Bukan Horor, Ini Makna Sebenarnya di Balik Mayat Berjalan di Tana Toraja

Potret Tana Toraja
Sumber :
  • Wonderful Indonesia

LifestyleTana Toraja, destinasi wisata budaya di Sulawesi Selatan, memikat wisatawan dengan tradisi uniknya yang kaya makna spiritual. Salah satu fenomena yang sering disalahpahami adalah tradisi Ma’nene, yang kerap disebut sebagai “mayat berjalan”. Jauh dari kesan horor, ritual ini merupakan wujud penghormatan mendalam masyarakat Toraja kepada leluhur mereka. 

Artikel ini mengupas asal-usul Ma’nene, makna budayanya, serta daya tariknya sebagai pengalaman wisata yang memperkaya wawasan. Dengan memahami konteks budaya ini, wisatawan dapat menikmati kekayaan tradisi Toraja tanpa miskonsepsi.

Apa Itu Fenomena “Mayat Berjalan”?

Ma’nene adalah ritual adat yang dilakukan oleh suku Toraja untuk menghormati leluhur dengan merawat jenazah mereka. Ritual ini biasanya diadakan setiap beberapa tahun sekali, terutama setelah musim panen padi sekitar Agustus atau September. Dalam pelaksanaannya, keluarga mengeluarkan jenazah dari liang batu atau gua pemakaman, membersihkannya, mengganti pakaiannya, dan kadang-kadang memperbaiki peti mati. 

Istilah “mayat berjalan” muncul dari miskonsepsi tentang prosesi saat jenazah diarak atau diangkut oleh keluarga menuju lokasi ritual, yang bagi orang awam mungkin tampak seperti jenazah bergerak sendiri. Namun, ini hanyalah bagian dari prosesi yang penuh hormat.

Tradisi ini berakar dari kepercayaan Aluk To Dolo, sistem religi leluhur Toraja yang memandang kematian sebagai transisi menuju alam roh, atau Puya. Ma’nene diyakini berasal dari praktik kuno untuk menjaga hubungan spiritual dengan leluhur, yang dianggap masih memengaruhi kehidupan keturunan mereka.

Makna Budaya dan Spiritual