Gak Perlu Libatkan Anak! Ini Cara Orangtua Tampil Kreatif dan Aman di TikTok
- freepik
Lifestyle –Popularitas platform media sosial seperti TikTok telah mendorong lahirnya berbagai tren viral yang dengan cepat menyebar ke berbagai kalangan, termasuk para orangtua. Dalam semangat ingin tetap eksis dan relevan, tak sedikit orangtua yang menjadikan anak mereka sebagai bagian dari konten, mulai dari tantangan lucu hingga momen keseharian keluarga. Fenomena ini dikenal sebagai sharenting, yaitu kebiasaan membagikan konten anak di media sosial. Meskipun seringkali dilakukan dengan maksud positif, sharenting juga membawa risiko privasi jangka panjang bagi anak.
Di tengah tren viral yang kian kompetitif, penting bagi orangtua untuk mencari cara agar tetap kreatif dan “kekinian” tanpa harus mengekspos anak secara berlebihan. Artikel ini membahas bagaimana parenting masa kini bisa tetap aktif di TikTok tanpa mengorbankan prinsip pola asuh digital yang bijak.
Tren Sharenting dan Budaya Viral
Sharenting telah menjadi fenomena umum dalam budaya digital, terutama di platform seperti TikTok. Orangtua sering kali mengunggah video lucu, kegiatan belajar, hingga konten tantangan yang melibatkan anak mereka dengan tujuan berbagi kebahagiaan atau mendapatkan perhatian daring. Namun, dalam banyak kasus, anak belum cukup usia untuk memahami atau menyetujui keterlibatan mereka di ruang publik digital.
Budaya viral yang cepat berubah memicu tekanan untuk selalu menghasilkan konten baru dan menarik. Ini membuat beberapa orangtua tergoda untuk terus menampilkan anak demi mempertahankan interaksi dan impresi. Padahal, tren ini menyimpan sejumlah risiko, mulai dari penyalahgunaan foto anak, pencurian identitas digital, hingga dampak psikologis jangka panjang terhadap anak yang sejak dini sudah terekspos secara daring.
Mengapa Sharenting Harus Dibatasi?
Salah satu alasan utama untuk menghindari sharenting berlebihan adalah demi menjaga privasi dan keamanan anak. Data pribadi anak—seperti nama lengkap, wajah, lokasi, bahkan rutinitas harian—dapat dengan mudah diakses dan disalahgunakan oleh pihak ketiga jika tidak dibatasi. Selain itu, konten yang tampaknya lucu bagi orangtua bisa menjadi sumber rasa malu atau tekanan bagi anak di kemudian hari.