Kenapa Sulit Menjadi Wanita di Indonesia dengan Segala Stigma yang Terus Melekat

Ilustrasi kebebasan perempuan
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Kalau kamu perempuan di Indonesia, pasti pernah dengar komentar seperti ’sudah 30 tahun kok belum nikah’, ’kamu terlalu mandiri sih, makanya laki-laki minder’ atau ‘’hati-hati ya status janda itu rawan gosip’. Yap, label-label itu rasanya nempel banget di kehidupan perempuan. Dari belum menikah, kerja keras buat karier, sampai bercerai pun tetap saja ada stigma yang bikin hidup makin berat.

Kenapa sih status perempuan selalu jadi bahan omongan publik? Mari kita bahas satu persatu.

Di banyak keluarga Indonesia, pertanyaan ’kapan nikah?’ sudah kayak tradisi. Apalagi kalau kamu sudah masuk usia 30-an, komentar ’perawan tua’ atau ’terlalu pemilih’ hampir nggak bisa dihindari.

Padahal, banyak perempuan di usia ini yang sudah mapan, punya karier, dan hidup mandiri. Sayangnya, pencapaian itu sering dianggap kurang berarti hanya karena statusnya masih single.

Psikolog klinis asal New York, Dr. Vivian Diller, dalam wawancaranya dengan Psychology Today mengungkap kalau perempuan yang belum menikah di usia tertentu sering kali menilai diri mereka kurang berharga, bukan karena pilihan pribadi, melainkan karena stigma sosial yang terus dilestarikan.

Bayangin saja, cap itu bisa bikin banyak perempuan merasa nggak cukup baik, bahkan sampai cemas setiap kali kumpul keluarga.

Beda cerita kalau kamu memilih jalur karier. Bukannya didukung penuh, justru sering dibilang ’kebanyakan gaya’ atau ’nanti susah dapat pasangan karena terlalu mandiri’. Ironis banget, kan? Kalau nggak kerja dibilang ’nggak bisa mandiri’, tapi kalau sukses malah dianggap kelewatan.

Menurut mantan COO Facebook dan penulis Lean In, Sheryl Sandberg dalam wawancaranya dengan Harvard Business Review menyebut bahwa masyarakat masih sering menganggap kesuksesan perempuan sebagai sesuatu yang ‘tidak normal’, sementara kesuksesan laki-laki dianggap wajar.

Jadi jelas, masalahnya bukan di perempuannya, tapi di standar ganda yang masih kuat banget di sekitar kita.

Tak sampai di situ, wanita juga rentan mendapat nyinyiran dari masyarakat ketika dirinya gagal membina rumah tangga. Ya, ketika pernikahan nggak berjalan mulus, perceraian buat perempuan sering jadi beban berlapis. Belum cukup dengan luka emosional, status 'janda' malah sering dicap negatif, dianggap gagal, dikasihani, atau bahkan jadi bahan gosip.

Padahal, banyak perceraian terjadi karena alasan yang sah mulai dari kekerasan, ketidaksetaraan, sampai ketidakcocokan.

“Perceraian perempuan sering kali dilihat sebagai kegagalan pribadi, sementara perceraian laki-laki jarang dipertanyakan dengan cara yang sama,” kata sejarawan keluarga, Dr. Kristin Celello dari University of Alabama,dalam wawancaranya dengan The Atlantic.

Kenyataannya, perempuan pasca-cerai sering harus berjuang dua kali lipat yakni untuk membangun hidup baru sekaligus menghadapi stigma sosial.

Standar Ganda yang Melelahkan

Kalau dipikir-pikir, kok semua serba salah ya? Belum menikah salah, nikah lalu cerai salah, bahkan fokus karir juga salah apalagi kalau nggak kerja  juga salah.

Semua ini jelas berakar dari budaya patriarki yang masih kuat. Perempuan hidup seolah selalu di bawah sorotan publik, sementara laki-laki jauh lebih bebas.

Di negara-negara lain, stigma seperti ini mulai pudar seiring kesadaran kesetaraan gender. Semoga di Indonesia juga bisa pelan-pelan berubah.

Yuk, Ubah Narasi!

Apa yang bisa kita lakukan?

  1. Stop normalisasi pertanyaan “kapan nikah?” – gantikan dengan apresiasi pencapaian.
  2. Ajarkan kesetaraan sejak dini – nilai seseorang nggak ditentukan oleh status perkawinan.
  3. Media punya peran besar – stop lebay bikin berita soal status janda atau perawan tua, dan mulai angkat kisah perempuan yang kuat dan inspiratif.

Seperti kata tokoh feminis dunia, Chimamanda Ngozi Adichie, dalam TED Talk We Should All Be Feminists kalau kita mengajarkan perempuan untuk merasa malu. Kita harus mengubah narasi itu agar perempuan bebas mendefinisikan diri mereka tanpa rasa takut akan label.