7 Trik Membuat Anak Suka Sayur dan Buah Tanpa Paksaan

Ilustrasi anak suka sayur
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Membiasakan anak mengonsumsi sayur dan buah merupakan tantangan tersendiri bagi banyak orang tua. Dalam dunia parenting modern, pendekatan yang memprioritaskan kenyamanan emosional anak semakin disorot, termasuk dalam membangun pola makan sehat sejak dini. Sayangnya, sebagian besar anak-anak justru menunjukkan penolakan saat disuguhkan makanan alami seperti brokoli, bayam, atau pepaya. Bukan hanya karena rasa, namun juga karena belum terbentuknya keterikatan positif terhadap jenis makanan tersebut.

Padahal, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), konsumsi sayur dan buah pada anak-anak Indonesia masih sangat rendah. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyatakan bahwa rendahnya asupan serat sejak usia dini berkaitan dengan peningkatan risiko obesitas, gangguan pencernaan, hingga penurunan imunitas. Oleh karena itu, orang tua perlu mengembangkan strategi yang efektif namun tetap menghormati preferensi anak, sesuai dengan prinsip pola asuh tanpa kekerasan maupun tekanan.

Berikut ini adalah tujuh trik yang dapat membantu anak mencintai sayur dan buah tanpa harus dipaksa:

1. Libatkan Anak dalam Proses Memasak

Mengajak anak ikut serta dalam menyiapkan makanan bisa menjadi cara yang sangat efektif. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang dilibatkan dalam proses memasak lebih tertarik untuk mencoba hasil masakannya sendiri. Misalnya, biarkan anak membantu mencuci sayuran, memilih buah saat berbelanja, atau menghias piring. Dengan demikian, mereka merasa memiliki hubungan personal dengan makanan tersebut.

Kegiatan memasak bersama juga memperkuat ikatan emosional orang tua dan anak, yang merupakan fondasi penting dalam parenting berbasis keterlibatan.

2. Buat Tampilan yang Menarik

Anak-anak sangat visual. Mereka akan lebih tertarik pada makanan yang disajikan dengan tampilan menarik. Bentuk sayuran menjadi karakter hewan, wajah lucu, atau warna pelangi bisa menjadi strategi jitu. Misalnya, wortel bisa dibentuk menyerupai bintang, brokoli dijadikan pohon mini, atau semangka dipotong dengan cetakan berbentuk hati.

Metode ini banyak diterapkan dalam penyajian bekal sekolah (bento box), yang terbukti mampu meningkatkan konsumsi sayur dan buah pada anak usia dini.

3. Jadikan Diri Anda Role Model

Anak adalah peniru ulung. Ketika orang tua secara konsisten menunjukkan kebiasaan makan sehat, termasuk mengonsumsi sayur dan buah setiap hari, anak akan mengikuti. Tidak cukup hanya menyuruh anak makan, tetapi orang tua juga harus memberi contoh secara langsung.

Dalam pola asuh yang konsisten, orang tua tidak hanya menjadi pengatur, tetapi juga panutan dalam gaya hidup. Makan bersama keluarga dengan menu seimbang setiap hari menjadi langkah penting yang mendukung terbentuknya kebiasaan positif ini.

4. Mulai dari Buah Favorit

Memperkenalkan makanan sehat tidak harus langsung dengan semua jenis. Mulailah dari buah atau sayur yang paling disukai anak. Dari sana, kenalkan variasi baru sedikit demi sedikit. Pendekatan ini disebut “desensitisasi bertahap” dan umum digunakan dalam terapi perilaku anak.

Misalnya, jika anak menyukai apel, coba variasikan dengan pir atau semangka. Setelah itu, tambahkan potongan kecil wortel di dalam salad buah. Lama kelamaan, anak akan terbiasa dengan rasa dan tekstur yang beragam.

5. Gunakan Cerita atau Imajinasi

Anak-anak sangat menyukai dunia fantasi. Mengaitkan makanan sehat dengan karakter atau cerita favorit mereka dapat meningkatkan ketertarikan mereka terhadap makanan tersebut. Katakan misalnya, “Bayam membuat Popeye kuat,” atau “Wortel membantu mata Elsa bisa melihat cahaya Aurora.”

Pendekatan berbasis imajinasi ini dapat memicu rasa penasaran anak untuk mencoba makanan yang sebelumnya ditolak. Dalam parenting kreatif, strategi naratif seperti ini terbukti mendukung keterbukaan anak terhadap hal baru.

6. Sediakan Sayur dan Buah Secara Konsisten

Kehadiran sayur dan buah di meja makan setiap hari tanpa tekanan secara tidak langsung menumbuhkan rasa familiar dalam benak anak. Tanpa harus dipaksa, anak akan mulai memperhatikan, mencium, menyentuh, dan akhirnya mencicipi.

Konsistensi merupakan bagian penting dalam pola asuh yang efektif. Anak mungkin tidak langsung menyukai semua makanan sehat, tetapi dengan eksposur rutin, kemungkinan untuk menerima akan meningkat secara signifikan.

7. Berikan Pilihan, Bukan Paksaan

Anak-anak akan lebih kooperatif jika mereka merasa punya kendali atas pilihan mereka. Alih-alih memaksa, berikan dua opsi sederhana: “Hari ini mau makan wortel atau brokoli?” Dengan cara ini, anak tetap merasa berdaya, sementara orang tua tetap mengarahkan ke pilihan sehat.

Menurut studi Child Development, memberikan pilihan dalam batas yang terkendali dapat meningkatkan rasa percaya diri anak dan memperkuat hubungan antara orang tua dan anak. Ini merupakan inti dari parenting berbasis otonomi dan saling percaya.