertunjukan Massal yang Menakjubkan

Festival Arirang di Stadion Rungrado May Day, yang berkapasitas 150.000 penonton, adalah pertunjukan massal terbesar di dunia. Ribuan peserta melakukan koreografi sinkron, akrobatik, dan mozaik kartu warna-warni yang menggambarkan sejarah dan ideologi Korea Utara. Acara ini, yang diadakan secara sporadis, menunjukkan tingkat disiplin kolektif yang luar biasa, tetapi juga mengundang spekulasi tentang tekanan pada peserta untuk tampil sempurna.

11. Ekonomi Tersembunyi: Pasar Gelap Jangmadang

Meski perekonomian resmi dikuasai negara, pasar gelap yang disebut jangmadang berkembang pesat di kalangan warga biasa. Pasar ini menawarkan barang impor seperti pakaian, makanan, dan elektronik, sering kali diselundupkan dari Tiongkok. Jangmadang menjadi sumber penghidupan bagi banyak warga, tetapi juga menunjukkan kontradiksi: meski dilarang, pemerintah sering menutup mata karena ketergantungan ekonomi.

12. Kultus Pemimpin: Dinasti Kim yang Diagungkan

Dinasti Kim—Kim Il-sung, Kim Jong-il, dan Kim Jong-un—dianggap sebagai dewa oleh propaganda resmi. Patung raksasa dan potret mereka wajib dipajang di setiap rumah dan kantor, dan warga harus membungkuk sebagai tanda hormat. Kritik terhadap pemimpin dianggap pengkhianatan, dengan hukuman berat. Kultus ini menciptakan aura mistis seputar keluarga Kim, yang digambarkan sebagai pelindung rakyat.

13. Teknologi Terbatas: Dunia Tanpa Smartphone

Berbeda dengan dunia luar, smartphone dan teknologi modern sangat terbatas di Korea Utara. Hanya elite yang memiliki akses ke ponsel, dan bahkan itu dipantau ketat. Warga biasa menggunakan telepon kabel atau perangkat sederhana untuk komunikasi terbatas. Ketidakhadiran teknologi ini menciptakan kesenjangan digital yang besar, menambah kesan bahwa Korea Utara terjebak dalam waktu.

14. Makanan dan Krisis Pangan

Korea Utara menghadapi krisis pangan berkepanjangan, dengan banyak warga bergantung pada jatah makanan pemerintah yang sering tidak memadai. Namun, elite di Pyongyang menikmati restoran mewah yang menyajikan hidangan internasional. Laporan pelarian menyebutkan bahwa warga sering mengandalkan makanan liar, seperti rumput atau kulit kayu, selama kelaparan. Kontras ini menyoroti ketimpangan sosial yang tajam.

15. Pelarian Berisiko Tinggi

Ribuan warga Korea Utara telah melarikan diri ke Tiongkok atau Korea Selatan, menghadapi risiko penangkapan, penjara, atau eksekusi. Perjalanan melintasi Sungai Yalu yang dijaga ketat adalah petualangan berbahaya, dan pelarian sering membayar penyelundup dengan harga tinggi. Kesaksian mereka memberikan gambaran langka tentang kehidupan di Korea Utara, tetapi juga menambah lapisan misteri tentang negara yang sulit diakses ini.