Dulu Selingkuh, Sekarang Mau Nikah, Masih Layakkah Dijadikan Suami?

Ilustrasi pria melamar kekasihnya
Sumber :
  • Pixaby

Lifestyle –Bayangkan jika pria yang dulu pernah menghancurkan hatimu karena perselingkuhannya, kini datang dengan cincin di tangan dan menjanjikan akan masa depan yang lebih baik. Bibirnya mengucap kata maaf, matanya menatap penuh harap, dan kamu berdiri di antara luka lama dan harapan baru. Rasanya seperti berdiri di dua dunia—yang satu menyimpan trauma, yang satu menjanjikan cinta yang telah diperbaiki. Tapi pertanyaannya sederhana dan menohok masih layakkah dia dijadikan suami?

 

Dilema ini bukan hanya milik satu atau dua perempuan. Banyak orang yang mengalami situasi serupa ketika seseorang dari masa lalu yang pernah mengkhianati kepercayaan kembali dengan komitmen baru. Cinta mungkin masih ada, tapi keraguan pun tak kalah besar. Selingkuh bukan hanya kesalahan teknis dalam hubungan, tapi luka emosional yang bisa membekas bertahun-tahun.

 

Dalam artikel ini, kita akan mengupas isu ini secara mendalam, apakah seseorang benar-benar bisa berubah setelah selingkuh? Dan lebih penting lagi apakah kamu aman secara emosional jika menikah dengannya?

 

Pertanyaan pertama bisakah orang berubah setelah selingkuh? Terkait pertanyaan ini, psikolog klinis dan pengajar di University of Alabama at Birmingham, Dr. Joshua Klapow, mengungkap perubahan memang mungkin, namun tidak terjadi begitu saja.

 

“Perubahan yang tulus membutuhkan introspeksi mendalam dan proses yang panjang. Jika seseorang berselingkuh dan tidak pernah benar-benar memahami mengapa dia melakukannya, maka kemungkinan besar pola itu bisa terulang,” ujar Klapow kepada Psychology Today.

 

Sementara itu, profesor emerita psikologi di University of Massachusetts Amherst, Dr. Susan Krauss Whitbourne menekankan bahwa motivasi di balik perselingkuhan sangat menentukan kemungkinan perubahan.

 

“Apakah dia berselingkuh karena krisis identitas? Kekosongan emosional? Atau hanya karena kesempatan? Jawaban dari pertanyaan itu bisa membedakan siapa yang bisa berubah dan siapa yang hanya ingin dimaafkan tanpa sungguh-sungguh menyesal,” kata dia.

 

Sebuah studi dari Journal of Social and Personal Relationships juga menunjukkan bahwa seseorang yang menyesal secara tulus, mengalami kerugian sosial akibat perselingkuhannya, dan bersedia menjalani terapi memiliki kemungkinan lebih besar untuk berubah secara signifikan.

 

 

Tanda-Tanda Bahwa Dia Benar-Benar Telah Berubah

Menurut terapis seks dan hubungan dari Northwestern University Feinberg School of Medicine, Dr. Laura Berman tanda-tanda seseorang telah berubah bisa dilihat dari:

 

  1. Komitmen terhadap terapi atau konseling – bukan hanya untuk “menebus dosa”, tapi untuk memahami akar masalah dalam dirinya.
  2. Tidak menghindari pembicaraan soal masa lalu – pria yang berubah tidak akan merasa defensif jika kamu ingin bicara soal luka lama.
  3. Konsistensi dalam perilaku – bukan cuma janji manis sesaat, tapi terlihat dalam pola tindakan sehari-hari.
  4. Keterbukaan emosional – ia tak lagi menyimpan rahasia, bahkan hal-hal kecil yang dulu mungkin ia anggap sepele.
  5. Empati yang tulus – dia benar-benar menunjukkan bahwa ia memahami dan menghargai luka yang pernah ia sebabkan. 

 

Meski perubahan bisa terjadi, tetap ada risiko yang perlu dipertimbangkan. Psikolog klinis dan dosen di Georgetown University, Dr. Andrea Bonior mengatakan bahwa luka akibat perselingkuhan bisa berdampak panjang, terutama jika tidak ada proses pemulihan yang utuh.

 

“Bahkan jika dia berubah, kamu tetap harus jujur pada dirimu sendiri: apakah kamu bisa mempercayainya sepenuhnya kembali?”

 

Beberapa risiko menikah dengan pria yang pernah selingkuh antara lain:

 

  • Trust issue yang menetap, bahkan tanpa bukti perselingkuhan lagi.
  • Trauma berulang jika pemicu atau pola lama kembali muncul dalam pernikahan.
  • Overthinking dalam hubungan: membaca pesan ponsel, mencurigai keterlambatan pulang, hingga sulit merasa tenang dalam keintiman.

 

Jika rasa aman tidak hadir, maka cinta saja tak akan cukup.

 

Apakah Dia Bisa Jadi Suami yang Aman Secara Emosional?

Menurut psikoterapis dan penulis buku “The State of Affairs”, Esther Perel kemampuan seseorang untuk menjadi pasangan yang aman tergantung pada seberapa besar ia bisa menanggung rasa bersalah tanpa menghindar darinya. Dengan kata lain, pria yang sungguh berubah tidak akan menghapus masa lalu—melainkan menggunakannya sebagai pelajaran hidup.

 

Suami yang aman secara emosional adalah:

 

  • Yang bisa hadir penuh dalam hubungan, tanpa menyembunyikan bagian mana pun dari dirinya.
  • Mau bertumbuh bersama, bahkan dalam percakapan yang sulit.
  • Tidak menyalahkanmu karena rasa curiga yang kamu miliki akibat luka masa lalu.
  • Menunjukkan bahwa ia tidak hanya berubah untuk menikahimu, tapi karena ia benar-benar ingin jadi orang yang lebih baik

 

Sebelum berkata “ya” pada lamaran, ada baiknya kamu jujur pada diri sendiri dan bertanya:

 

  • Apakah aku merasa aman bersamanya saat ini?
  • Apakah aku bisa mempercayainya tanpa terus merasa cemas?
  • Apakah aku melihat bukti nyata bahwa dia berubah, atau hanya sekadar kata-kata?
  • Apakah aku mencintainya, atau hanya takut sendirian?
  • Apakah aku bisa memaafkan dan melupakan—atau hanya ingin terlihat kuat?

 

Seorang konselor pernikahan dari American Association for Marriage and Family Therapy (AAMFT) menyarankan agar pasangan yang memiliki sejarah perselingkuhan mengikuti konseling pranikah agar evaluasi dilakukan secara objektif.

 

Kamu Berhak Dicintai dan Dilindungi

Tak ada yang bisa memutuskan jalan hidupmu kecuali kamu sendiri. Namun satu hal yang pasti: kamu berhak merasa aman, dicintai, dan dihormati—bukan hanya saat pacaran, tapi sepanjang hidupmu. Pernikahan bukan sekadar status, tapi komitmen untuk saling melindungi dan tumbuh bersama.

 

Jika kamu memutuskan untuk memberi kesempatan kedua, pastikan itu karena dia memang pantas—bukan karena kamu takut kehilangan. Dan jika kamu memilih untuk pergi, itu bukan berarti kamu tidak memaafkan. Kadang, cinta sejati juga berarti tahu kapan harus melindungi diri sendiri.

 

Jika kamu membutuhkan bantuan lebih lanjut, berbicaralah dengan terapis atau konselor yang bisa mendampingi proses evaluasi emosionalmu secara sehat. Kamu tidak sendiri. Kamu kuat. Dan kamu layak bahagia.