Pasangan Sudah Sempurna, Tapi Masih Selingkuh, Apa yang Sebenarnya Dicari Pria?

Ilustrasi selingkuh
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Kamu sudah berusaha menjadi pasangan terbaik. Selalu ada ketika ia butuh. Menyemangati kariernya. Merawat diri. Menyediakan kehangatan di rumah. Semua orang bilang kamu “pasangan idaman.” Tapi nyatanya, dia tetap memilih selingkuh.

Kenyataan seperti ini sering terasa seperti tamparan bagi banyak perempuan. Bahkan terkadang muncul banyak pertanyaan dalam hati perempuan “Apa kurangnya aku?” “Apa aku terlalu mandiri?” “Kenapa masih mendua kalau sudah punya segalanya?”.

Berbicara mengenai perselingkuhan, selingkuh sendiri bukan hanya pengkhianatan, tapi juga luka psikologis yang dalam. Luka itu bukan sekadar karena kehilangan kepercayaan, melainkan karena merasa tidak cukup, bahkan setelah memberi segalanya.

Fenomena ini bukan hal baru. Namun, tetap sulit dipahami. Terutama ketika perempuan merasa dirinya sudah memenuhi semua “kriteria sempurna.” Dalam artikel ini, kita akan membedah alasan tersembunyi di balik keputusan pria untuk berselingkuh—bukan untuk menyalahkan, tapi untuk memahami, menerima, dan pada akhirnya: melindungi diri sendiri.

Sebelum membahas perselingkuhan mari kita bahas dahulu mengenai istilah sempurna, yang selalu kita dengar yang ditujukkan terhadap diri kita ataupun pasangan bahkan hubungan itu sendiri. Istilah sempurna sendiri dalam hubungan sering kali dibentuk oleh ekspektasi sosial: cantik, cerdas, mandiri, sabar, perhatian, dan setia. Namun, sempurna menurut perempuan belum tentu berarti cukup bagi pasangannya.

Psikolog klinis sekaligus profesor di California State University, Dr. Ramani Durvasula menjelaskan bahwa banyak perempuan merasa gagal ketika pasangan selingkuh, padahal sebenarnya bukan mereka yang bermasalah.

“You can be the most emotionally intelligent and attractive partner in the world, and still be cheated on by someone who hasn’t done the work on themselves,” ujarnya dalam wawancara dengan Psychology Today.

Artinya, pasangan yang terlihat sempurna belum tentu mampu memenuhi kebutuhan emosional pasangannya, bukan karena kurang, tapi karena sang pria sendiri tidak tahu apa yang ia cari atau butuhkan secara emosional.

Ada beragam alasan mengapa pria masih selingkuh meski pasangannya ideal, beberapa alasan itu antara lain sebagai berikut:

  • Kebutuhan Emosional yang Tak Terpenuhi

Beberapa pria dibesarkan tanpa bekal kecerdasan emosional. Mereka sulit menyampaikan perasaan atau kebutuhan terdalam. Ketika mereka merasa diabaikan secara emosional—meski tidak disengaja—mereka akan mencari seseorang yang bisa memberi ilusi perhatian.

Psikolog dari Harvard Medical School, Dr. Robert Weiss, menyebutkan dalam jurnalnya bahwa emotional disconnection—not lack of physical intimacy—is the most common trigger for men seeking affairs. They’re not always looking for sex. They’re looking to feel heard, admired, or validated. (Keterputusan emosional—bukan kurangnya keintiman fisik—adalah pemicu paling umum bagi pria yang melakoni perselingkuhan. Mereka tidak selalu mencari hubungan intim. Mereka ingin didengarkan, dikagumi, atau diakui).

Artinya, selingkuhan sering kali hadir tanpa tuntutan. Mereka hanya mendengarkan, memuji, dan membuat pria merasa “diperhatikan kembali.” Ini candu yang mematikan.

  • Ketertarikan Akan Hal Baru dan Sensasi Petualangan

Tidak semua pria selingkuh karena kehilangan cinta. Banyak dari mereka tergoda oleh rasa penasaran dan adrenalin hubungan terlarang. Konsep ini dikenal dalam psikologi sebagai novelty seeking, kecenderungan mencari hal baru untuk kepuasan jangka pendek. Sensasi ini memicu dopamin, hormon kebahagiaan yang sama seperti saat kita jatuh cinta untuk pertama kalinya. Sayangnya, saat euforia itu hilang, mereka kembali ke realita dan menyadari: yang mereka kejar hanyalah pelarian, bukan perbaikan hubungan.

Ironisnya, wanita yang terlalu 'sempurna' bisa membuat pria merasa inferior. Ketika ia merasa tidak dominan atau tertinggal secara pencapaian, rasa ego itu bisa terusik. Selingkuhan bisa memberikan kembali perasaan superioritas yang hilang. Mereka memposisikan pria sebagai 'penyelamat' atau 'tokoh utama,' bukan hanya bagian dari duet seimbang.

  • Masalah Komunikasi dan Kedewasaan Emosional

Selingkuh seringkali bukan hasil dari konflik besar, melainkan dari kebisuan yang dibiarkan tumbuh. Pria yang tidak terbiasa membuka perasaan akan memilih “jalan belakang” ketika merasa tidak puas, bukannya membicarakan dengan pasangan.

Psikiater dan penulis Private Lies: Infidelity and the Betrayal of Intimacy, Dr. Frank Pittman menyatakan bahwa perselingkuhan sering kali merupakan bentuk tindakan ketidakdewasaan dan penghindaran emosional. Perselingkuhan menjadi lebih mudah daripada percakapan yang jujur.

Selingkuhan Bukan Selalu Lebih Baik, Tapi Lebih “Mudah”

Satu hal penting yang perlu disadari: selingkuhan jarang lebih baik dari pasangan utama. Mereka hanya hadir dalam versi ringan dari kehidupan. Tanpa beban tanggung jawab, tanpa konflik domestik, tanpa luka masa lalu. Banyak pria menikmati 'ruang kosong' ini—sebuah tempat di mana mereka bisa merasa ideal tanpa harus berjuang. Tapi tempat itu bukan nyata. Itu hanya pelarian sesaat dari realitas yang menantang.

Refleksi: Ini Bukan Salahmu, Tapi Realita yang Perlu Dipahami

Jika kamu pernah diselingkuhi meski telah melakukan segalanya, ingat: ini bukan tentang kamu yang kurang. Ini tentang luka dan ketidaksiapan dia untuk membangun koneksi yang sehat dan setia. Penting untuk menyadari bahwa menjadi sempurna bukan jaminan. Kesetiaan bukanlah hadiah untuk mereka yang paling layak, tapi pilihan sadar dari mereka yang cukup dewasa untuk menjaganya.

Kamu boleh kecewa. Kamu boleh marah. Tapi jangan biarkan dirimu merasa tidak berharga. Karena kamu sudah cukup—bahkan terlalu cukup—untuk seseorang yang tak tahu cara menghargai.

Lalu, Haruskah Bertahan atau Melepaskan?

Pertanyaan ini hanya bisa dijawab oleh dirimu sendiri. Tapi yang pasti jangan bertahan hanya karena kamu takut terlihat gagal. Jangan bertahan hanya karena kamu merasa telah 'investasi terlalu banyak' dan jangan bertahan hanya karena kamu berpikir akan bisa lebih sempurna lagi. Cinta yang sehat tidak meminta kita terus membuktikan diri. Cinta yang utuh tidak membuatmu merasa kurang, bahkan saat kamu telah memberikan segalanya.