Anak Korea Terjebak Ekspektasi? Inilah Dampak Budaya Kompetisi pada Hubungan Orang Tua dan Anak

Ilustrasi anak berprestasi
Sumber :
  • Freepik

Orang tua Korea mulai mengadopsi strategi pola asuh untuk memperkuat hubungan dengan anak di tengah budaya kompetisi. Komunikasi terbuka menjadi langkah awal, dengan orang tua mengadakan waktu khusus untuk mendengarkan anak tanpa menghakimi. Beberapa keluarga menyesuaikan ekspektasi dengan fokus pada usaha anak, bukan hanya hasil, dan menghargai minat non-akademik seperti musik atau olahraga.

Untuk mendukung kesehatan mental, orang tua didorong untuk mengenali tanda-tanda stres, seperti perubahan suasana hati atau penurunan motivasi. Inisiatif seperti program parenting “Mindful Family” di Seoul membantu keluarga belajar membangun ikatan emosional melalui kegiatan bersama, seperti memasak atau berjalan-jalan.

Pandangan Pakar dan Solusi Alternatif

Psikolog anak, seperti Dr. Kim Min-soo dari Yonsei University, merekomendasikan pola asuh otoritatif yang menggabungkan disiplin dengan empati. Pendekatan ini memungkinkan anak merasa didukung tanpa merasa tertekan. Pakar juga menyarankan pengajaran keterampilan manajemen stres, seperti teknik mindfulness, untuk membantu anak menghadapi tekanan. 

Sebagai perbandingan, negara-negara Nordik seperti Finlandia menerapkan pola asuh yang lebih santai, dengan fokus pada kesejahteraan anak, yang dapat menjadi inspirasi. Pemerintah Korea Selatan telah meluncurkan program seperti “Healthy Family Initiative” untuk mendukung pelatihan parenting dan konseling keluarga, membantu orang tua mengatasi tantangan budaya kompetisi.

Tips Praktis untuk Orang Tua

Dalam menerapkan pola asuh yang efektif, orang tua dapat menciptakan lingkungan suportif dengan memuji usaha anak, bukan hanya prestasi. Diskusi terbuka tentang tujuan realistis dapat membantu mengelola ekspektasi keluarga. Memanfaatkan sumber daya seperti komunitas parenting online atau aplikasi kesehatan mental, seperti TalkTalk, juga dapat memberikan panduan.