Perbedaan Gudeg Koyor Khas Semarang dan Yogyakarta, Pernah Coba?

Gudeg Koyor
Sumber :
  • Indonesia Kaya

LifestyleGudeg, sebuah hidangan legendaris berbahan dasar nangka muda atau gori yang dimasak dengan santan dan gula aren dalam waktu lama, telah lama menjadi simbol kebanggaan kuliner Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun, seiring dengan perkembangan budaya dan interaksi antardaerah di Jawa Tengah, kuliner ini mengalami evolusi rasa dan penyajian di berbagai kota. Salah satu varian yang paling mencuri perhatian adalah Gudeg Koyor Khas Semarang.

Meskipun sama-sama menyandang nama "gudeg" dan berasal dari akar tradisi kuliner Jawa yang serupa, Gudeg Koyor Semarang menawarkan profil rasa yang cukup berbeda dan memiliki daya tarik unik yang membuatnya menonjol dari sang 'kakak', Gudeg Yogyakarta. Perbedaan ini tidak hanya terletak pada penambahan koyor—urat atau otot sapi—namun juga merambah pada intensitas rasa manis, konsistensi kuah areh, serta lauk pendamping yang disajikan.

Koyor: Elemen Pembeda Utama yang Melegenda

Aspek paling mencolok yang membedakan Gudeg Koyor Semarang dari Gudeg Yogyakarta adalah penambahan koyor sapi. Koyor adalah bagian urat atau otot sapi yang dimasak hingga sangat empuk dan lumer di mulut. Dalam tradisi kuliner Semarang, koyor ini bukan sekadar lauk pendamping biasa, melainkan telah menjadi bagian integral dari identitas hidangan tersebut.

Pada Gudeg Koyor Semarang, koyor dimasak dalam kuah santan yang kaya rempah, seringkali disajikan dengan kuah areh yang melimpah (lebih basah atau nyemek), menciptakan kombinasi tekstur lembut dari nangka dan koyor yang kenyal-empuk. Proses memasak koyor ini memerlukan waktu yang sangat lama, terkadang hingga belasan jam, untuk memastikan teksturnya benar-benar lembut dan bumbunya meresap sempurna.

Sementara itu, Gudeg Yogyakarta yang klasik—khususnya varian Gudeg Kering—umumnya berfokus pada kelembutan nangka, dipadukan dengan lauk seperti telur bebek atau ayam kampung bacem, serta sambal goreng krecek (kulit sapi kering) yang pedas. Meskipun kini beberapa tempat di Yogyakarta juga mulai menyajikan gudeg dengan lauk sandingan koyor, penambahan koyor pada gudeg Semarang adalah ciri khas yang sudah melekat sejak lama dan menjadi nama paten hidangan tersebut.

Pertarungan Cita Rasa: Manis Yogyakarta vs. Gurih Semarang

Perbedaan mendasar lainnya terletak pada intensitas rasa. Ini adalah dialek rasa yang paling sering diperbincangkan oleh para penikmat kuliner.

Gudeg Yogyakarta: Sang Manis yang Klasik

Gudeg khas Yogyakarta terkenal dengan cita rasanya yang dominan manis. Warna cokelat kemerahan yang pekat didapat dari penggunaan gula aren atau gula jawa dalam jumlah banyak, serta proses perebusan bersama daun jati. Teksturnya cenderung kering atau asli (tidak banyak kuah), yang membuatnya lebih tahan lama dan ideal sebagai oleh-oleh. Rasa manis yang kuat ini kemudian diimbangi dengan kelezatan gurih dari santan kental dan sentuhan pedas dari sambal goreng krecek.

Gudeg Koyor Semarang: Keseimbangan Gurih-Manis yang Menggoda

Berbeda dengan Yogyakarta, Gudeg Koyor Semarang memiliki profil rasa yang lebih gurih dengan sentuhan manis yang seimbang, tidak terlalu medok atau dominan. Rasa gurih yang intens ini datang dari santan yang lebih kaya rempah dan porsi kuah areh yang lebih banyak (nyemek atau basah). 

Koyor yang disajikan seringkali dimasak terpisah dengan bumbu yang juga gurih-manis, yang ketika disatukan dengan gudeg nangka menciptakan harmoni rasa yang lebih kompleks dan kaya. Bagi penikmat kuliner yang kurang menyukai rasa manis yang terlalu pekat, gudeg Semarang dengan sentuhan gurih yang lebih maju ini seringkali menjadi pilihan yang ideal.

Konsistensi dan Penyajian: Kering, Basah, dan Nyemek

Konsistensi gudeg dan kuah areh juga menjadi penanda geografis yang signifikan.

Gudeg Yogyakarta terbagi menjadi dua varian utama: Gudeg Kering dan Gudeg Basah (Nyemek). Varian kering adalah yang paling ikonik, dengan tekstur nangka yang padat dan hampir tanpa kuah areh kental berwarna putih.

Sementara itu, Gudeg Koyor Semarang cenderung memiliki konsistensi yang lebih basah atau nyemek. Gudeg nangka dan koyor disajikan bersama siraman kuah areh kental berwarna kekuningan atau putih yang melimpah, membuat hidangan ini terasa lebih lusuh dan moist saat disantap. Kehadiran kuah gurih dari koyor yang menyatu dengan gudeg nangka memberikan pengalaman bersantap yang lebih "berkuah" dan kaya rasa di lidah.

Secara ringkas, Gudeg Yogyakarta merepresentasikan cita rasa yang otentik dan cenderung monoton pada rasa manis, sementara Gudeg Koyor Semarang adalah hasil adaptasi dan kreasi kuliner yang berani menyeimbangkan rasa manis dengan gurih yang kuat, didukung oleh tekstur unik dari koyor yang lembut. Keduanya adalah warisan kuliner Jawa yang patut dicicipi untuk memahami keragaman rasa di Nusantara.